webnovel

Petir Menggelegar di Malam Pertama Part 1

Waktu terus berjalan hingga cahaya sang surya mulai tidak menampakkan dirinya seperti dimakan kegelapan, suara serangga mulai bernyanyi-nyanyi dengan gembiranya, angin sepoi-sepoi membawa gulungan awan dari arah timur taklama awan hitam itu menggulung-gulung di atas langit.

Mulai terdengar rintihan Hujan di atas genteng, "Tik ... Tik ... Tik," Udara menjadi semakin dingin seperti mendukung untuk tidur.

Di dalam rumah yang sederhana dengan cahaya lampu yang menerangi seisi ruangan, Saiful dan Rahel saat itu berada di dalam satu ruangan, udara dingin membuat badan Rahel bergetar apalagi bibirnya yang mulai membiru pucat membuatnya ingin sekali merasakan hangat pelukan Saiful, akan tetapi dia menahannya karena dalam fikirannya masih ingin sekolah.

Saiful sebagai suaminya melihat itu tidak tega cepat-cepat dia mendekatinya, memberikan selimut tebal dan memakaikannya dengan perlakuan begitu lembut, sesekali dia lontarkan senyuman manisnya, Rahel pun membalasnya dengan senyuman tak kalah manisnya.

"Sayang! Aku lihat kamu sangat kedinginan, lihat bibirmu itu sudah terlihat pucat membiru ini saya pakaikan selimut ini di badanmu biar terasa hangat," bujuk Saiful yang sedikit menempelkan badannya ke Rahel.

"Iya ... Terimakasih Mas, Maafkan saya saya belum siap kalau malam ini harus memberikan kesucianku kepadamu, saya masih ingin sekolah," terang Rahel yang terlihat badannya masih bergemetaran karena rasa dingin yang dirasa.

"Sedikit saja tidak boleh?" tanya Saiful sambil memandang lembut kearah Rahel sesekali dia buang wajahnya ke kiri lalu kembali lagi memandangnya.

"Maksudnya sedikit?" sahut Rahel yang belum mengerti yang diinginkan Saiful.

"Ih ... Masak kamu tidak faham, ya ... untuk menghangatkan tubuhnya, tapi nanti saya control tidak sampai menyentuh bagaian itu, janji, ya ... hanya bersenang-senang saja," terang Saiful yang terlihat malu mau terus terang menjelaskan keinginannya.

"Hmm ... Bagaimana kalau tidak tahan? Jangan lah ... please mohon jangan lakukan malam ini," ujar Rahel yang sebenarnya mau tetapi dia tahan.

"Sampai kapan, masak menunggu 2 tahun lebih sedangkan kita selalu bersama, biarlah semuanya kita jalani bersama-sama susah senang kita bersama-sama, yang kalau malam ini mungkin saya masih bisa menahan tetapi kalau besok-besok saya itu laki-laki apa lagi sidah ada sertifikat Sah, maka rasa ini selalu mengajak seperti tidak mau kalau tidak dituruti," terang Saiful yang terlihat menggigit bibirnya dan menggerakkan lidahnya kekanan ke keri.

Rahel yang mendengar pernyataan Saiful tiba-tiba terdiam tak bersuara, kini suasana menjadi hening hanya detikan jam dinding yang terdengar nyaring di telinga.

Saiful mulai membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan memejamkan kedua matanya.

Rahel yang masih dalam posisi duduk di tepi ranjang melamun membayangkan yang tidak-tidak kejadian-kejadian yang kemungkinan terjadi jika hamil, sesekali dia memandang wajah Saiful yang terlihat tampan bak rembulan bersinar cerah.

Dalam fikiran Rahel berkecamuk tetang sesuatu hal dia berkata dalam hatinya, "Ya Allah! Sepertinya saya belum siap dengan semua ini, apa kata teman-teman saya nanti kalau tahu ternyata saya sudah menikah, apalagi dengan Saiful bintang para wanita di sekolahan, senang sih saya bisa menikah dengannya kalau boleh jujur, tapi ... Ah ... entahlah Bagaimana ini besok."

"Saya lihat memang Saiful orangnya tampan siapa coba yang tidak terpikat olehnya, sebenarnya saya ingin sekali menuruti keinginannya, rasanya kalau didekatnya seperti ada rasa yang mendorong untuk memeluk, mencium dan berbagi kasih, tapi ... Ya Allah maafkan saya ini," terang Rahel.

Lama dia melamun hingga otaknya terasa letih hingga tak sadar dia tertidur di dalam tidurnya dia bermimpi apa yang menjadi fikirannya terbawa mimpi.

