webnovel

7. Notice Doi

Benarkan tebakan gue!

Lo yang akan berjalan mendekati gue tanpa harus gue kejar!

~Devan

*

*

*

Devan menyisir rambutnya kedepan membiarkan poninya menjuntai di dahinya. Ia lalu berjalan keluar kamarnya hendak menyusul kedua sahabatnya yang kini tengah nongkrong di kafe milik keluarga Wendy.

“Mau kemana kamu Devan?” suara bariton itu membuat Devan memejamkan matanya.

“Keluar pah!” jawab Devan dingin.

“Papah kan sudah bilang--”

“Ini hidup Devan jadi papah gak bisa atur Devan!?” seru Devan masih dengan membelakangi papahnya.

“Papah ini orang tua kamu! Papah berhak atur hidup kamu!!”

“Papah boleh atur Devan! Tapi jangan atur lingkar pertemanan Devan!!”

“Lebih baik papah urusin perempuan gatel dibelakang papah itu!!” ucap Devan pelan namun penuh penekanan. Setelah itu Devan melangkah kan kakinya keluar dari rumah mewahnya.

Devan segera melajukan mobil mewahnya untuk keluar dari perkarangan rumahnya. Ia terus merasa jengah jika pria itu pulang kerumahnya.

*

*

Devan memarkirkan SLK 200 miliknya tepat didepan kafe milik Wendy. Namun saat ia turun dari mobil itu ia melihat perempuan cantik yang selama 2 tahun ini ia kagumi.

“Eca..” gumam Devan. Segera ia mengambil kameranya lalu memotret gadis itu. Lo selalu cantik Caa..

Gadis itu menggunakan celana kulot kuning dan hoodie adidas berwarna hitam. Rambutnya ia gerai membuat wajahnya semakin imut.

“WOY KULKAS!!”

Devan mendongak mencari sumber suara. Ia mendengus kesal ketika tahu Wendy yang meneriakinya “Bacot lu!!” umpat Devan. Ia ingin mengambil gambar Eca sekali lagi. Namun saat ia menoleh, Eca sudah tidak ada di tempat.

Devan mendongak lagi dan menatap Wendy tajam “Gara-gara lo nying!!”

“Buruan njir! Lo liatin apaan sih? Ditungguin dari tadi juga!”

Devan berjalan menaiki tangga masuk kafe itu, ‘Kafe Cemara’ namanya.

“Tadi ada Eca bego! Gue Cuma dapat satu jepretan doang!!” sungut Devan kemudian berjalan mendahului Wendy.

“Kenapa gue yang salah coba? Salah lo lah gak mau pepet dia!” sahut Wendy.

Devan duduk disamping Firman dengan tampang kesal “Lo kenapa Van baru datang dah gitu tampang lo?”

“Doinya jalan sama gebetan!” celetuk Wendy dan dihadiahi pelototan tajam dari Devan.

“Lo lihat Eca?” tanya Firman.

Devan mengedikkan bahunya, malas menanggapi pertanyaan sahabatnya itu “Eca dipepet terus sama si Aby, kapan lo gerak bego?!” tanya Firman.

“Kita disini mau main kartu atau mau bahas gebetan gue sih?” sungut Devan.

“Gak gitu Van! Maksud kita kan baik. Kita gak mau lo galau kalau si Eca jadian sama si Aby!” sahut Wendy.

“Kalau dia jadian sama si Aby terus dia bahagia ya gue juga ikutan bahagia lah! Ngapain galauin orang yang belum tentu galauin kita!!”

“Lo sebenarnya naksir beneran gak sih sama si Eca??” seru seseorang. Membuat Devan mendongak.

“Aby dah mulai storiin Eca terus, meskipun dijadiin temen deket sih. Tapi kan tetep aja kalau lo naksir beneran sama si Eca, sayang beneran sama si Eca, lo kejar bego!” ucap orang itu.

Orang itu adalah Joni. Sahabat Devan yang satu sekolah dengan Aby. Devan, Joni, Wendy dan juga Firman adalah teman main sejak mereka duduk dibangku sekolah dasar. Sayangnya Joni memilih sekolah di SMA Bangsa sehingga membuatnya terpisah dengan ketiga sahabatnya.

“Lo tau dari mana?” tanya Devan.

Joni melemparkan ponselnya sambil menunjukkan screenshootan story instagram Aby.

“Gue saranin lo gerak! Selama gue temenan sama Aby, gue gak pernah lihat dia storiin cewek. Baru ini dia storiin cewek. Padahal dia punya Stella yang terus ngejar-ngejar dia. Gue yakin dia juga suka sama Eca..” jelas Joni.

