2 Memutuskan Pulang

Velina tidak tahu apa yang membuatnya akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Sudah setahun terakhir Velina tinggal di Chiang Rai, belajar muangthai. Hal itu tiba-tiba saja terbesit di benaknya ketika dia sedang menikmati pad thai, makanan favoritnya. ditambah kacang dan cabai kering, ah, sedap sekali!

Velina segera membuka laptopnya untuk memesan tiket pesawat, mengagetkan Jun dan Jena, yang selama ini setia mengikutinya. Jun dan Jena adalah kakak beradik kembar yatim piatu yang ditemuinya ketika dia masih belajar di Hang Zhao. Pada saat itu, ketika Velina hendak meninggalkan Hang Zhao, Jena yang saat itu berumur 9 tahun, menangis pilu.

Dulunya, ketika mereka belum bertemu dengan Velina, mereka sering di ganggu oleh teman-teman sebaya mereka.

Suatu saat, ketika Jun sedang dipukuli karena mencuri sebuah roti untuk adiknya yang kelaparan, Velina muncul untuk melerai, dan bahkan dengan tersenyum dia mengulurkan tangannya untuk membantu Jun berdiri.

Melihat Jun yang tengah memegangi sebuah roti kotor dengan ketakutan, Velina menyuruhnya membuangnya. Namun, Jun menangis, mengatakan jika roti itu untuk adiknya yang kelaparan dan sedang sakit.

Mengikuti Jun yang membawanya memasuki gang kecil dan sangat bau, hati Velina terenyuh melihat Jena yang tidur meringkuk beralaskan karton di bawah kolong jembatan. Keningnya berkerut menahan sakit.

Sejak saat itu, si kembar tinggal bersama dengannya di pemondokan tempat Velina belajar ilmu bela diri dan sampai saat ini mereka setia mengikutinya dan Velina mengadopsi mereka sebagai adik-adiknya.

Jun, yang baru saja seminggu sampai di Chiang Rai begitu dia menyelesaikan kuliahnya di universitas Grenoble di Paris, tak heran dengan tingkah dadakan si nona besar. Sementara Jena, yang sedang menikmati liburannya sebelum sidang akhir, hanya mengangkat kedua bahunya.

"Jun, kau susul aku begitu semua urusanmu selesai. terima kasih sudah mengantarkan paket ini untukku. Jena, kau selesaikan kuliahmu lalu segera susul aku ke Vanesia. aku punya kerjaan untuk kalian" Velina berkata tanpa menoleh sedikitpun pada mereka sambil terus asik memainkan laptopnya.

Tiba-tiba, ponsel Jun berbunyi, "kak, kita punya misi baru" ujarnya sambil berjalan mendekat.

"Batalkan. aku mau pulang kampung" jawabnya acuh. Sebuah misi seharga satu juta dollar pun kandas begitu saja.

Jun dan Jena saling berpandangan. Baru kali ini Velina membatalkan misi tanpa melihat isinya terlebih dahulu.

Membayangkan uang satu juta dollar yang melayang, membuat keduanya menangis tanpa air mata dan menggeleng sedih.

Dibalik wajah cantiknya yang feminin dan mempesona, siapa yang akan mengira jika pekerjaan gadis itu begitu berbahaya? senapan dan bom adalah alat musik baginya.

Ya, Velina bukan gadis biasa. Dia tumbuh dalam kekerasan. Dia sering membantu usaha pamannya yang bergerak dalam jual beli senjata ilegal dan juga biokimia.

Entah kenapa, Velina menyukai tantangan yang berbahaya seperti ini. Adrenaline yang tercipta karena pekerjaannya membuatnya bahagia. Meskipun uang ratusan juta setiap harinya akan selalu mengalir ke rekeningnya dari keuntungan banyak usahanya, dia tetap sering menerima tugas berbahaya ini hanya untuk bersenang-senang.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. itu adalah sebuah pesan dari kakaknya, 'kau dimana? dua hari lagi ulang tahun Eyang. pulanglah'.

Velina segera menepuk jidatnya sambil membelalakkan kedua matanya. "Pantas saja! pasti eyang sedang merindukan aku!". Entah bagaimana, Velina selalu merasa hubungan batin antara dirinya dan kakeknya sangat erat. Ketika dia sedang merasa sedih, kakeknya bisa tiba-tiba meneleponnya untuk menanyakan kabar.

Dengan senyum tersungging, dia memesan tiket pesawat untuk kembali pulang. Dia mengabaikan pesan dari kakaknya, karena dia ingin membuat kejutan untuk semua orang.

Dia tiba-tiba tertawa sendiri membayangkan reaksi orang serumah, apalagi kakeknya yang sering bersikap kekanakan jika mereka sedang berdua saja.

"Jun, besok tolong kau ambilkan pesananku di toko Ah Hong. Bawanya hati-hati ya, itu hadiah ulang tahun untuk eyang!" pintanya sambil menatap mata Jun lekat-lekat, seolah-olah hadiah itu adalah nyawa keduanya.

avataravatar
Next chapter