webnovel

Doraemon

"Hahaha masa sih?" Prilly tertawa sambil menggeleng gelengkan kepalanya setelah mendengarkan cerita dari Amanda yang menurutnya sangat lucut.

Sementara Ariyato hanya terkekeh geli mendengar semua cerita Amanda.

Sedangkan Amanda sendiri menatap sebal kearah dua sahabatnya itu, ia baru saja menceritakan masalahnya dan bukannya membantu dua sahabatnya itu malah menertawakan nya.

"Kalian jahat sekali." ucap Amanda kesal.

"Lagian lo sok sok an banget sih jadi Playgirls." ucap Prilly.

"Bantu gue kek, gue bener bener bingung nih..."

"Sebenarnya lo cintanya sama siapa?" tanya Ariyanto menatap Amanda serius.

"Adnan, Reyhan, Dio, Ambar, Dicky, Bayu dan bla bla bla." Prilly menyebutkan deretan pemuda yang Prilly ingat saat ini menjalin hubungan kasih dengan Amanda.

Amanda mengendikan bahu sekilas lalu dengan santai membalas. "Semua."

"Lo itu masih anak SMA kelas satu." ucap Ariyanto sambil menggelengkan kepalanya bingung dengan sahabat nya yang satu itu.

"Ck, gue udah mau kelas dua."

"Emang lo yakin kalau lo bakalan naik kelas?" tanya Prilly.

"Huh." Amanda mendengus kesal lalu menatap ponselnya yang berdering menampilkan nama salah satu nama pacarnya.

"Sepertinya gue harus pergi." ucap Amanda bangkit dari sofa ruang tamu Ariyanto.

"Selamat bersenang senang." ucap Ariyanto dan Prilly bersamaan

Mereka berdua kini terdiam saling menatap karena bingung apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

"Gue punya sesuatu buat lo." ucap Ariyanto tiba tiba membuka suara dan merogoh saku celanya jeansnya.

Prilly menaikkan satu alisnya menatap Ariyanto bingung.

"Kalung." ucap Prilly bingung menatap dua kalung berdandul hati dan kunci.

Ariyanto tersenyum lalu mengangguk.

Sreetttt.

"Apa yang lo lakuin? Kembali in kalung gue." ucap Prilly saat tiba tiba Ariyanto menarik kalung berbandul Doraemon miliknya.

"Ini terlalu kekanankan buat lo, jadi lo pake ini aja." ucap Ariyanto memakaikan kalung dengan bandul kunci bertulisan Friends itu pada Prilly.

Setelah itu Ariyanto juga memamai kalung yang satunya.

"Dengan ini kita akan menjadi sahabat sehati." ucap Ariyanto nyengir lalu melemparkan kalung berbandul doraemon milik Prilly keluar rumah melalui jendela.

Prilly memutar bola matanya malas. "Jangan ngarep." ucap Prilly kesal, tapi ia juga senang dengan hadiah dari Ariyanto.

Kiss You.

êê

Ali mengepalkan tangannya hingga buku buku tangannya memutih, rahangnya mengeras melihat apa yang dilihatnya di ruang tamu rumahnya.

"Bangsat!" maki Ali kesal.

Ali berjalan keluar rumah dengan cepat saat Ariyanto dan Prilly keluar rumah. Mencari-cari sesuatu yang seharusnya milik Prilly.

Ali menggenggam kalung berbandul Doraemon yang di buang oleh Ariyanto seenak jidad.

Flasback.

"Selamat ulang tahun Prilly." ucap seorang anak lelaki kecil pada Prilly yang sedang duduk di dekat danau buatan.

Prilly menolehkan kepalanya dan langsung tersenyum senang saat melihat sabahatnya berjalan kearahnya.

"Terima kasih, aku pikir kamu tidak ingat hari ulang tahunku, Alia."

"Aku tidak akan mungkin melupakan hari terpentingmu."

"Apa itu?" tanya Prilly menunjuk kotak kecil di tangan Alia.

Alia tersenyum lalu menyerahkan kotak itu pada Prilly. Kini Alia sudah duduk di samping Prilly dengan kaki di masukkan dalam air.

"Ini hadiah ku untuk kamu."

