Chapter 8
Seminggu telah berlalu sejak aku tergabung dalam klub musik bersama dengan dua orang teman kelasku yakni Yukari dan Kudo yang sekarang sudah aku panggil dengan Shinichi.
Shinichi membolehkan aku dan Yukari memanggil namanya secara langsung karena Yukari yang memintanya. Dia mengatakan agar lebih dekat sebagai sesama anggota klub musik.
Selama dua Minggu tersebut latihan band kami sudah mulai banyak kemajuan, kami bertiga sudah mulai tidak melakukan kesalahan saat bermain walaupun itu cuma aku dan Yukari saja, sedangkan Shinichi tidak melakukan kesalahan bahkan dia mengikuti tempo permainan kami berdua.
"Huaaa..."
Aku menguap saat usai pelajaran ketiga berakhir dan memasuki waktu istirahat.
"Kamu bergadang main game lagi sama adik mu itu, Ar-kun?"
"Ya, tapi bukan sama adik aku itu, aku bergadang karena bermain game online, sampai lupa waktu, saat aku lihat jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi"
Yukari hanya menggelengkan kan kepalanya sambil melihat aku.
"Tsk... membuang waktu yang tidak berguna" ujar Sakurada dengan tatapan merendahkan aku setelah mendengar alasan aku bergadang.
"Hahaha...."
Aku hanya tertawa tanpa tenaga mendengar sarkasme dari Sakurada tersebut. Untung saja aku bukanlah seorang maniak game, kalau ya pasti aku akan melawan balik perkataan dengan berkata 'game is my life'.
"Yukari, bila sudah jam istirahat sudah berakhir bangunin aku ya, aku ingin tidur sebentar"
"Okeee... selamat tidur, Ar-kun"
Aku segera merebahkan setengah tubuhku di atas meja untuk tidur dengan bantalan tiga buah buku yang aku tumpuk dalam posisi duduk seperti Kudo yang dari jam pertama sampai sekarang masih tetap tidur.
Namun baru saja aku akan memejamkan mata ada yang menggoyangkan tubuhku.
"Hei, Aira, ayo kita lihat nilai ujian"
"Aku tidak ikut, aku ngantuk dan ingin tidur, Daisuke-san"
"Oh.. ayolah...."
Daisuke masih menggoyangkan tubuhku. Aku merasa kesal dengan sikapnya tersebut. Apa dia memiliki masalah pendengaran saat ini.
Sudah aku katakan kalau aku ngantuk dan ingin tidur malah tubuhku digoyangkan. Tidak hanya itu Daisuke langsung menarik tangan aku dengan paksa.
"Kalian berdua juga ayo ikut, lihat nilai ujian bersama"
Daisuke juga mengajak Yukari dan Sakurada. Mereka berdua pun mengangguk-anggukan kepalanya singkat dan berjalan bersama kami bertiga.
Kenapa bertiga, karena aku menarik Shinichi yang membuat dia terbangun dari tidurnya.
Enak saja dia tidur dengan tenang dan nyaman sedangkan aku tersiksa seperti ini, tidak semudah itu Ferguso.
Kami berlima berjalan menuju ke papan pengumuman yang tertempel di dinding dekat tangga.
Kami semua, ralat, hanya Yukari, Sakurada dan Daisuke yang berjalan dengan penuh semangat, sedangkan aku berjalan dengan lemas, Kudo berjalan dengan stay coolnya di samping aku.
Aku melihat papan pengumuman tersebut sudah penuh dengan siswa-siswi kelas satu yang juga melihat hasil nilai ujian akhir semester mereka.
Sesampainya disana, Daisuke, Yukari dan Sakurada berusaha menerobos kerumunan tersebut agar bisa berada di depan papan pengumuman sedangkan aku dan Shinichi tidak ikut terjun ke arena perang tersebut.
Aku menyenderkan punggungku ke sebuah tiang sambil melihat arena peperangan tersebut, sedangkan Shinichi tetap menahankan stay cool sambil melihat langit dari jendela koridor lantai tiga.