Devan nampak gusar. Namun ia berhasil menormalkan ketegangan wajahnya, “Gue gak peduli. Kalau takdirnya dia sama gue juga ntar dia bakal liat ke gue. Kalau enggak ya no problem!”

Wendy memutar bola matanya malas “Astaga Van, gue gak ngerti sama pikiran lo! Kalau cinta perjuangin jangan Cuma diam aja! Sampe mulut gue berbusa kayaknya gue percuma ngomong ini terus-terusan sama lo!”

“Bacot banget sih kalian!?” sungut Devan.

“Gue kagum sama Eca! Gue suka sama Eca! Udah gitu aja!! Gue kan udah pernah bilang, cepat atau lambat dia bakalan ngelirik ke gue! Gue gak peduli dia mau suka juga sama gue atau enggak. Intinya ngelirik yang gue maksud itu ngelihat keberadaan gue!”

“Gue berterima kasih sama kalian karena kalian peduli sama gue! Tapi gue punya cara sendiri untuk tunjukin ke Eca!”

“Lagian, urusin aja percintaan kalian masing-masing. Ingat kalian itu jomlo!”

“Iya tau kita jomlo!” ucap Wendy pelan.

“Iya tau yang banyak fans nya!!” sindir Firman.

“Fans sama haters sama banyaknya!!” sahut Joni.

“Kuy lah main kartu! Kalau kalian kalah berhenti bahas Eca lagi!” ajak Devan.

“Kalau lo yang kalah, lo harus perjuangin Eca!” sahut Joni.

*

*

Devan berhasil menjepret Eca sekali lagi. Hari ini ia benar-benar puas mengabadikan wajah Eca. Mulai ia dari mendribble bola, memasukkan bola ke ring hingga tersenyum kearah tribun penonton. Pilihannya tepat ketika ia memilih duduk didekat sahabat Eca, si Caca.

“Gue suka nih yang ini. cute banget elah pacar gue.” Seru Firman dan dihadiahi tatapan tajam dari Devan.

Semalam Devan kalah. Maka ia akan menepati taruhannya semalam. Ia akan memperjuangkan Eca. Tentunya dengan caranya sendiri. Ia tidak ingin julukan si kulkas hilang dari kehidupannya. Ia sudah nyaman dengan julukan itu. Sebab julukan itu membuat orang-orang enggan mengganggunya. Mungkin hanya Karin yang betah mengganggunya.

“Dia calon pacar gue!” sewot Devan.

“Wih dah disebut calon pacar..” goda Joni.

“Jadi rencana lo apaan??” tanya Wendy.

“Gue bawa sequel Atha-ku. Gue tau dia lagi bingung cari sequel novel itu! Sequel novel itu kan terbatas. Untungnya gue berhasil dapat satu.”

“Terus?” tanya Wendy, Joni dan juga Firman bersamaan.

“Yah gue manfaatin novel itu buat ngobrol lagi sama dia!?”

“WIH LO KEREN VANN!!” teriak ketiga jones itu bersamaan. Devan hanya menatap datar pada ketiga jones itu. Pasalnya karena mereka bertiga teriak, semua mata tertuju padanya.

“Berisik anying!!” umpat Devan.

Pertandingan basket putri sudah selesei sejak 10 menit yang lalu. ia ingin mencari Eca untuk memberikannya novel itu.

“Lo tanya si Caca aja gin. Daripada lo nungguin kayak gini..” seru Wendy.

“Udah buruan! Ingat lo harus berjuang! Buang rasa gengsi lo!!” sahut Firman.

“Semangat kulkas sayang..” sambung Joni.

Devan berjalan kearah Caca kemudian duduk disamping gadis itu “Lo temennya Ecakan?”

Caca terkejut melihat siapa yang mengajaknya berbicara.

“Lo si kulkas kan?” tanya Caca polos. Devan mengangguk, percuma ia menutupi julukannya itu. Semua warga sekolah sudah mengetahuinya.

“Iya gue temennya Eca, ada apa?” tanya Caca sambil tersenyum.

“Eca kemana ya? Gue cariin dari tadi gak ada..”

“Eca masih ganti baju, lo ada perlu apa cariin Eca?” Devan menggeleng “Oh oke makasih..”

Kemudian Devan berjalan menjauhi gadis itu. Ia tersenyum senang mendengar Devan mengobrol dengannya, meskipun ia hanya bertanya soal Eca.

“Ih Devan ganteng bingit tadi waktu ngomong sama gue! kalau Eca sama Nadine tau pasti mereka berdua seneng. Akhirnya gue di notice doi..”