Terlihat di dalam mimpi Saiful dan Rahel berangkat kesekolah bersamaan berjalan kaki, tak menyangka teman-temannya memandangnya dengan sinis dan tidak sedikit yang cuek, teman dekatnya tiba-tiba menjauh, Rahel mendekat dan berkata, "Sulis! Mengapa kamu menjauh seperti tidak mau berteman denganku?"

"Kamu munafiq! Katanya tidak mau pacaran yantanya malah menikah apalagi dengan incaranku ... Jahat kamu ... mulai sekarang kita putus," terang Sulis yang kemudian lari dan tidak terlihat lagi.

"Sulis! ... Sulis!

Jangan tinggalkan aku, ... mengapa semua ini harus terjadi! Benci aku dengan semua ini.

Hah ... Huhf ... Huhf

Tiba-tiba dia terbangun dari tidurnya nafasnya tersengal-sengal seperti selesai berlari-lari, Rahel melihat Saiful yang tertidur pulas merasa iba dalam hatinya berkata, "Maafkan saya Mas, gara-gara saya kamu harus mengalami seperti ini, menahan perasaan yang menyayat hati, rasanya hati ini sebenarnya ingin dipeluk kamu, ingin dicium kamu, ingin dibelai kamu."

"Wajahmu yang mempesona bak rembulan purnama, rambut yang sedikit menutup mata, bola matamu yang begitu indahnya, yang dipuji dan menjadi dambaan seluruh kaum hawa, tak kusangka malam ini saya bersandingan, tidur satu kamar," gumam Rahel dalam fikirannya.

Rahel masih memandang wajah polos Saiful yang tertidur pulas sesekali dia menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, perlahan Rahel mendekatkan wajahnya ke muka Rahel karena tidak bisa menahan gejolak hatinya, maju dan mundur, ingin bercampur malu serta takut yang membuatnya salah tingkah.

Dia menahan nafas dalam-dalam, saat hampir saja menciumnya dia mengurungkan niatnya, dia berdiri dan berjalan mondar-mandir gelisah oleh perasaannya sendiri.

Dia mencoba sekali lagi, dua kali dan akhirnya dia memberanikan dirinya untuk mengecup keningnya, karena dorongan perasaan yang semakin lama- semakin kuatnya.

Berhasilah dia mengecup keningnya terlihat di keningnya bekas lipstik merah menancap di kening Saiful, dia menjadi salah tingkah lagi ingin menghapus bekas itu, namun Saiful selalu menggeliatkan tubuhnya saat akan di usapnya.

Masih belum bisa tidur Rahel duduk di tepian ranjang sesekali dia memandang keluar dan mendengar rintihan hujan turun.

Lab ... Dyaaar ...

Kilat yang menyambar serta diiringi petir yang menggelegar, tiba-tiba Rahel menjerit begitu lantangnya ...

Aaau .... Bapak! Ibu!

Tiba-tiba Saiful terbangun dari tidurnya karena teriakan Rahel, sontak Saiful memeluk Rahel seraya berkata kepadanya, "Ada apa denganmu? Tenang Masnya di sini, mengapa kok belum tidur?"

"Saya tidak bisa tidur mungkin banyak fikiran, dan tiba-tiba petir menggelegar saya takut," ujar Rahel yang tidak sadar dia membalas pelukan Saiful dengan eratnya.

Kini Rahel merasakan hangatnya dekapan seorang suami, tak sadar dia meneteskan air mata.

Saiful menjadi bergairah mulailah dia berkata-kata indah padanya.

"Engkaulah wanita hebat, lihat begitu tegarnya pendirianmu, saya faham bagaimana gejolak perasaanmu sebenarnya, tetapi engkau menahan demi suatu tujuan, saya bangga dengan kamu, salut dengan kamu, tidak menyesal saya menikah dengan kamu," terang Saiful yang menyilakkan sehelai demi helai rambut lurusnya.

Kini Rahel semakin terbuai dengan rayuan Saiful, dia masih meneruskan sanjungannya sambil memegang bagian-bagian tertentu pada Rahel hingga dia merasakan kenikmatan.

"Mas! Oh tidak ... jangan lakukan malam ini kumohon lepaskan dekapan ini rasanya badanku sudah mulai terangsang ... jika ini kamu lakukan terus tak terbayang diriku akan mampu menahannya," terang Rahel.

Nah, Bagaimana kisah lanjutannya?

Mari! ikuti kisahnya.