webnovel

6 6. BAB 5 : Hari Minggu Yang Menegangkan

Ayam jantan berkokok bersautan itu artinya pagi pun tiba para pembeli sudah mulai ramai berbelanja. Suasana pasar pagi ini tidak seperti biasanya, maklum saja sekarang hari minggu.

Agus dan Edi sibuk melayani pembeli yang kebanyakan Ibu-ibu, dengan cekatan mereka melayani para pembeli, dan sesekali memberikan senyuman termanisnya. Tiba tiba ponselnya Agus berdering tanpa berpikir panjang ia langsung mengambil ponselnya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya mengambil kembalian uang dan langsung memberikan kepada pembeli.

"Halo Ayu, tumben meneleponku pagi-pagi ada apa?" begitu Agus memulai berbicara dengan Ayu

"Gus, Aku pesan segelas kopi dan teh. kopinya sedikit gula ya, sepupuku tidak suka kopi terlalu manis"

"Ditunggu sebentar ya! segera aku bawakan kesana" selesai berbicara Agus memasukan ponsel ke dalam kantong celananya dan membuat pesanannya Ayu.

"Siapa yang menelepon mu gus?" Edi bertanya ke agus sambil melayani pembeli.

"Ayu Dewi"

Aku mengantar pesanan ke tempat ayu dulu ya" Agus menjawab pertanyaan Edi dan langsung bergegas berjalan menuju ke tempat ayu berjualan. Edi hanya mengangguk sambil meminum kopi dan makan pisang goreng.

"Edi" terdengar suara perempuan yang sangat alus dan tidak asing di telinganya Edi.

Edi langsung menoleh ke arah suara itu. Kunyahan mulutnya Edi tiba tiba terhenti karena melihat Ayu lestari berdiri tepat di depannya. Jantungnya berdetak kencang dan matanya tidak berkedip.

"Edi kenapa dirimu? kok kamu menatap ku seperti itu" Ayu berkata dengan rasa cemas di hatinya. "Tidak, Aku tidak apa-apa. Cuma aku kaget saja, tiba-tiba Kamu berdiri di hadapan ku" Edi berusaha berbicara dan meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. "Maafkan Aku ya sudah mengagetkan mu, He...he...he" ucap Ayu sambil tertawa kecil.

"Ayu mau beli apa?" ucap Edi sambil berjalan mendekati Ayu. "Aku mau membeli pisang goreng sepuluh ribu. Tumben kamu ikut jualan, kemana Buk Agus ?" tanya Ayu.

"Buk Agus pergi kundangan bersama Pak Agus, oleh karena itu Aku dan Agus berjualan pagi ini" Edi menjawab pertanyaan Ayu sambil menyiapkan pesanannya Ayu. "Kemana Agus, kok tidak ada dia?" tanya Ayu sambil mengambil uang sepuluh ribuan di dalam kantong celananya. "Agus sedang mengantar pesanan ke tempat Ayu Dewi. Aku tidak kenal dan Aku juga tidak tahu dimana tempat ia berjualan" ucap Edi.

"Ayu Dewi! " Ayu berkata sangat keras dan wajahnya seketika cemberut. "Kamu kenal sama Ayu dewi?" tanya Edi dengan nada yang sangat lembut. "Kenal" hanya itu yang Ayu katakan.

"Edi, Aku mau balik ketempat jualanku dulu ya"

ucap Ayu, ia langsung pergi sambil menenteng pisang goreng yang di bungkus dengan plastik berwarna merah.

Sedangkan Edi hanya diam sepatah kata pun tidak keluar dari mulutnya. Edi sangat binggung dengan sikap Ayu, kenapa ia menjadi sangat marah mendengar Agus membawakan pesanan ke tempat Ayu Dewi. "Edi, kenapa kamu benggong begitu?" tanya Agus, tiba-tiba saja Agus berdiri disebelahnya Edi. "Aku lapar Gus" ucap Edi. Ia mengalihkan pembicaraan, sebenarnya ingin sekali menceritakan tentang Ayu kepada Agus tapi Edi merasa waktunya kurang tepat.