Aku sempat berpikir, apa Shinichi itu memang tabiatnya seperti itu atau hanya gaya-gayaan menjadi karakter protagonis dalam novel roman remaja agar terlihat keren.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya ketiga orang itu kembali dari medan perang dengan selamat sentosa tanpa ada cedera sama sekali. Namun ada perubahan dalam ekspresi mereka bertiga setelah pulang dari perang.
"Aku tidak akan terima hal ini!!!" Ujar Sakurada yang langsung berjalan meninggalkan kami semua sedangkan Yukari melihat aku dan mengucapkan selamat, lalu mengejar Sakurada.
Aku bingung dan bertanya pada Daisuke yang masih berada di hadapanku.
"Hei apa yang terjadi? Ada apa dengan mereka berdua?"
"Kalian berdua monster"
"Eeeeeeee...apa maksudmu? Aku tidak mengerti, jelaskan padaku?"
"Kenapa... kenapa kalian bisa memiliki nilai tertinggi, Kudo-san, kamu yang kerjanya tidur mengapa bisa mendapatkan nilai setinggi itu dan kamu Aira-san, sebagai orang luar negeri dan sudah ketinggalan 2 bulan kenapa bisa juga mendapatkan nilai monster seperti itu"
"Apa maksudmu? Aku masih tidak mengerti..."
"Cih... masih berpura-pura, mati aja sana!!!"
Daisuke langsung berjalan meninggalkan kami berdua yang masih bingung. Aku menatap Shinichi yang hanya mengangkat kedua bahunya.
Aku yang merasa penasaran terpaksa terjun medan perang yang orangnya sudah tidak terlalu banyak tapi masih berdesakan agar bisa berada di depan.
Sesampai di depan papan pengumuman aku langsung melihat kertas yang menempel di papan tersebut yang tertulis nama kelas dan hasil nilai.
Saat aku melihat tersebut, akhirnya aku mengerti kenapa mereka merasa kesal. Aku melihat nama aku berada di nomor satu dengan nilai 495 sedangkan Shinichi berada di bawah aku dengan nilai 490, hanya selisih lima dari nilai aku.
Aku hanya menghela nafas dan kembali ke belakang kerumunan tersebut.
"Ayo... kita kembali ke kelas"
Aku mengajak Shinichi untuk kembali ke kelas. Sesampai di kelas aku langsung duduk di kursi aku dan Shinichi juga duduk di kursinya, tapi kali ini dia tidak langsung tidur.
"Hei, Ar-kun, Shinichi-san, kenapa kalian bisa mendapatkan nilai tinggi seperti itu" tanya Yukari.
"Ya, bagaimana kalian berdua bisa mendapatkan nilai tinggi seperti itu? padahal saat ujian berlangsung kalian hanya tidur" ujar Sakurada.
Aku sedikit merasa sakit saat dikatakan seperti itu oleh Sakurada. Memang aku dan Shinichi tidur saat ujian berlangsung tapi itu karena aku sudah menjawab semua dalam waktu 20 menit sedangkan si Shinichi lebih gila dia langsung tidur lebih cepat dari aku, mungkin 10 atau 15 menit.
Walaupun yang dikatakan juga benar tapi aku juga belajar, tapi itu juga hanya berlangsung sebentar karena Mia langsung mengajak aku bermain game sampai tengah malam.
Aku juga baru sadar sekarang, aku tidak pernah melihat Mia belajar di rumah, kerjaan cuma main game bersama aku terus menerus kalau gak ya baca komik ataupun nonton film dorama. Aku harus menasehatinya agar nilainya tidak hancur.
"Apa kalian berdua mencontek saat ujian berlangsung?"
"Hei, itu tuduhan tanpa bukti, aku tidak akan melakukan hal serendah itu"
Shinichi juga menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Terus bagaimana kalian bisa menjawab soal-soal itu?"
"Ya aku hanya menjawabnya dan setelah itu tidur, kan soal ujiannya mudah-mudah, kenapa kalian membutuhkan waktu lama untuk menjawabnya?"
Shinichi kembali menganggukkan kepalanya berkali-kali setelah aku mengatakan hal itu.
Aku merasa heran kenapa dia sangat pelit sekali mengeluarkan suara, apa sampai segitunya dia memerankan tokoh protagonis stay cool.
