webnovel

Ketika Dia Pergi Sebentar

Ini bukan kisah laki-laki yang tampan dan juga kaya raya. Dengan wajah yang jelek, dan tidak mempunyai banyak uang tetapi Prasetyo juga ingin merasakan rasanya di cintai dan mencintai seseorang, bagaimana Prasetyo mendapatkan cewek yang bisa menerima wajah buruk rupanya? Prasetyo merupakan seseorang yang sudah bekerja di sebuah Perusahaan yang cukup besar, ia di sana juga sudah bekerja cukup lama. Bekerja dengan sistem shift cukup menguntungkan bagi Prsetyo sendiri. Uang demi uang ia sisihkan untuk biaya pernikahannya yang akan terjadi sekitar beberapa tahun lagi. Namun, ketika mendekati acara pernikahannya, ia bertemu dengan seorang perempuan yang bekerja dengannya atau bisa di sebut partner kerjanya. Mengerjakan pekerjaan bersama, istirahat bersama, dan sudah sering menghabiskan waktu bersama juga dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada akhirnya sempat di tegur oleh bosnya, apa yang akan di lakukan mereka berdua? Apakah yang harus di lakukan Prasetyo dalam masalah ini? Apakah akan tetap melaksanakan pernikahannya yang sudah di rencanakan jauh-jauh hari dengan kekasihnya yang bernama Devi atau malah memilih bersenang-senang dengan partner kerjanya yang bernama Mei? Ini juga bukan tentang kisah percintaan saja, tapi juga memberikan pembelajaran tentang dunia kerja yang sangat keras dan licik.

Ervantr · Realistic
Not enough ratings
279 Chs

Mereka Semua Baik

Ketika masih bekerja, ponsel Pra bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. Karena Pra juga lagi sibuk dengan pekerjaannya, ia tak merespon getaran yang berada di saku celananya itu. Tetapi, berselang 5 menit ponsel Pra bergetar lagi kali ini getatan yang lebih banyak. Dan Pra penasaran, siapa sih yang nyari sampai banyak kayak gini? Karena juga masih sibuk, Pra juga kembali tidak meresponnya.

Tapi, berselang sebentar getaran itu terus berbunyi yang mempertandakan bahwa ada panggilan. Karena Pra penasaran, ia mengambil ponsel di sakunya. Terlihat nama dengan bertuliskan Biv, yang berarti si Devi yang menelfonnya. Pra memberikan nama Biv dari Devi yang sukaa makan steak, harusnya beef tetapi karena itu merupakan bahasa inggris dan Pra ingin menuliskannya secara Indonesia maka nama Biv lah yang di pilih.

Karena penasaran, Pra menaruh analisanya dan mengangkat teleponnya, "Haloo, kenapa? Aku masih kerja" kata Pra yang saat ini sudah duduk di kursi.

Devi lupa Pra sudah mulai masuk kerja, niat Devi adalah untuk membangunkan Pra dari tidurnya. Karena kemarin Devi kehabisan kuota untuk menelpon Pra, dan baru pagi ini mengisinya lagi.

"Oh iya sudah kerja ya, maaf aku lupa kemarin. Kuota ku juga habis" tukas Devi, karena Devi tidak enak mengganggu Pra yang bekerja ia pamit untuk mematikan teleponnya, "Yaudah, semangat kerjanya ya, nanti kalo udah sampe rumah kabarin. Aku mau ke sana kayaknya, nggak sampai malem kan pulangnya?" lanjutnya.

"Jam 3 pulang, paling jam 4 gitu sudah di rumah dan sudah mandi wangi" jawab Pra, dan di dengar oleh si Reno yang berada di dekatnya. Reno tertawa ketika mendengar kalimat sudah wangi dari Pra.

"Dari cewek lu?" tanya Reno yang sudah melihat Pra mematikan teleponnya dan memasukkan ponsel di sakunya kembali.

"Iya, katanya pengen ketemu nanti malam. Ada apa ya, tumben" Pra memikirkan itu, soalnya ketika Devi ingin bertemu selalu saja memberikan kabar sehari sebelumnya.

"Ingat Pra, jangan memainkan hati perempuan dan jangan pula boros dengan mentraktir cewek lu apapun itu setelah gajian nanti. Traktir boleh tapi sewajarnya saja ya, di tabung uangnya. Nanti kalo lu udah banyak uang dan sukses, cewek manapun akan bisa lu dapetin, bro!" kata Reno yang membuat Pra mengerti tidak usah menduga-duga kenapa Devi ingin menemuinya secara dadakan kayak gini. Hadapin saja, Pra.

Pra melanjutkan pekerjaannya kembali, sekitar pukul 9 pagi ada seorang Kakek yang sudah tua membawa kantong belanjaan yang banyak beserta kantong kresek. Siapakah Kakek itu? Kenapa berada di sini, bukankah kalo sudah Kakek seperti itu harusnya pensiun?

