Di Laboratorium Dr. Jibril, suasana tetap tegang meskipun jam telah menunjukkan pukul 13.00. Para koloni "ex-human" sudah lenyap dalam tidur, siap untuk bangun dan bekerja pada jam 04.00. Namun, Dr. Jibril masih terjebak dalam penelitiannya di dalam laboratorium. Ruangan itu tidak berkesan modern seperti laboratorium masa lalu, juga tak memiliki tampilan futuristik seperti yang sering tergambar dalam novel-novel sains fiksi.
Lab ini adalah ruang yang sederhana, dengan atap dan lantai terbuat dari tanah yang terpisah sekitar 120 cm. Ruangannya kecil, hanya sekitar satu meter persegi. Buku-buku, alat-alat ilmiah, dan sisa makanan berserakan di mana-mana.
Dr. Jibril sedang terpaku pada sesuatu di bawah mikroskopnya, sambil mencatat hal-hal penting di tangan kirinya yang kecil. Namun, ketenangannya terganggu saat Prof. Castiel tiba-tiba membuka pintu laboratorium dan berjalan terburu-buru mendekati Dr. Jibril.
"Kita tak bisa berlama-lama dalam eksistensi ini, Dr. Jibril. Sains mungkin tak memiliki batas, tetapi entropi memiliki akhirnya," kata Prof. Castiel dengan suara yang terengah-engah.
"Santai saja, Profesor Castiel terhormat. Aku punya rencana untuk penyelamatan koloni ke-139. Lihatlah di meja kerjaku," jawab Dr. Jibril tenang.
Prof. Castiel mendesak Dr. Jibril dengan sedikit dorongan, membuatnya tersandung dan hampir jatuh. Setelah melihat melalui mikroskop, Castiel terlihat tidak puas dengan temuan Dr. Jibril.
"Sudah kukatakan padamu, Dr. Jibril, bahwa Tardigrada adalah mikroorganisme tanpa otak," kata Castiel sambil merentangkan tangannya dengan ketidakpuasan, tetapi Dr. Jibril tetap tenang dan bangkit kembali berdiri.
"Tidak memiliki otak, atau belum memiliki otak? Nuansa kata-kata itu sangat berbeda, dan bisa mengubah hipotesis secara signifikan," sahut Dr. Jibril dengan tenang.
"Dengarkan, Jibril. Apakah kau berusaha melarikan diri dari realitas manusia sekarang? Menjalankan fantasi dunia ilmu pengetahuan fiksi seperti yang sering kau impikan dalam novel Cordwainer Smith?" tanya Castiel dengan sedikit emosi.
"Namun, spesies mikroskopik memiliki 0,5% kemiripan genetik dengan otak manusia. Kita bisa saja melakukan operasi penyusutan dan mengubah struktur otak mereka agar lebih mirip dengan Tardigrada. Kemudian, kita mengganti seluruh organ, tulang, dan jaringan mereka dengan bagian otak kita. Pemikiran brilian, bukan?" lanjut Dr. Jibril.
Prof. Castiel meraih pundak kecil Dr. Jibril dan menatap matanya dengan tajam. "Dokter Jibril, APA— KAU—LUPA… KITA ADALAH TIKUS?!!!"
Tatapan tajam Castiel menghantam Dr. Jibril seperti pukulan, mengingatkannya bahwa mereka sebenarnya adalah koloni tikus yang hidup dalam kondisi kumuh di bawah tanah. Namun, ini adalah upaya terakhir manusia untuk mempertahankan eksistensinya. Siapa yang harus disalahkan?
Dr. Jibril duduk di kursinya dan meraih sebatang rokok, sambil merenungkan kata-kata Castiel. "Jibril, kau masih ingat sejarah operasi penyelamatan koloni ke-138?" tanya Castiel.
"Tentu, 65 tahun lalu, leluhur kita mentransfer otak dari tubuh kelinci ke tubuh tikus, menyebabkan 45% eks-human kehilangan kesadaran manusianya," jawab Dr. Jibril sambil menghisap rokoknya dan membakar kertas penelitiannya yang baru saja selesai.
Dr. Jibril mengambil sebuah alat yang mirip lemari es, namun lebih mirip peralatan bedah. Tertera label "Main Salvation Engine" di mesin itu. Dr. Jibril juga memindahkan mikroskopnya ke dalam M.S.E dan memasang penutup logam di kepalanya.
"Apa yang kau lakukan, Jibril?" tanya Castiel bingung.
"Pelaksanaan operasi penyelamatan otak dengan menggunakan Main Salvation Engine ini," jawab Dr. Jibril.
"Tapi, bukankah tadi kau bilang bahwa makhluk mikroskopik tak memiliki otak?" sela Castiel.
"Bukankah kita awalnya berbicara tentang sains tanpa batas? Mengapa kita tidak mencoba merubahnya?" tanya Dr. Jibril.
Dr. Jibril sudah memiliki rencana besar: ia akan memindahkan otaknya ke makhluk mikroskopik yang abadi, disebut Tardigrada. Ini akan menjadi eksperimen besar yang belum pernah dicoba sebelumnya.
"Sudahlah, Profesor. Kita akan mencoba melawan Perusahaan Duma dan mengirimkan proposal kita lagi kepada pemerintah pusat," kata Dr. Jibril.
Tapi, semuanya tidak berjalan mulus. Beberapa hari sebelumnya, Dr. Jibril mendengar bahwa perusahaan bernama Duma telah memanipulasi informasi di media dan mungkin ada kaitannya dengan sabotase proposal mereka.
Ketika mereka tengah berdiskusi, tiba-tiba Dr. Jibril mendengar kabar penting. Ada sebuah voting online yang sedang berlangsung, memutuskan nasib umat manusia. Mereka harus memilih antara meninggalkan sebagian besar populasi di Bumi untuk menjelajah angkasa atau menjalankan operasi penghilangan akal budi seluruh manusia dan menjadi tikus sepenuhnya.
"Ada yang menyabotase proposal kita. Proposal kita tidak sampai ke pemerintah pusat," kata Dr. Jibril dengan ketidakpuasan.
Dr. Jibril memutuskan untuk menggunakan alat yang telah dia siapkan, yaitu Main Salvation Engine, untuk mentransfer otaknya ke dalam tubuh makhluk mikroskopik. Prof. Castiel, seorang ilmuwan realistis, khawatir dengan tindakan ini.
"Bagaimana jika kau gagal?" tanya Castiel, namun Dr. Jibril hanya berfokus pada tujuannya.
Akhirnya, Dr. Jibril meluncurkan eksperimennya. Mesin berjalan dan proses pemindahan otak dimulai. Namun, dalam sekejap, semuanya berakhir dalam ledakan dahsyat.