"Beli nasi dulu sana, ini uangnya belikan juga aku ya. Aku mau mengantar pesanan ke rumahnya Radit, tadi ia menelepon ku. Untung saja kue yang Radit pesan masih ada" Agus berkata dan langsung saja ia pergi mengantarkan pesanan kue ke rumah Radit.

Tidak begitu lama sekitar dua puluh menit tiba lah Agus di rumah Radit. Radit sudah menunggu di depan rumahnya, ia berdiri di sebelah mobil yang berwarna hitam. Agus memarkir sepeda motornya di seberang jalan dan ia berjalan menuju ke tempat Radit berdiri sambil menenteng kue yang di bungkus dengan plastik berwarna putih. "Radit ini kue pesanan mu. Terimakasih ya sudah memesan kue lagi" ucap Agus sambil memberikan kue itu kepada Radit. "Aku yang harusnya berterima kasih Gus. Maaf ya Gus aku mendadak memesan kue, seharusnya kemarin aku memberitahu mu. Aku benar-benar lupa dan untungnya tadi Mamaku yang mengingatkan ku. Kue ini sepupuku yang memesan namanya Siska" begitu Radit menjelaskan kepada Agus. Ia benar-benar merasa tidak enak kepada Agus, apa lagi Radit baru mengenal Agus. Mendengar perkataan dari Radit, Agus hanya tersenyum dan berkata "Tidak apa-apa karena aku sebagai penjual harus melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya . Maaf ya Radit aku tidak bisa berlama-lama mengobrol dengan mu karena aku harus balik ke pasar sekarang" ucap Agus. "Ya gus, Aku juga mau mengantar kue ini ke rumah Siska. Ini uangnya gus" ucap Radit sambil memberikan uang kepada Agus.

Setelah Agus menerima uang dari Radit langsung saja ia berjalan menuju ke tempat Sepeda motornya dan balik ke pasar. Sedangkan Radit masuk kedalam mobilnya dan pergi mengantarkan kue kerumahnya Siska yang berada di Jimbaran. Dari Sanur menuju Jimbaran jaraknya lumayan jauh, tetapi karena sekarang hari minggu jalanan lumayan lenggang tidak seperti biasanya yang macet. Tiga puluh menit berlalu sampai lah Radit di rumah Siska. Radit memarkir mobilnya di depan rumahnya Siska, lalu ia mengambil kue yang di bungkus plastik itu dan berjalan menuju pintu gerbang rumah Siska yang terbuka.

Langsung saja ia masuk dan betapa kagetnya Radit melihat pintu rumahnya Siska terbuka dan barang-barang berserakan. Tanpa berpikir panjang ia langsung masuk kedalam rumah, terlihat televisi hancur dan perabotan berserakan. "Siska...Siska...Siska! dimana kamu?" Begitu Radit berkata sambil mencari Siska di setiap kamar di lantai bawah tetapi tidak ketemu. Lalu ia menelpon Siska tetapi ponselnya tidak aktif. Radit berusaha menenangkan dirinya dan ia berjalan menuju lantai dua, sesampainya di lantai dua kedua matanya Radit tertuju dengan sebuah ponsel yang hancur di lantai. Tiba-tiba ia mendengar suara tangisan seorang perempuan di kamar yang berada di pojok, Radit lalu berjalan mendekati kamar itu lalu ia membuka. "Siska! Apa yang kau lakukan" Radit berteriak sambil berjalan menuju ke arah Siska yang berdiri di atas kursi di bawah pintu kamar mandi dan lehernya sudah ia masukan kedalam simpul tali. Siska pun menoleh sambil memegang simpul tali itu dengan kedua tangannya. "Jangan mendekat! biarkan aku mati" ucap Siska. Radit pun mengentikan langkah kakinya, sekarang Radit betul-betul cemas dan tidak bisa berpikir, apa yang harus ia lakukan.

Radit menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan, lalu ia berkata "Siska tidak begini caranya menyelesaikan masalah, apa kamu tidak kasihan kepada kedua orang tuamu. mereka sangat menyayangi mu. Siska, aku mohon turunlah" ucap Radit sambil berjalan mendekati Siska, keringat dingin keluar di seluruh tubuhnya Radit