"Tidak mungkin, soal itu mudah? ada yang salah dengan otak kalian berdua dan itu ujian sebanyak 50 soal dan kalian berdua menjawabnya dengan singkat, apa kalian berdua dewa?" ujar Sakurada.
"Aku bukan dewa, hanya manusia biasa saja, bila kalian belajar tentu akan menganggap soal ujian itu sangat mudah"
Shinichi kembali menganggukkan kepalanya lagi. Setidaknya kamu bicara juga jangan hanya menganggukkan kepala saja.
Saat kami sedang berbicara, seseorang di pintu kelas bagian depan ada yang memanggil nama aku dan Shinichi.
"Apa disini ada yang bernama Aira Syahputra dan Kudo Shinichi?"
Aku langsung berdiri dan orang yang memanggil aku tersebut adalah seorang perempuan dengan rambut hitam sebahu dengan tubuh yang ramping dan tinggi seperti seorang model internasional.
Perempuan itu langsung mendekati aku.
"Apa kamu Aira Syahputra-san?"
"Ya..dan ini adalah Kudo Shinichi"
Aku menujuk ke Shinichi yang hanya menganggukkan kepalanya singkat.
Setidaknya dia harus berbicara saat seperti ini jangan hanya menganggukkan kepalanya saja dan kenapa juga aku menjadi perwakilan suaranya untuk mengenalkan dirinya pada perempuan di hadapan aku ini.
"Sehabis pelajaran usai, kalian diminta untuk hadir ke ruang dewan siswa, itu saja yang saya sampaikan, sampai jumpa disana"
Perempuan itu langsung berbalik meninggalkan aku yang kebingungan dan Yukari menanyakan aku tentang hal tersebut, tapi aku tidak bisa memberikan jawaban karena aku juga bingung.
Jam 16.05 waktu Jepang.
Aku dan Shinichi berjalan bersama menuju ke ruang dewan siswa. Kami berdua...tidak, aku ralat, hanya aku yang merasa bingung sedangkan Shinichi berjalan dengan santai dan gaya stay cool masih diaktifkan olehnya.
Sesampainya di depan ruang dewan siswa aku langsung menghela nafas panjang.
Ini adalah kedua kalinya aku datang ke tempat ini dan entah kenapa aku selalu gugup saat berada di depan ruangan ini.
Aku langsung mengetuk pintu tersebut dan ada orang yang menyahut memberikan ijin kami untuk masuk.
Saat aku membuka pintu tersebut udara dingin langsung terasa oleh kulit aku. Aku melihat di dalam ruangan tersebut sudah banyak orang, berbeda saat aku datang pertama kali disini.
"Permisi, saya Aira Syahputra dan Kudo Shinichi katanya dipanggil untuk datang ke ruangan ini"
"Ah ya, silahkan masuk dan duduk di tempat yang kosong" ujar Kudo senpai, ketua dewan siswa sekaligus kakak dari Shinichi.
Kami berdua langsung duduk berdampingan dan melihat ke arah Kudo senpai.
"Baiklah, sepertinya semuanya sudah kumpul, kalian semua pasti sudah tahu alasan kalian dipanggil disini"
Semuanya menganggukkan kepalanya kecuali aku dan Shinichi yang masih belum mengerti.
"Ah, kalian berdua belum tahu ya? itu wajar karena kalian masih kelas satu. sebenarnya ini sudah disampaikan saat orientasi siswa saat itu, tapi karena kalian berdua tidak ada saat itu maka akan saya jelaskan lagi"
Aku menganggukkan kepalaku secara singkat begitu juga dengan Shinichi.
"Baiklah, sekolah Saitama ini memiliki sistem yang berbeda dari sekolah lainnya. Di sekolah ini bagi siswa yang memiliki nilai tertinggi akan dimasukkan ke dalam sebuah kelompok yang bernama top star dan itu berjumlah 6 orang, lalu..."
Kudo-senpai terus menjelaskan pada kami berdua yang mana siswa top star tersebut diambil dari rangking 1dan 2 setiap tingkatan kelas.
Siswa yang masuk top star akan diberikan hak istimewa, yakni melakukan apa saja yang mereka sukai selama itu tidak melanggar hukum negara.
