3 Kau Harus Bersamaku Di Kamar Ini

Saga semakin kesal karena pernyataan Lizzy yang berani. Dia melepas cengkraman di lengannya untuk berpindah mencengkram bahu Lizzy. Suasana tegang terasa di antara keduanya, mereka juga masih tak sadar bahwa mata mereka telah lama bertentangan.

"Paman," ucapan dari seorang anak laki-laki menyadarkan keduanya. Saga segera mendorong jauh Lizzy dan menghampiri bocah laki-laki itu sementara Lizzy mencebik kesal, dia geram pada Saga yang dari tadi mendorongnya tiba-tiba.

Mulutnya otomatis berdecak melihat warna kemerahan di pergelangan tangannya akibat cengkraman Saga. Dia kembali melotot pada Saga yang memusatkan perhatian pada si anak laki-laki dan berlalu pergi tanpa memberitahunya untuk kedua kali.

"Lisa, Saga mana?" tanya Bunda Saga ketika melihat bahwa hanya menantunya yang datang. Lizzy melirik sekilas pada Bunda lalu kembali memusatkan perhatian pada makanan yang di depannya.

"Nanti juga dia akan datang." balasnya lambat masih memikirkan bagaimana sikap Saga ketika memperlakukannya. Lizzy sakit hati dan tak mau membicarakan pria brengsek tersebut. Tak lama, Saga datang dengan menggandeng keponakannya yang masih kecil dan ikut makan siang bersama.

Awalnya tak ada pembicaraan yang terjadi, namun kemudian Ayah Saga berdehem sebentar. "Saga," Saga menatap Ayahnya langsung setelah namanya dipanggil.

"Kapan kau bulan madu bersama Lisa, Ayah dan Bunda tak sabar ingin gendong cucu dari kamu!" pinta Ayah Saga blak-blakan.

"Uhuk!!" Semua mata memandang Lizzy yang kini terbatuk-batuk. Bunda segera mengambil minuman dan menyodorkannya pada Lizzy sementara Saga yang melihat kejadian itu memutar matanya bosan, apa Lisa senang mendengar berita tersebut sehingga dia ceroboh seperti ini?

Faktanya, Lizzy sangat terkejut dengan permintaan Ayah Saga yang secara terang-terangan. Dia baru saja mengenal Saga dan keluarganya, tiba-tiba sudah diminta sama orang tuanya Saga untuk berbulan madu?

Hei! Dia bukan Lisa dan sudah jelas kalau dia bukan istrinya. Memikirkan kalau dia akan tinggal sekamar dengan Saga dan melakukan hal yang bukan-bukan membuat bulu kuduk Lizzy merinding. Entah kenapa Lizzy merasa agak menyesal dengan rencananya ini.

"Ayah, aku sedang sibuk bekerja!" sahut Saga menolak permintaan sang Ayah. Ayah Saga menghela napas lalu kemudian mendelik pada Saga.

"Saga, ini sudah 2 tahun. Sudah 2 tahun kalian menikah tapi belum dikaruniai seorang anak, tidak bisakah kau berpikir untuk menyempurnakan keluarga kecilmu?!" Saga melirik pada Lizzy yang sekarang sudah tenang.

'Aku tak akan membuat keluarga kecil bersama dia, itu sebabnya aku tak pernah menyentuh dia dan sampai kapanpun, aku tak akan mau tinggal bersama dengannya selamanya!' desis Saga jengkel.

Ingin rasanya mengatakan bahwa dia tak mau hidup bersama Lisa, Saga ingin mencaci maki perempuan yang sama sekali bukan tipenya itu di depan keluarga namun jika dia melakukan hal itu, tak ubahnya dia mencari mati sendiri.

Semua orang pasti akan bersimpati pada Lisa dan sudah pasti dia akan disingkirkan oleh Ayahnya. "Ayah biarkan saja Saga bekerja tolong jangan memaksanya!" itu bukan suara Bunda tapi Lisa.

Ayah Saga menatap simpati pada Lisa. "Tapi Lisa.."

"Ayah, tak apa-apa. Aku yakin kita punya waktu ke depannya." Ayah Saga menghela napas lalu tersenyum kepada Lizzy .

"Baiklah Ayah tak akan memaksa Saga lagi." Lizzy hanya memasang senyum tipis dan mengucapkan terima kasih.

💘💘💘💘

Malam tiba, setelah makan siang itu Lizzy tak bertemu dengan Saga. Pria itu bilang dia ada urusan di luar dan sudah pergi setelah makan siang, dia belum kembali bahkan setelah makan malam jadi Lizzy menyimpulkan dia pasti bersama dengan kekasihnya sekarang.

Tapi Lizzy peduli apa? rencananya hanya membuat Saga jatuh dalam kondisi terbaiknya sama seperti yang dilakukannya pada Lisa. Untuk urusan pribadi, Lizzy tak akan ikut campur hanya saja jika Saga berani melakukan sesuatu kepadanya dia juga tak akan segan untuk bertindak.

Suara pintu terbuka mengejutkan Lizzy, matanya langsung tertuju pada pintu di mana pria dengan setelan jas masih setia berdiri di sana dengan mimik muka datarnya. Saga terkejut melihat Lizzy berada di kamarnya setahunya Lisa bukanlah wanita yang berani masuk ke dalam kamarnya.

"Kenapa kau masuk ke dalam kamarku? Apa tak ada kamar lain apa yang bisa kau tempati?" suara jengkel terdengar jelas namun Lizzy menanggapinya dengan santai.

"Kita ini suami istri kenapa aku harus menempati kamar lain? Ranjang di kamar ini juga besar." Saga mencebik kesal, dia lalu mengambil sebuah koper lalu memasukkan barang-barangnya.

"Kau mau kemana?" tanya Lizzy heran dengan sikap Saga.

"Tentu saja untuk ke kamar lain, aku tak mau tinggal sekamar denganmu." Lizzy mendengus ketika nada jijik dipakai oleh Saga dalam perkataannya.

"Memangnya ini kamar hotel apa yang bisa kau tukar kamar apa?!" protes Lizzy. Saga memandang Lizzy dengan tatapan kesal.

"Justru karena ini bukan hotel aku bisa mencari kamar dengan mudah, ini rumah Ayahku." sahutnya tak mau mengalah. Setelah selesai berkemas, Saga lalu menurunkan koper tersebut untuk menggiringnya keluar.

"Apa kau tak khawatir kalau salah satu anggota keluargamu melihat? Bagaimana coba kalau Ayah dan Ibumu tahu tentang pernikahan kita yang diambang kehancuran?" Saga kembali memandang Lizzy tapi dengan raut wajah tenang menandakan dia sedang berpikir.

"Aku tidak akan menceritakan hal itu tapi biarkan aku keluar dari kamar ini!"

"Tidak!" potong Lizzy cepat dengan mata hitamnya yang kelam mengkilat.

"Ayah dan Ibu akan curiga sekali tahu kalau kita tak ingin satu kamar jadi, mau tak mau, suka tak suka kau harus berada di kamar ini bersamaku. Selamat malam." Lizzy membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya untuk tidur.

Saga mendecih kesal dan memandang jengkel pada Lizzy. Bisa-bisanya dia memerintah Saga Pranaja! Tapi perkataan Lizzy ada benarnya juga, dia harus berada di kamar ini jika tidak keluarganya akan curiga. 'Terpaksa deh tapi tak apa-apa.' desis batin Saga.

avataravatar
Next chapter