"Wah benarkah?" ucap Prilly antusias menerima kotak itu.

Alia tersenyum memperhatikan wajah Prilly yang terlihat begitu antusias menerima hadiah darinya.

"Boleh aku buka sekarang?"

Alia mengangguk sambil tersenyum. Dengan buru buru Prilly membuka kotak itu, matanya kembali berbinar saat melihat sebuah kalung berdandul doraemon.

"Kalung."

"Maaf ya kalau jelek, hanya itu yang bisa aku beli dari uang jajanku." ucap Alia.

"Ini bagus Alia, lucu sekali aku suka." ucap Prilly senang.

"Benarkah?"

"Iya."

"Kalau begitu aku akan memakainya padamu dan aku berjanji suatu hari nanti kalau aku punya uang banyak aku akan membelikan hadiah yang lebih bagus lagi." ucap Alia.

"Terima kasih ya Alia, aku sangat menyayangimu." ucap Prilly langsung memeluk tubuh Alia.

"Aku juga sangat menyayangimu."

"Aku akan membelikan apapun untukmu saat aku punya uang banyak nanti. Kira kira kamu mau apa saja?"

"Aku ingin boneka doraemon, gitar bergambar doraemon ahh apalagi ya... Pokoknya semua itu harus berbau doraemon."

Flasback off.

"Ayah kenapa sih kok lebih memilih menjadi petani? Ayahkan kan bisa membuat usaha lain daripada petani?" tanya Prilly.

Rendy tersenyum mengusap kepala Prilly penuh sayang. Saat ini Rendy sedang bersantai dengan putri bungsunya itu di ruang tengah, dengan Prilly yang menyandarkan kepalanya di dadanya.

"Ini juga ayah sudah punya usaha sendiri sayang."

"Bukan itu maksud aku ayah! Buka usaha apa kek, masa jadi cuma jadi bos petani."

"Kenapa kamu malu punya ayah seperti ayah?" tanya Randy.

Prilly menggelengkan kepalanya. "Tidak bukan begitu ayah."

"Ayah tau, ayah hanya ingin membantu mereka yang kurang mampu secara tidak langsung, ayah bisa memberikan pekerjaan pada mereka." ucap Rendy.

Prilly hanya diam dan mencoba mencerna ucapan Ayahnya.

"Apa kamu tidak suka tinggal di pinggiran kota, jika ya. Kamu bisa ikut tinggal di kota sama nenek dan kakek. Sekolah disana, kakakmu Zaini juga setelah lulus SMA mau kuliah di kota." ucap Rendy.

Prilly menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak ayah. Aku tidak mau jauh dari ayah." ucap Prilly memeluk Rendy erat.

Kiss You.

°°°°°°°°°°

Ali memencet bel rumah Prilly berulang kali. Sedikit kesal karena tidak ada jawaban dari dalam Ali pun memencet bel rumah itu sesering mungkin.

"Siapa sih bertamu kaga sopan banget!" ucap Prilly kesal membuka pintu rumahnya.

"Hai." sapa Ali tersenyum seakan apa yang dia lakukan tadi itu tidak salah.

"Ngapain lo kesini?" tanya Prilly kesal sambil melipat tangannya di dada.

"Buat lo." Ali menyodorkan sebuket bunga mawar putih kearah Prilly.

"Lo kesambet apaan sih sampe ngasih gue bunga segala." ucap Prilly mengernyit kan dahinya bingung, namun tangannya tetap menerima bunga pemberian Ali.

"Kesambet cinta kamu." ucap Ali.

Prilly mendelik. "Gue serius!"

"Gue duarius malah."

Brak!!

Prilly menutup pintu rumahnya dengan tidak santai. Bersandar di pintu sambil memegang dadanya yang berdetak tidak karaun.

Sementara Ali diluar hanya bisa menatap pintu rumah Prilly dengan wajah bingung.

"Gue salah ya." gumamnya seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Prilly, buka dong. Gue tau lo ada di dekat pintu." teriak Ali.

"Gue ga ada kok. Ups." Prilly menutup mulutnya sendiri setelah sadar apa yang dia ucapkan.

"Terus siapa yang barusan bicara?"

"Hantu."