Mereka bisa tidak ikut pelajaran, terlambat, tidak memakai seragam sesuai aturan dan lainnya. Intinya mereka bisa melakukan hal yang mereka sukai selama itu tidak melanggar hukum negara Jepang.
Tidak ada yang bisa melarang mereka melakukan hal tersebut walaupun itu kepala sekolah sekalipun, namun bila mereka sudah keluar dari anggota top star, otomatis akan menjadi siswa biasa lagi.
Dalam anggota top star ini juga terdapat rangking di dalamnya yang dimulai dari tertinggi yakni start one sampai terendah yakni star six.
Bagi yang mendapatkan rangking star one maka akan diberikan hak yang lebih istimewa lagi, yakni memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan atau memberikan hukuman pada siswa ataupun sensei.
Namun hal itu dilakukan dalam sebuah pertemuan yang dihadiri kepala sekolah, pengurus perwakilan orang tua siswa, dan tiga anggota top star untuk membahas pengeluaran tersebut dan nantinya akan diambilkan voting apakah dikeluarkan atau hanya diberikan hukuman atau bebas sama sekali.
Intinya star one hanya bisa meminta diadakan sebuah pertemuan pada kepala sekolah dan pengurus wakil orang tua siswa.
"Itu saja, sisanya nanti kalian juga tahu sendiri, sekarang adalah penentuan peringkat di antara kita dengan mengerjakan soal sebanyak 100 dalam waktu 1 jam"
Kudo-senpai langsung meminta sekretarisnya, Suzuki, siswa kelas dua yang pernah menyatakan perasaannya pada aku.
Dia membagi semua kertas soal tersebut satu persatu dari ketua dewan siswa sampai aku yang terakhir.
"Baik, silahkan dimulai dari sekarang"
Suzuki langsung menekan stopwatch dan kami semua langsung mengerjakan soal tersebut.
Sekitar 30 menit berlalu, aku akhirnya selesai mengerjakan semua soal tersebut begitu juga Shinichi yang sudah selesai dalam waktu selisih sekitar 3 menit setelah aku.
Dia langsung tidur menunggu semuanya selesai dan aku juga ikut tidur karena masih merasa mengantuk akibat begadang semalaman.
"Selamat tidur"
Satu jam berlalu, aku terbangun dari dunia mimpi saat ada yang menepuk punggungku.
"Aira-san, tolong berikan kertas soal dan jawabannya, waktu sudah habis"
"Eh...ah...ya...ini Suzuki-senpai"
Aku langsung memberikan kertas soal dan jawaban pada sekertaris Kudo-senpai tersebut. Aku adalah orang terakhir yang menyerahkan kertas tersebut.
Setelah semuanya dikumpulkan, ketua dewan siswa meminta kami untuk hadir lagi di ruangan ini esok hari setelah jam pelajaran berakhir karena penentuan peringkat top star akan diumumkan saat hari itu juga.
Aku dan Shinichi langsung keluar dari ruang dewan siswa bersama dengan yang lainnya. Kami langsung turun ke lantai dasar untuk keluar dari gedung sekolah dan menuju ke rumah masing-masing.
Saat tiba di depan pintu gerbang sekolah aku melihat dua orang gadis sedang berdiri disana dan aku mengenalnya.
"Yukari, Sakurada-san, apa yang kalian lakukan disini"
"Ah.. Ar-kun, kami menunggu kalian untuk pulang bersama"
"Ralat... hanya Yukari-chan yang menunggu dan aku dipaksa menemaninya, jadi jangan salah sangka"
Sakurada terlihat membuang muka sambil melipat tangannya di bawah dada yang menonjol dari balutan seragamnya.
Aku berpikir apakah Sakurada adalah tipe tsundere seperti di anime-anime itu? Baru pertama kalinya aku melihat tipe ini secara langsung.
Kami berempat segera melangkahkan kaki menuju seberang jalan setelah lampu hijau penyebrangan menyala. Yukari berjalan sambil menuntun sepedanya.
"Ne...ne...ada apa kalian dipanggil ke ruang presiden siswa tadi?" Yukari membuka obrolan pertama.
"Ohh.. itu...kami berdua dimasukkan kedalam anggota top star"
"Eeeeeeee....!!!!"
Yukari dan Sakurada terlihat terkejut mendengar aku mengatakan hal seperti itu.
