webnovel

Ketika Dia Pergi Sebentar

Ini bukan kisah laki-laki yang tampan dan juga kaya raya. Dengan wajah yang jelek, dan tidak mempunyai banyak uang tetapi Prasetyo juga ingin merasakan rasanya di cintai dan mencintai seseorang, bagaimana Prasetyo mendapatkan cewek yang bisa menerima wajah buruk rupanya? Prasetyo merupakan seseorang yang sudah bekerja di sebuah Perusahaan yang cukup besar, ia di sana juga sudah bekerja cukup lama. Bekerja dengan sistem shift cukup menguntungkan bagi Prsetyo sendiri. Uang demi uang ia sisihkan untuk biaya pernikahannya yang akan terjadi sekitar beberapa tahun lagi. Namun, ketika mendekati acara pernikahannya, ia bertemu dengan seorang perempuan yang bekerja dengannya atau bisa di sebut partner kerjanya. Mengerjakan pekerjaan bersama, istirahat bersama, dan sudah sering menghabiskan waktu bersama juga dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada akhirnya sempat di tegur oleh bosnya, apa yang akan di lakukan mereka berdua? Apakah yang harus di lakukan Prasetyo dalam masalah ini? Apakah akan tetap melaksanakan pernikahannya yang sudah di rencanakan jauh-jauh hari dengan kekasihnya yang bernama Devi atau malah memilih bersenang-senang dengan partner kerjanya yang bernama Mei? Ini juga bukan tentang kisah percintaan saja, tapi juga memberikan pembelajaran tentang dunia kerja yang sangat keras dan licik.

Ervantr · Realistic
Not enough ratings
279 Chs

Horror

Sudah seminggu Pra bekerja masuk pagi, yang artinya saatnya Pra berganti dari masuk pagi ke masuk malam. Pra sedikit takut, tapi keadaan membuatnya tetap berangkat bekerja, niat Pra juga janya bekerja.

Masuk malam di mulai pukul 11 dan akan pulang di pukul 7 pagi. Apakah suasana pabrik di malam hari akan sama kayak di pagi hari? Bagaimana jika mengantuk? Bagaimana jika tidak fokus bekerja karena mengantuk? Pertanyaan bertubi-tubi menghantui Pra kali ini.

Karena tak ingin mengantuk sewaktu bekerja, Pra membuat kopi sebelum berangkat untuk menahan kantuknya, "Gue bikin kopi ah yang banyak, biar kuat" batin Pra.

Pukul 9 malam tepat, Pra memasak air untuk membuat kopi. Tak tanggung-tanggung kali ini Pra membuat kopi 2 gelas berukuran besar yang jika di masukkan kedalam botol bisa satu botol penuh berukuran tanggung.

Evan pergi ke belakang karena ingin membuang air kecil, dan melihat Pra yang sibuk dengan memasak airnya, "Woi, lu ngapain?" tanya Evan dengan penasarannya.

"Lha lu lihat gue ngapain?" jawab Pra sinis.

"Berdiri?"

"Salah"

"Lah, kan gue bener lu lagi berdiri sekarang. Kok salah?" tukas Evan dengan menggaruk-garuk kepalanya.

"Kalo berdiri mah bukan sebuah kegiatan" jawab Pra yang masih terlihat sinis.

"Yeee, berdiri ya kegiatan. Duduk pun juga kegiatan, Pra. Siapa yang bodoh? Masa kalah sama anak kecil, dih" kesal Evan yang tak mau kalah jika berdebat dengan Pra.

"Ya tapi gue emang lagi ngelakuin kegiatan, ni buat kopi"

Evan melihat kedua gelas berukuran besar yang sudah di siapkan Pra di meja, Evan terkejut kenapa bisa Pra membuat kopi yang banyak dan berukuran yang besar? Apakah akan ada temannya, "Lu ngapain buat kopi banyak? Kayak apa aja" kata Evan dengan melirik ke arah depan apakah ada teman Pra atau tidak.

Setelah melihat di depan tidak ada siapa-siapa, Evan mulai penasaran lagi dengan apa yang akan di lakukan Pra. Bahkan, Evan yang tadinya kebelet sekarang sudah enggak, "Praa, di depan nggak ada tuh tamu. Lu ngapain buat kopi banyak? Mau mabuk kopi?" pertanyaan Evan yang membuat Pra semakin jengkel.

Pra memanyunkan bibirnya karena kesal dengan Evan yang terus menerus memberikan pertanyaan secara bertubi-tubi, "Cerewet ah!"

Evan mengkerutkan jidatnya, "Yaelah, gue kan cuman nanya aja. Apa salahnya nanya sih, Pra?" Evan teringat sedari tadi pagi Pra hanya di rumah saja, bukannya ia sedang bekerja masuk pagi? Karena rasa penasaran Evan menanyakannya, "Pra, lu kok gak kerja sih? Apa hari minggu memang libur?"