Ya, dialah Kakek Sani seorang yang menjual makanan, camilan, dan minuman di pabrik ini. Ia berkeliling ke semua bagian pabrik ini menawarkan apa yang ia bawa. Padahal umurnya sudah tua, tetapi masih semangat dalam berjualan.

Kakek Sani sudah lama berjualan di pabrik ini, awalnya pas masih muda dahulu Kakek Sani bekerja juga di pabrik ini sampai ia pensiun. Setelah pensiun bingung mau bekerja apalagi, dan memikirkannya. Kakek Sani mendapatkan sebuah ide untuk berjualan makanan, camilan dan minuman di pabrik, karena sewaktu bekerja tidak ada yang menjualnya. Jikalau ada pun harus pergi ke warung yang jaraknya lumayan jauh, kalo dianter ke tempat bagiannya gini kan seorang yang bekerja tak usah jauh-jauh pergi ke warung. Itu yang berada di pikirannya setelah pensiun..

Setelah menaruh apa yang ia bawa ke sebuah meja di depan laboratorium, Kakek sani duduk di sebuah kursi di sampingnya. Karyawan di sini juga sudah mengetahui kehadirannya, dan tak lama semua orang di laboratorium keluar untuk membeli makanannya.

"Pra, ayo beli makanan di luar" ajak Tegar dengan melambaikan tangannya.

Pra bingung, "Di luar mana yang di maksudkan Tegar? Apakah ia mengajak gue ke warung? Tapi di luar banyak orang bergerombol, sedang apa mereka?" batin Pra.

Pra terus mengawasinya, hingga Tegar juga ikut bergerombol di sana, "Apa yang mereka bicarakan? Sampai bergerombol seperti itu?" batin Pra, karena tidak melihat kantong belanjaan yang berisi makanan itu.

Karena tidak mau ikut campur, Pra memalingkan pandangannya lagi. Kali ini ia hanya melihat lihat ke arah laboratorium, ingin mengambil ponsel di saku, tapi Pra takut akan hal itu, "Enaknya ngapain ya sambil nunggu kayak gini, bosen ah" batin Pra.

Reno melihat hanya seorang Pra yang berada di dalam laboratorium, dan berniat mengajaknya keluar juga, "Woi Pra, lu gak mau keluar? Nih ada makanan" teriaknya.

"Oh jadi yang di sana itu ada yang jual makanan? Baru paham gue" batin Pra dan langsung berdiri dan berjalan ke arah keluar.

Setelah sampai keluar, "Nih, ambil yang lu mau apaan. Apa mau makan nasi juga ada" jelas si Reno.

Pra mengambil makanan yang berisi pisang dan coklat di dalamnya, dan langsung membayarnya.

"Kenapa cuman 1, ambil aja lagi gak papa. Kerja di sini jangan terlalu serius, ya seperti ini waktunya makan ya makan, kerja ya kerja. Santai aja, udah ambil lagi buat nanti" Reno memberikan lagi kantong belanjaan yang berisi makanan itu ke Pra.

Pra memilih milih lagi mana yang ia suka, dan ketemulah martabak. Langsung saja Pra mengambilnya 2.

Ketika mau membayar lagi, langkah Pra di hentikan oleh Reno, "Udah, biar gue yang bayar. Kan lu kerja di sini belum dapet gaji, udah sana makan duduk sana" kata Reno.

Pra menurut, "Makasih mas Reno" jawabnya dan langsung duduk di sebuah kursi di sebelah penjualnya.

Pra di tanyai oleh penjual makanannya, "Anak baru ya? Gak usah sungkan, kerja di sini ya seperti apa yang di jelaskan tadi. Enak kan? Berbeda dengan pabrik lain yang selama 8 jam harus kerja terus, di sini ya kayak gini" kata Kakek Sani dengan tertawa melihat Pra yang masih ragu dan kaku.

"Rumahnya mana, kek?" tanya Pra dengan memakan martabaknya.

"Deket sini aja" jawabnya.

"Kesini naik apa?" tanya Pra lagi, Pra seperti ingin mencari teman mengobrol. Dan satu-satunya yang tidak mengobrol dengan siapapun ya cuman Kakek Sani ini.

"Naik sepedah, muter tadi karena jalan yang dekat di tutup karena jembatannya hancur. Muter jadi 2x lebih jauh, haduhh haduh" Kakek Sani yang bercerita keluhan ke Pra.

Dengan polosnya Pra bertanya, "Apa nggak dibenahin jembatannya?"

"Gak tau, padahal hancurnya sudah lama. Tapi, sampai sekarang entah kenapa belum juga ada yang benahin, pemerintah katanya mau benahin tapi mana? Itu jembatan yang sangatt penting lho"

Pra hanya mengangguk-angguk, karena takut salah ketika menjawabnya dan juga Pra tidak mengetahui letak jembatan itu. Dasar Pra!