webnovel

Ketika Dia Pergi Sebentar

Ini bukan kisah laki-laki yang tampan dan juga kaya raya. Dengan wajah yang jelek, dan tidak mempunyai banyak uang tetapi Prasetyo juga ingin merasakan rasanya di cintai dan mencintai seseorang, bagaimana Prasetyo mendapatkan cewek yang bisa menerima wajah buruk rupanya? Prasetyo merupakan seseorang yang sudah bekerja di sebuah Perusahaan yang cukup besar, ia di sana juga sudah bekerja cukup lama. Bekerja dengan sistem shift cukup menguntungkan bagi Prsetyo sendiri. Uang demi uang ia sisihkan untuk biaya pernikahannya yang akan terjadi sekitar beberapa tahun lagi. Namun, ketika mendekati acara pernikahannya, ia bertemu dengan seorang perempuan yang bekerja dengannya atau bisa di sebut partner kerjanya. Mengerjakan pekerjaan bersama, istirahat bersama, dan sudah sering menghabiskan waktu bersama juga dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada akhirnya sempat di tegur oleh bosnya, apa yang akan di lakukan mereka berdua? Apakah yang harus di lakukan Prasetyo dalam masalah ini? Apakah akan tetap melaksanakan pernikahannya yang sudah di rencanakan jauh-jauh hari dengan kekasihnya yang bernama Devi atau malah memilih bersenang-senang dengan partner kerjanya yang bernama Mei? Ini juga bukan tentang kisah percintaan saja, tapi juga memberikan pembelajaran tentang dunia kerja yang sangat keras dan licik.

Ervantr · Realistic
Not enough ratings
279 Chs

Tebak-Tebakan

Setelah Pra pulang dari kerja sekitar pukul setengah 4 sore, ia langsung segera untuk mandi. Karena nanti sehabis maghrib Devi akan datang menemuinya, entah apa yang akan di lakulan Devi atau apa yang ingin dibicarakan Devi.

"Praa" kata Nenek yang melihat Pra menuju kamar mandi.

Langkah Pra terhenti, dan langsung berjalan merubah arahnya, "Apa?" jawabnya singkat, karena Pra sedang tergesa-gesa.

"Tumben jam segini udah mandi, mau ke mana?" tanya Nenek yang sedang membawa kertas di tangannya untuk kipas. Nenek serimg sekali membawa kertas atau barang apapun yang bisa di buat untuk mengkipasi dirinya.

"Ya sepulang kerja apa salahnya mandi?" jawab Pra dengan jengkel.

"Emang kerjamu di tempat kayak gimana? Bisa kerjanya, kan? Suka?" tanya Nenek lagi yang penasaran dengan pekerjaan Pra.

"Di tempat ac sih...." jawab Pra dengan menggaruk garuk kepalanya.

"Lah, kan nggak berkeringat kalo di tempat ac. Enak dong jadi kerjaanmu, pantes biasa-biasa aja nggak mengeluh sama sekali" tukas Nenek dengan memandangi wajah Pra yang lumayan terlihat lelah.

Karena terus di tanyai oleh Nenek, akhirnya Pra duduk di sebelahnya, "Enak kerjanya, Pra suka. Mudah di pahami juga dan teman-teman rekan kerja mereka baik semua. Tadi aja di traktir makanan"

Nenek bernapas lega ketika Pra suka dengan tempat kerjanya, "Lain kali kalo kamu sudah gajian, gantian traktir temen-temenmu. Okay? Jangan pelit-pelit ya, sisakan juga buat di tabung"

Pra mengangguk mengerti.

"Terus kalo mereka baik semua, kamu harus pintar mencari mana yang baik beneran dan mana yang baiknya pura-pura" lanjut Nenek.

Pra tidak mengerti apa yang di katakan Nenek dengan menggaruk garukan kepalanya lagi, Pra bertanya, "Maksudnya? Pra gak paham"

"Pahamin sendiri, ah! Kalo apa-apa kamu di bantu, di kasih tau, kapan kamu dewasanya? Belajar sendiri, pahamin sendiri. Mengerti?" jawab Nenek agak sewot, karena jika terus di manjakan Pra tidak mau belajar mengenai apapun. Jika Pra di buat penasaran seperti ini, maka mau tak mau Pra harus mencari tahu apa kata yang di berikan oleh Nenek.

Pra langsung saja berdiri dan kembali ke niat awalnya yaitu mandi, "Ahh, Nenek bikin tambah pekerjaan aja. Nanti aja deh gue cari tau, bikin penasaran aja!"

Pra mandi dengan waktu yang singkat, mungkin sekitar 5 menit Pra sudah keluar lagi dari kamar mandi. Pra sudah terbiasa dengan mandi yang cepat seperti ini, karena waktu sekolah masuknya jam 6 pagi dan Pra harus sudah berangkat sebelum jam 6. Bayangin mandi jam setengah 6 pagi, dengan kondisi dingin dan juga buru-buru sekolah. Itu adalah salah satu kebiasaan Pra yang sampai saat ini masih di lakukan.