Pra mengaduk kopi buatannya, "Kerja di sana nggak ada liburnya, kemarin kan gue masuk pagi. Jadi sekarang gue masuk malam"

Evan mengangguk mengerti, dan tangan Evan berada di dahi untuk berpikir, "Pra, lu nggak takut kerja malam-malam? Sampai jam berapa sih? Lu aja biasanya jam segini udah molor tuh, yakin kuat?"

Pra menghadap ke arah Evan dan menatapnya malas, "Masuk jam 11, pulangnya jam 7 pagi" jawab Pra, dan kemudian ia membawa gelas yang berisi kopinya ke ruang tamu di depan.

Evan mengerti, dan langsung menuju ke tujuan awalnya yaitu ke kamar mandi.

Pada saat melewati kamarnya pak Sul, langkah Pra terhenti karena ada yang memanggilnya.

"Praa" kata lelaki yang memanggil Pra.

Pra menoleh ke arah samping, ternyata pak Sul yang memanggilnya, "Ada apa ya pak?" jawab Pra.

"Hari ini kan masuk malam, nah kamu bawa motor aja. Nanti buruan pulang ya, gantian motornya" kata pak Sul, lalu kembali ke dalam kamarnya lagi. Hari juga sudah malam, pak Sul orangnya jarang banget begadang. Kalo ada keperluan yang penting seperti jaga pos ronda, baru pak Sul begadang. Kalo tidak ada kegiata yang penting buat apa begadang?

Karena di rasa sudah cukup berbincang dengan pak Sul, Pra melanjutkan perjalanannya kembali menuju ruang tamu. Setelah berhasil menaruh 2 gelas kopinya, Pra kembali lagi untuk mengambil sebuah gitar miliknya.

Tak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat dan sekarang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Pra harus segera bersiap-siap dengan barangnya, membersihkan gelas kopinya, dan ganti baju kerjanya.

Perut Pra terasa perih ketika mau berangkat kerja, karena ia belum makan malam malah mengisi perutya dengan 2 gelas kopi.

Pra melihat jam di dinding, "Perut gue sakit banget, mana udah jam segini. Aman nggak ya? Aman lah paling, nanti sampai sana aja baru ke kamar mandi. Kalo sekarang takutnya nggak keburu" batin Pra.

Akhirnya Pra memutuskan untuk berangkat, dengan menahan sakit di perutnya. Semoga saja Pra baik-baik saja sampai tujuan, karena pegawai baru masa udah datang terlambat? Itu yang membuat Pra menahan sakit perutnya.

Setelah kurang lebih melakukan perjalanan 10 menit, kali ini berbeda dengan di pagi hari. Jalanan di malam hari nampak sepi, dan juga menguntungkan bagi Pra sendiri karena masalah perutnya tadi.

Motor sudah di parkir di tempatnya, dan Pra berjalan menuju ruangan laboratorium dengan melihat sekeliling pabrik membuat Pra yakin bahwa kerja di malam hari tidak seburuk apa yang di bayangkan. Hanya saja di malam hari terlihat begitu sepi dan mencekam, ya namanya saja malam hari.

Tetapi, waktu Pra berjalan ke arah laboratorium banyak orang yang berjalan juga. Jadi, Pra tidak ketakutan akan hal itu, hatinya terasa aman dan tentram. Karena jika sudah berada di dalam laboratorium Pra juga pasti akan bertemu dengan temanmya atau rekan kerjanya. Jadi, apa yang di takutkan bekerja di malam hari?

Pra membuka pintu laboratorium, jam juga sudah menunjukkan pukul 11 malam tetapi teman-teman Pra yang lain tak kunjung datang. Pra menunggu, satu persatu dari mereka berdatangan. Ada yang datang lebih 5 menit, bahkan ada yang datang lebih 15 menit.

"Kok berani berangkat telat seperti ini ya mereka?" batin Pra yang melihat temannya datang.

Perut Pra kembali perih, yang di mana ia harus sesegera mungkin untuk pergi ke kamar mandi. Tak mungkin jika harus menahannya sampai pulang kerja, "Gue ke kamar mandi dulu, sakit banget" pamit Pra ke salah satu temannya yang bernama Reno.

Reno hanya melirik Pra dan memberikan anggukan.

Pra terkejut karena di malam hari, lampu di kamar mandi mati. Apa yang harus di lakukan, Pra? Berada di kamar mandi dengan keadaan gelap gulita?

"Ahh sial! Kok bisa mati sih lampunya?" batin Pra yang melihat ke arah dalam kamar mandi yang super gelap.

Karena sudah tak tahan dengan sakit perutnya, Pra memaksakan masuk ke dalam kamar mandi tersebut, "Semoga aman aja deh, nggak ada gangguan apa-apa, Aamiin" batin Pra dan langsung melangkahkan kakinya.