Rizel baru saja sampai di kampus. Saat ia baru saja menginjakkan kakinya di lantai tiga, tempat di mana ia akan ujian hari ini, ia sudah melihat seluruh lorong sudah penuh dengan teman-temannya yang juga akan mengikuti ujian. Beberapa di antara mereka terlihat tengah berdiskusi yang Rizel yakini tentang materi ujian mereka dan yang lain tampak memegang notebook masing-masing.
Rizel berjalan menuju ke tempat di mana Kalila, Sekar dan Risa berada saat ini. Mereka juga tampak tengah membahas materi ujian mereka. Rizel duduk di sebelah Sekar dengan hati-hati tak berniat untuk mengganggu mereka. Rizel juga mengarkan dan menyimak tanya jawab yang saat ini tengah mereka lakukan.
"Ah, aku jadi deg-degan kalau gini, gimana kalau ternyata aku gugup dan melupakan semuanya."keluh Sekar sembari memegang dadanya, tengah merasakan detak jantungnya sendiri.
"Enggak kok, aku yakin kamu bisa."Kalila menenangkan Sekar, tapi tetap saja itu tidak membuat Sekar benar-benar merasa tenang.
"Daripada memikirkan hal-hal yang menakutkan seperti itu, lebih baik lagi kalau kamu tenangin diri kamu, atau baca lagi materinya."kali ini Rizel ikut menenangkan. Rizel tahu perasaan gugup itu, itu tidak menyenangkan sama sekali, terkadang membuat dirinya sakit perut.
"Mau ke toilet nggak?"tanya Risa sembari menoleh kepada Rizel.
"Ngapain?"tanya Rizel. Risa pun memegang perutnya, pertanda panggilan alam telah datang menghampirinya.
"Ya udah, sana! ngapain ngajak-ngajak."tolak Rizel. Risa sengaja mengajak Rizel karena biasanya Rizel yang suka ke toilet ketika gugup, sepertinya Risa kena karma karena selalu menertawakan Rizel di saat-saat seperti ini.
"Temanin aku."rengek Risa. Rizel pun memutar bola matanya malas, namun Risa segera menarik Rizel untuk ikut bersamanya.
"Kenapa harus aku sih,"gerutu Rizel tapi tetap. mengikuti langkah Risa.
"Yang lain soalnya lagi sibuk belajar, yang tenang cuma kamu doang."jawab Risa sembari berlari menuju toilet.
Rizel memang terlihat lebih tenang saat ini, tapi bukan karena ia tidak merasa khawatir. Rizel yakin kalau ujian tertulis ia akan menyelesaikan soalnya dengan baik jika ia belajar atau memahami materinya, sehingga itu tidak terlalu membuatnya gugup, atau ia bisa mengarang jawabannya. Sedangkan jika ujian langsung, yaitu seperti ketika wawancara, itu yang membuat Rizel menjadi gugup. Bukan hanya karena ia akan menjawab pertanyaan dosen secara langsung, tapi juga karena biasanya akan ada dua atau tiga anak yang akan bersamanya, yang membuatnya merasa terintimidasi ketika mendengar jawaban mereka. Di saat seperti inilah semua yang telah ia persiapkan menjadi sia-sia, apalagi ketika bertemu dengan dosen yang kritis.
"Udah aman?"tanya Rizel ketika Risa baru saja keluar dari toilet.
"Akhirnya."jawab Risa.
"Sekarang kamu jujur sama aku, kamu udah belajar kan, makanya kamu terlihat tenang."Risa bertanya dengan tatapan penuh selidik.
"Hmm,"Rizel mengangguk, Risa pikir Rizel akan mengelak ketika dituduh seperti itu.
"Gimana aku enggak belajar, kalau dosennya sekiller itu. Horror."ujar Rizel sembari bergidik ngeri. Rizel hanya ingin lulus pada ujian kali ini, karena jika ia remedial, maka remedialnya bukan lagi tertulis.
"Kamu mah enak, gampang banget ngafalin materinya."keluh Risa memandingkan.
"Aku lo, enggak begitu bagus dalam menghafal."lanjutnya lagi.
"Enggak juga kok,"bantah Rizel. Rizel memang tidak merasa seperti itu, ia benar-benar mencoba untuk memahami materinya dengan baik.