"Top star itu kan kumpulan siswa yang diberikan hak istimewa sebagai hadiah dari sekolah karena mendapatkan nilai tinggi"
"Ya, Kudo-senpai mengatakan hal seperti itu"
"Ke-kenapa kalian bisa masuk ke....ah..aku lupa kalian berdua adalah rangking satu dan dua di tingkatan kelas satu" ujar Sakurada yang masih tidak terima hasil ujian tersebut.
"Selamat, Ar-kun, Shinichi-kun, kita perlu merayakan hal ini, bagaimana kalau makan okonomiyaki, aku tahu tempat yang enak di dekat sini"
Kami berempat langsung menuju ke tempat penjual okonomiyaki yang dikatakan oleh Yukari.
Kami hanya berjalan sekitar 10 menit dari sekolah dan itu juga searah jalan pulang kami.
"Permisi...."
Yukari membuka pintu geser warung tersebut. Kami berempat langsung masuk dan aku melihat warung ini lumayan ramai sampai aku tidak melihat ada tempat yang kosong, semuanya terisi.
Interior warung ini juga terlihat sederhana, sebuah ruangan seluas sekitar 10x10 meter.
Mejanya juga tersusun dalam bentuk L dengan menempel pada dinding, mengikuti bentuk kitchen dan bar yang menyatu dan bisa dilihat secara langsung.
Pada dinding juga ada sebuah kuil kecil yang bisa digunakan untuk berdoa bagi orang Jepang.
Selain itu juga ada nama menu yang tertulis dalam huruf Jepang pada sebuah kayu yang menempel di dinding sebelah kanan.
"Selamat datang, ah... Yukari-san, ayo masuk"
"Aku hari ini membawa teman-teman aku, ojisan"
"Ya, aku dapat melihatnya, ayo silahkan masuk"
Saat itu ada tempat yang baru saja ditinggalkan oleh pengunjung warung tersebut, kami berempat langsung menuju ke tempat tersebut.
Setelah kami duduk, seorang pelayan perempuan yang mungkin masih mahasiswi, memakai celemek biru dan ikat kain kepala datang untuk membersihkan tempat yang kami duduk sekaligus menanyakan pesanan kami.
"Aku, pesan seperti biasa, Yuki-neesan, kalian bertiga" ujar Yukari.
"Aku okonomiyaki daging" ujar Sakurada
"Aku okonomiyaki dan Shoyu ramen" ujar Shinichi.
Sedangkan aku ingin memesan okonomiyaki daging seperti Sakurada, namun hal itu dicegah oleh Yukari karena dagingnya adalah daging babi.
Aku lupa kalau disini adalah Jepang, biasanya aku memang selalu memesan okonomiyaki daging di Indonesia karena dagingnya dari ayam atau sapi.
Aku langsung mengganti memesan okonomiyaki seafood.
"Okee... mohon ditunggu..."
Si pelayan oneesan itu langsung pergi setelah mencatat pesanan kami dan selesai membersihkan meja yang kami tempati.
"Untung saja, terima kasih, Yukari, telah peringati aku"
"Sama-sama"
Aku melihat Yukari melengkungkan bibirnya dan saat dia seperti itu terlihat sangat manis dan imut.
"Kamu tidak bisa makan daging babi, Aira-san?" Tanya Sakurada.
"Tidak, ada pantangan dalam agama yang aku ikuti, salah satunya daging babi"
"Ohhh... repot juga kalau gitu, di sini kan kebanyakan makanan dengan daging babi karena itu murah daripada daging ayam dan sapi"
"Ya begitulah, aku bila makan daging diluar harus melihat nama tempat tersebut ataupun menanyakan pada penjualnya apakah itu daging babi atau bukan dan tadi aku lupa akan hal itu"
Sakurada dan Shinichi menganggukkan kepalanya.
"Ehh.. tunggu dulu, di sekolah kan kebanyakan menunya memakai daging babi, bagaimana kamu makan di sekolah?"
"Ohh... kalau itu, aku hanya makan nasi kare saja dan bila bosan aku tinggal membawa bekal dari rumah"
"Ya...bekal yang dibuat oleh Ar-kun sangat enak, aku sampai ketagihan memakannya"
Yukari terlihat sangat senang mengingat memakan bekal yang aku buat begitu juga dengan Shinichi yang juga pernah memakannya.