Sehabis mandi, Pra ingin mengistirahatkan badannya dengan tiduran di kasurnya dengan memainkan ponsel. Pra masih terngingan-ngiang dengan perkataan Nenek tadi, akhirnya Pra mencari tahu dengan ponselnya.

Pra mencari tahu cukup lama, memahami karakter-karakternya juga. Tak hanya 1 artikel yang di baca, tapi mungkin puluhan. Karena menurut Pra ini sangat penting yang harus ia pelajari.

Enak-enak membaca dengan tiduran, lagi dan lagi selalu saja ada yang mengganggunya, "Praaa!" teriak Evan dari depan dan berlari menuju kamar Pra.

Evan sering merasa kesepian, karena kakaknya sudah tentu bermain dengan temannya. Karena Evan juga orangnya pendiam, jadi ia tidak banyak memiliki teman di sekitar rumah sini. Mungkin hanya 2-3 orang saja teman Evan. Ya, Evan kenal dengan semua anak di sini, tapi tidak begitu akrab dan cocok.

Maka dari itu, Evan selalu menghabiskan waktu bermainnya dengan Pra ataupun kakaknya.

Ketika Evan sudah sampai di kamarnya, Pra hanya menoleh ke arahnya tanpa berbicara sedikitpun.

"Gue ada tebak-tebakan, kalo lu bisa nebak jadi lu orang yang pintar!" kata Evan dengan wajah yang arogan dan juga senyam senyum sendiri.

"Tebakan apalagi?" dan buruknya Pra selalu saja menerima ajakan atau apapun yang di katakan Evan, karena Pra orangnya penasaran dan ya mau gimana lagi. Daripada kalo di tolak Evan malah nangis.

"Gajah masuk ke kulkas, kelihatan apanya? Hayo bisa jawab nggak" kata Evan dengan masih cengar cengir dan menggoyang goyangkan seluruh tubuhnya.

Bukannya serius menjawab dan memikirkan apa jawabannya, Pra malah tertawa dengan tingkah Evan yang seperti itu, "Gue gak fokus, lu malah joget terus. Sengaja ya?" tukas Pra yang kali ini sudah bangun dari tidurnya.

"Bilang aja kalo lu emang cemen, ye yee Pra cemen. Gitu aja nggak bisa jawab" kali ini lebih parah, Evan mengeluarkan lidahnya dan meledek Pra terus menerus, "Masa kalah sama bayi yang baru lahir di gang sebelah, cemen ah!" lanjut Evan.

Sungguh perkataan Evan membuat Pra jengkel, ya kali bayi bisa berpikir dan menjawab pertanyaan bodoh darinya?

Pra diam dan berpikir, "Kulkasnya nggak muat" jawab Pra ragu-ragu, karena pasti bukan jawaban yang tak masuk akal yang di berikan oleh Evan sialan ini.

"Salahh wlee wle, di bilangin lu tuh cemen kalah sama bayi!" Evan terus meledek Pra tanpa henti, dan tertawa sendiri karena jawaban Pra yang salah.

"Terus apa dong jawabannya?" tanya Pra dengan menggaruk garukkan kepalanya. Kalo sedang bingung Pra sering melakukan hal itu.

"Jawabannya adalah.... Keliatan nggak mungkin lah gajah masuk ke dalam kulkas, pikir dong. Gajah kan besar, dan ukuran kulkas tuh seberapa, Praa" Evan terus tertawa dengan menjelaskan jawabannya ke Pra.

"Alahh, gue cuman pura-pura gak tau aja tuh jawabannya. Aslinya gue udah tahu, tapi biar lu senang jadi gue jawab salah" alasan Pra yang membuat Evan diam.

"Masa iyaa??" tanya Evan, "Tapi gue gak percaya semua itu, Pra. Udah kalo salah ya salah aja hahahaa" Evan tak henti-hentinya tertawa sampai-sampai ia mengeluh perutnua kesakitan karena banyak tertawa, "Aduh, sampai sakit perut gue ketawa mulu. Lain kali gue kasih tebakan lagi, Pra. Harus bener yee!"

Pra hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, kelakuan anak kecil zaman sekarang emang nyebelin banget. Ingin rasanya memukul, tapi tak akan Pra lakukan.

Jam juga sudah menunjukkan pukul 5 sore. Sebentar lagi maghrib akan tiba, Pra segera ganti baju dan bersiap-siap untuk sholat.

Baru mau ganti baju, Evan datang lagi.

"Mau apalagi?" tukas Pra tegas.

"Enggak, gue di suruh sama Ibu. Kan kakak gue juga lagi nggak ada semua, nah lu di suruh membelikan minyak di warung yang dekatnya rumah pak RT, karena di deket sini abis minyaknya" kata Evan yang kini serius bukan candaan lagi dan memberikan uang selembar 20 ribu rupiah.

Pra mengangguk mengerti dan menerima uang itu, "Siap laksanakan komandan" jawab Pra. Pra selalu menuruti semua perkataan dari pak Sul maupun Ibu Rini, karena Pra sadar hanya menumpang di rumah ini.