webnovel

Kesatria Mawar

Gulzar Heer, awalnya adalah bayi terbuang yang ditemukan Farzam, panglima tertinggi pasukan Kerajaan Arion di Lembah Kematian. Dia memutuskan merawatnya dan menjadikan Gulzar Heer kesatria terkuat meskipun berjenis kelamin perempuan. Dari kecil, Gulzar Heer dididik dengan keras. Dia bahkan menguasai berbagai teknik berpedang sejak usia sepuluh tahun. Gulzar Heer berteman baik dengan Pangeran Fayruza yang bagaikan malaikat. Dia juga berkali-kali menyelamatkan nyawa Fayruza dari pembunuh bayaran kiriman Pangeran Ardavan. Pangeran pertama itu memang tega membunuh saudara-saudaranya demi kekuasaan. Didikan Farzam membuahkan hasil, Gulzar Heer benar-benar bersinar dan selalu berhasil memenangkan perang. Raja Faryzan sebenarnya ingin mewariskan tahta kepada Pangeran Fayruza yang merakyat, tapi adat turun temurun tidak bisa diubah. Pangeran Ardavan yang serakah dan haus darah harus dinobatkan sebagai putra mahkota. Namun, Pangeran Fayruza sebenarnya malah merasa lega karena dia diam-diam jatuh hati pada Gulzar Heer. Jika menjadi putra mahkota, dia tidak akan bisa menjadikan gadis pujaan hati wanita satu-satunya. Suatu hari, Atashanoush, raja dari Kerajaan Asytar menculik paksa putri kesayangan Raja Faryzan, Putri Arezha. Raja lalim ini terkenal suka mengumpulkan selir untuk disiksa. Perang pun pecah. Apakah Kerajaan Arion berhasil merebut kembali Putri Arezha? Bagaimana dengan kisah cinta Gulzar Heer dan Pangeran Fayruza? Rahasia besar apa yang menunggu Gulzar Heer di Kerajaan Asytar?

Puziyuuri · Fantasy
Not enough ratings
102 Chs

Bagian 24

“Owee ... owe ....”

Tangisan bayi menyemarakkan pagi. Kerajaan Asytar tengah bersuka cita dengan kelahiran putri mahkota Kerajaan Asytar. Raja Atashanoush menatap haru sambil mengusap kepala yang mungil. Sementara Ratu Daria segera memberikan air susu untuk sang putri.

"Minumlah yang banyak, Sayang," bisiknya.

Bayi perempuan itu menyedot kuat sari-sari kehidupan dari sang ibu. Sementara tangan mungilnya mengenggam kuat telunjuk sang ayah.

“Dia cantik sekali sepertimu, Daria. Kalian benar-benar mirip,” gumam Raja Atashanoush dengan mata tak lepas dari bayi kecil mereka.

“Tapi, warna mata dan rambutnya persis sepertimu, Atash.” Daria menjawil pipi bayinya, membuat makhluk mungil membuka mata dan berhenti menyusu.

“Apa kamu sudah punya nama untuknya, Atash?” tanyanya lagi.

“Tentu saja, Daria. Aku bahkan sudah memikirkannya sejak lama.”

Raja Atashanoush mengambil alih bayi dalam gendongan Ratu Daria. Dia menciumi pipi gembul. Aroma khas menelusup hidup, terasa menyegarkan. Bayi mungil bergerak-gerak lucu dan menggemaskan, menerbitkan senyuman di sudut bibir sang raja.

“Hai, putriku yang cantik, namamu Farahnoush, supaya kamu menjadi gadis yang ceria dan selalu bahagia,” cetusnya seraya menjawil pipi si bayi.

Bayi mungil tertawa. Wajah Raja Atashanoush semakin semringah. Dia kembali menciumi pipi putrinya dengan gemas.