"Eeee...kamu bisa masak, Aira-san?, Tidak aku sangka, aku kira kamu hanya seorang otaku game"
Hei itu menyangkitkan dan aku bukan otaku game tapi hanya penyuka game saja, dan jangan memandang aku dengan ekspresi tidak percaya seperti itu.
"Ya, bisa dikatakan ini adalah hobi, dulu orang tua aku sering pergi ke luar negeri karena menjadi relawan internasional sehingga aku ditinggal sendirian, jadi mau tidak mau aku harus bisa masak untuk bertahan, sekaligus menghemat uang"
"Ohhhh..eh...tunggu... tadi katamu 'dulu' emang sekarang kemana orang tua kamu?"
"Mereka sudah meninggal dunia saat dalam perjalanan bulan madu karena pesawat yang mereka naik mengalami kerusakan mesin dan jatuh ke laut"
"Ehh... maaf kan aku"
Aku melihat Sakurada menjadi merasa tidak enak setelah mengetahui orang tua aku meninggal dunia.
"Tidak apa, itu sudah takdir mereka berdua dan lagipula mereka juga sedang bulan madu abadi di alam sana, mungkin aku akan memiliki banyak adik saat berkumpul lagi dengan mereka berdua, hehehe"
Beberapa saat kemudian pesanan kami pun tiba dan kami menyantap hidangan kami masing-masing.
Memang bentul yang dikatakan oleh Yukari, okonomiyaki disini memang enak.
Aku akan menjadikan tempat ini sebagai tempat yang akan aku kunjungi saat ingin makan okonomiyaki.
Setelah menyantap makanan tersebut dan aku yang menjadi bos alias membayar makanan kami semua walaupun itu ditolak oleh mereka.
Namun aku memaksa karena ini adalah pertama kalinya aku makan bersama teman-teman baru aku di luar sekolah.
Kami berempat kembali berjalan menuju ke arah rumah masing-masing. Sakurada dan Shinichi berpisah dengan aku dan Yukari saat di perempatan. Rumah Sakurada dan Shinichi ternyata searah.
Aku dan Yukari mulai menaiki sepeda dan kali ini aku yang mengayuh sepedanya sedangkan Yukari duduk di belakang.
Aku mengayuh dengan santai tidak terburu-buru menikmati angin yang berhembus, entah kenapa terasa hangat di malam hari ini.
Hanya dalam waktu sekejap kami sampai di depan rumah Yukari dan aku langsung pamit padanya berjalan beberapa kilometer lagi ke rumah aku.
"Aku pulang..."
"Selamat datang, Ar-niichan, ayo main... Ar-niichan bawa apa??"
"Oh..ini aku bawa okonomiyaki untuk semua, tante Miyuki dan om Hiro ada dirumah kan?"
"Yeee... okonomiyaki, Mia suka, Mama ada tapi papa tidak pulang malam ini karena ada piket jaga malam di rumah sakit"
"Ohh.. kalau gitu ney bawah ke meja makan dan kita makan bersama, aku ganti pakaian dulu"
Mia langsung mengambil sekantung plastik yang berisi okonomiyaki tersebut dengan senang dan membawanya ke meja makan.
Setelah berganti pakaian aku langsung turun kebawah untuk makan malam bersama dengan tambahan lauk okonomiyaki.
Selesai makan seperti biasa, Mia mengajak aku untuk bermain game sampai tengah malam dan dia juga tertidur sambil tetap memegang stick game, sehingga aku menggendongnya untuk dibawa ke kamarnya.
Ney bocah tidak berubah juga sikapnya, semoga saja saat masuk SMA dia tidak seperti ini lagi.
Aku langsung masuk ke dalam kamarku setelah meletakkan Mia di tempat tidurnya.
Saat akan memejamkan mata aku teringat sesuatu.
"Ah iya, aku lupa menasehati Mia untuk belajar bukan main game terus, ah sudahlah, dia juga sudah besar, jadi pasti sadar sendiri"
Aku langsung memejamkan mataku untuk masuk ke dalam dunia mimpi.