"Lagian materi ini bukan untuk dihafalin tapi dipahami."jawab Rizel lagi. Rizel dan Risa pun kembali menuju ke tempat Kalila dan Sekar berada saat ini.
"Kenapa lama banget sih, aku pengen cepat-cepat selesai ini."ucap Rizel sembari kembali duduk.
"Sama aku juga."ucap Sekar.
"Bentar lagi kok,"jawab Kalila sembari melirik ponselnya.
"Kalian udah bawa perlengkapannya kan?"tanya Rizel memastikan, sembari ia pun mengecek kembali perlengkapan yang telah ia siapkan semalam.
"Aduh, kenapa harus di saat seperti ini sih,"gerutu Sekar kemudian, Sekar masih tampak mengobrak-abrik tas kecilnya.
"Kenapa? jangan bilang kamu nggak bawa pulpen."tebak Rizel, Sekar pun melihat ke Rizel dan mengangguk lemah.
"Kenapa sampai lupa sih, padahal pulpen doang yang harus dipersiapkan."ucap Risa.
"Ya udah, mending kamu beli sana ke fotokopian di lantai satu,"saran Kalila.
"Nggak keburu, udah jam segini."jawab Sekar. Mereka bertiga juga hanya memiliki satu pulpen saja.
Sekar pun menanyai anak-anak yang lain untuk meminjam pulpen. Tapi anehnya, dari sekian banyak orang, dan di saat genting seperti ini, tidak ada satu pun dari mereka yang mempunyai pulpen untuk dipinjamkan.
"Ya udah, aku nyoba ke bawah."ucap Sekar.
"Enggak ada yang mau nemenin, nih?"tanya Sekar memastikan, mereka bertiga menggeleng secara bersamaan. Sekar menghela napas dan kemudian berlari menuju ke fotokopian di lantai satu.
"Lagian kalau kita temenin, yang ada nanti kita dikira telat dan nggak dibolehin masuk. Aku nggak mau cari perkara sama dosen ini."ucap Rizel, Kalila pun mengangguk setuju.
"Lagian dia itu aneh, udah tahu ujian, kenapa sampai lupa. Keliatan nggak ada persiapan sama sekali."celetuk Risa.
"Mungkin dia udah nyiapin tapi lupa masukin ke dalam tas."jawab Rizel tidak ingin menyalahkan Sekar.
"Keliatan kok, dia nggak ada persiapan buat ujian. Belajar aja tadi pas di sini, dan nggak tau apa-apa tentang materinya, tasnya aja liat. Emang dikira mau ngemall!"ucap Risa.
"Udah nggak heran mah kalau Sekar, maklumin aja tu anak, emang suka rada aneh."Kalila menimpali. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan yang akan mereka gunakan segera terbuka, anak-anak pun berdiri bersiap masuk.
"Hubungin Sekar, bilang dosennya udah datang."ucap Risa panik. Kalila pun mencoba menghubungi Sekar, tapi tak dijawab sama sekali. Kalila pun mengirimkan pesan kepada Sekar.
"Buruan woii, dosennya udah masuk!" Sekar melihat pesan dari Kalila dan segera mempercepat langkahnya.
Sepertinya saat ini Sekar sedang sial, pertama ia memang baru belajar saat di depan kelas tadi bersama Kalila. Kedua fotocopian di lantai satu justru tutup di saat seperti ini, sehingga membuatnya mencari ke gedung sebelah yang masih terhubung dengan gedung fakultas mereka. Beruntung di sana ia bisa membeli pulpen, namun saat ini ia harus segera berlari untuk sampai ke ruang ujiannya.
"Mbak, maaf saya terlambat."ucap Sekar sembari mengatur napasnya setelah membuka ruang ujian. Seisi ruangan melirik ke arah Sekar yang baru saja membuka pintu, tentu mereka sedikit gugup dengan situasi saat ini.
"Buruan masuk."ucap dosen itu, anak-anak lain pun merasa lega, begitu juga Sekar. Sepertinya dosen itu tengah dalam suasana hati yang baik, jika tidak, habislah Sekar. Anak-anak yang ada di ruangan itu seakan berbagi rasa yang sama dengan Sekar.
Sekar segera masuk dan menuju ke depan untuk mengambil soal. Sekar berusaha bersikap sesopan mungkin, agar tidak membuat dosen itu marah. Setelah itu ia menuju ke kursi, ia masih mencoba mengatur napasnya.