“Lihatlah, Daria, dia suka nama yang kuberikan! Kau harus siap-siap cemburu, Daria! Sepertinya, dia akan lebih sayang pada ayahnya ini!” seru sang raja riang, terasa sedikit kekanak-kanakan.

Daria terkekeh mendengarnya. Dia tak yakin dengan ucapan sang suami karena justru lelaki tampan itulah yang sangat pencemburu. Raja Atashanoush terus menimang-nimang Bayi Farahnoush. Bibirnya menggumam pelan, seolah menyenandungkan lagu untuk sang putri.

“Putri ayah yang paling cantik nomor dua sedunia,” cetusnya.

Ratu Daria mendelik.

“Kenapa nomor dua, Atash? Seharusnya, putri kita nomor satu!” protesnya.

Raja Atashanoush mendadak mendaratkan kecupan di kening sang istri. “Kamulah yang nomor satu, ratuku. Karena kamu yang paling cantik, Sayang,” bisiknya.

Pipi Ratu Daria seketika bersemu. Dia mencubit Raja Atashanoush. Sang suami malah semakin semangat menggoda.

“Atash, jangan menggodaku!"

"AKu tidak mau, Daria. Aku akan terus menggodamu, belahan jiwaku." Raja Atashanous menatap mesra ratunya.

"Apa kau tahu berapa kali aku jatuh cinta berulang kali padamu?"

"Atash! Sudah! Sud–”

Wusshh

Angin kencang menerpa. Kabut hitam pekat masuk dari jendela, lalu menjelma menjadi Ghumaysa. Dia tersenyum sinis.

“Rupanya, kalian sedang bahagia sekali. Tenang saja, aku akan membuat tawa kalian hari ini menjadi air mata.”

Ghumaysa tiba-tiba mengarahkan tangan pada bayi dalam gendongan. Bayangan hitam merambat di udara sebelum menyelimuti tubuh mungil. Raja Atashanoush mendelik tajam. Jemarinya sudah mengenggam kuat gagang pedang.

“Apa yang kau lakukan pada putri kami, hah?” bentaknya.

Ghumaysa menyeringai.

“Aku hanya mengutuk bayi kalian. Saat dewasa nanti, dia akan membunuh ayahnya sendiri ha ha ha.”

“Keterlaluan kamu, Ghumaysa!” jerit Ratu Daria dengan suara bergetar hebat.

Raja Atashanoush menyerahkan bayi kepada Ratu Daria. Dia menghunus pedang dan melompat cepat ke arah Ghumaysa. Namun, sang adik ipar hanya tersenyum licik sebelum menjelma kembali menjadi kabut hitam, lalu raib terbawa angin.

***

Waktu berlalu dengan cepat. Rumor bergulir bagaikan bola panas yang membakar. Kutukan sang putri membawa teror dan keresahan di seluruh negeri. Meskipun Raja Atashanoush dingin dan terkenal kejam kepada kerajaan lain, keadilannya dalam mengayomi dan menyejahterakan rakyat, membuatnya dicintai. Ramalan kematian sang raja menjadi momok tersendiri, hingga tuntutan hukuman mati pada bayi tak berdosa mulai merebak. Bahkan, beberapa orang nekat berkali-kali mencoba menghabisi nyawa Putri Farahnoush.

Akibatnya, Ratu Daria dilanda ketakutan. Dia hampir tak pernah tidur dan terus mendekap bayinya. Namun, semalam lelah membuat wanita itu sangat lelap. Saat terbangun, kenyataan pahit menghantam. Putri Farahnoush sudah tidak ada dalam dekapan.

“Di mana putriku? Di mana Farah?” jeritnya histeris.

Ratu Daria bangkit dari tempat tidur. Sorot mata beriris keperakan begitu nyalang. Dia mendekati kepala pelayan, lalu mencengkeram lengan wanita tua itu hingga berdarah.

"Katakan, di mana Farah?" desisnya tajam.