Devan berjalan mengelilingi sekolahnya. Saat ia berjalan ke arah ruanng ganti, samar-samar ia melihat seseorang sedang memukuli orang lain.

“Gila tuh orang..” gumam Devan. Devan mempercepat langkahnya untuk menolong orang tersebut..

“WOY!!”

*

*

“Makasih..” ucap Eca sambil menahan sakit di tangannya. Kini Devan dan Eca sedang berada di uks. Orang yang dilihat Devan dipukulin adalah Eca.

“Lo kok bisa berurusan sama Ary?” tanya Devan sambil melilitkan perban di tangan Eca.

Eca mengedikkan bahunya, “Lo kenal sama Ary?” tanya Eca balik.

Devan tersenyum tipis “Siapa yang gak kenal Ary? Biang onar dari dia duduk dikelas 10.”

“Btw, lo udah nolongin gue dua kali kan? Lo cowok yang ngasih gue novel di perpus kan ya?” Devan mengangguk.

“Nama lo siapa?” tanya Eca.

“Anak-anak manggil gue si kulkas..” jawab Devan pelan.

Devan lalu membersihkan luka di kening Eca “Lo gak mau kerumah sakit aja? Periksa kepala lo kali aja lo gegar otak..”

Eca menggeleng “Gue gak papa kali..”

“Nama asli lo yang gue tanya, bukan julukan lo!?” sewot Eca.

“Lo pengen tahu nama asli gue?” tanya Devan pelan.

Eca mengangguk sambil meringis menahan sakit “Gue kan pengen berteman sama orang yang uda nolongin gue dua kali..” jawab Eca tulus.

“Gue duluan ya!?” seru Devan sambil berdiri setelah selesei mengobati luka Eca.

“Ekh kasih tau nama lo dulu dong! Biar gue bisa terima kasih sama lo!”

“Terima kasih ga perlu tau nama orangnya dulu Ca!” sahut Devan kemudian berjalan keluar uks. Saat ia keluar uks, ia melihat Caca dan Nadine sedang mencari seseorang.

“Kalian cari Eca?” tanya Devan datar.

“Dia di uks!?” lanjutnya.

“Makasih..” sahut Caca. Nadine segera menarik lengan Caca agar segera menemukan Eca.

“Eca! Abang lo dalam bahaya!!”

*

*

Sudah dua hari sejak kejadian di uks itu Devan belum ada bertemu Eca. Sesekali ia berjalan melewati deretan kelas IPA tapi nihil, gadis itu tidak kelihatan. Ia khawatir jika gadis itu gegar otak beneran seperti yang ia ucapkan tempo hari.

“Duh mulut gue gak bisa di rem banget sih! Kenapa gue kemaren kayak doain Eca gegar otak ya?” gumam Devan.

“Lo kenapa Van ngedumel sendiri gitu?” tanya Firman.

“Eca kemana ya gue belum ada lihat dia.”

“Jangan kasih kendor sekarang! Kemaren kasih kendor mulu!!” sahut Wendy.

“Devaan..” seseorang tiba-tiba menggelayut di tangannya.

“Lepas!” ucap Devan datar.

“Vaann. Lo kenapa sih cuek terus sama gue?”

“Lepas!” ucap Devan dingin.

Karin, seseorang yang menggelayut di tangan Devan itu justru menguatkan genggaman tangannya pada lengan Devan..

“Lepasin tangan saya KARIN!” seru Devan dengan suara rendah. Ia masih berusaha untuk tidak bertindak kasar pada gadis ini.

“Enggak. Aku gak akan lepasin tanganmu! Kamu itu punya aku!?”

Seluruh penghuni kelas menatap Karin tak suka. Berani-beraninya ia menggenggam lengan Devan seperti itu. Bahkan para haters Devan menatap Karin dengan tatapan jijik.

“Karin gila banget sih!?”

“Gue jadi Devan senang di pepet sama si Karin. Seksong gitu! Mubazir kalau dibiarkan!”

“Duh kulkas gue itu! Kenapa di gandeng-gandeng sih!!”

Devan menatap Karin jengah. Ia melepaskan tangan Karin secara paksa lalu keluar dari kelas berjalan ke perpustakaan.

Devan duduk di perpustakaan seperti biasa. Ia membaca buku-buku tentang pelajaran sejarah.

“Si kulkas kan?” tegur seseorang tiba-tiba.

Devan terkejut melihat seseorang yang menegurnya. Ia tak berkedip sama sekali terus memandangi wajah canti orang itu.

“Hei.. gue gak tau nama lo, jadi gue panggil kulkas aja ya? Gak papa kan??”

“I..iya.. gak papa..”

*

*