Awalnya, si kepala pelayan tak mau buka mulut. Namun, Ratu Daria semakin mengintimidasi. Tangis wanita tua itu pun pecah. Dia bersimpuh terlebih dulu sebelum mulai bicara dengan terbata-terbata.

“Ma-ma-afkan kami, Yang Mulia Ratu! Maafkan kami! Kami ....”

Seluruh pelayan dalam kamar bersujud dan terisak. Kepala pelayan menceritakan semuanya dengan suara bergetar dan diselingi isak tangis. Kenyataan pahit seketika menampar sang ratu. Ya, Putri Farahnoush sudah dibuang di Lembah Kematian oleh Raja Atashanoush. Tubuh Ratu Daria langsung lemas. Orang dewasa saja belum tentu bisa selamat jika tersesat di lembah terkutuk itu, apalagi bayi yang tak berdaya.

Sejenak dia tergugu sebelum menjerit histeris, “Tidak! Tidak! Kalian membohongiku! Tidak mungkin Atash tega membuang bayi kami!”

“Kami mohon maaf, Yang Mulia Ratu.”

Para pelayan terus meminta maaf. Namun, Ratu Daria hanya bergeming.Pikirannya masih belum bisa menerima kabar buruk tersebut. Dia tahu benar, Raja Atashanoush sangat menyayangi putri semata wayang mereka.

Ratu Daria tiba-tiba bangkit dan melakukan teleportasi ke Lembah Mawar. Tempat itu membawa banyak kenangan, salah satu bukti cinta Raja Atashanoush. Sang raja bahkan rela menanam sendiri tangkai demi tangkai bunga mawar.

Ratu Daria terduduk lemas, lalu terisak dan larut dalam kesedihan. Akibatnya, dia menjadi tidak waspada. Sekelebat bayangan hitam perlahan merasuki tubuhnya.

Sebuah bisikan bergema di telinga, “Atashanoush sudah tidak mencintaimu lagi, dia sudah bosan denganmu.”

“Tidak!”

“Apa lagi kalau bukan benci? Dia sampai tak sudi punya anak darimu dan membunuhnya.”

“Itu tidak benar. Atash pasti punya alasan. Mungkin saja ....”

"Kamu hanya mencari-cari alasan ha ha ha."

Ratu Daria menggeleng kuat berkali-kali. Dia juga memukul-mukul telinga sendiri. Namun, bisikan-bisikan itu tak kunjung berhenti, bahkan semakin gencar menekan mentalnya.

“Bukankah lebih baik kamu mati saja menyusul putrimu?”

Ratu Daria berhenti memberontak. Tatapannya menjadi hampa. “Apakah lebih baik begitu?”

“Tentu saja, dengan begitu, Atashanoush bisa lebih bahagia dengan wanita yang benar-benar dicintainya. Selama ini, kamu sudah menjadi beban berat baginya.”

“Aku beban ....”

“Iya, kamu beban maka matilah sekarang.”

“Baik.”

Belati dengan gagang berukiran mawar tiba-tiba tergeletak di pangkuan Ratu Daria. Dia meraihnya dengan tatapan kosong. Satu tusukan telak pada jantung menyemburkan darah ke udara. Mawar-mawar putih kini penuh dengan bercak merah berbau anyir. Ratu Daria terkulai lemas, hingga akhirnya mengembuskan napas terakhir.

Bayangan hitam keluar dari tubuhnya, lalu membentuk sesosok wanita dengan perlahan. Putri Arezha yang tengah menyaksikan kejadian itu lewat kemampuannya membangkitkan masa lalu menggeram.

Meskipun sudah tidak mengejutkan, perbuatan kotor Ghumaysa yang tengah disaksikannya kini membakar dada.

“Dasar adik durhaka!” umpatnya. Rasa ingin menjambak seseorang meluap-luap, tetapi tangan yang hangat menariknya ke belakang.

“Aaaa!”

***