webnovel

#4 Siapa itu Reva? (2)

Wanita berambut pendek bernama Reva itu terus saja melangkahkan kakinya dengan tegas menuju mobil setelah melihat Sachie dan Bagas keluar dari minimarket. Tak ada kata-kata apapun yang terucap dari mulutnya.

Suasana selama di perjalanan menjadi terasa kaku. Bukan hanya Reva, Bagas pun bahkan tidak berbicara sedikitpun. Sachie jadi salah tingkah. Meskipun saat itu posisi duduk Reva berada didepan, namun Sachie merasa Reva selalu mengawasi gerak-geriknya.

Rasanya ingin segera sampai saja, tak ada moment menyenangkan didalam mobil. Rasa rindu yang selama ini menggunung, sama sekali tak terungkapkan dengan klimaks. Malah ada rasa jengkel didalam hati Sachie. Jengkel kenapa harus ada wanita ini? Menghancurkan semua perasaan rindu yang sejak lama ia simpan.

"Baik, kita sudah sampai." Tiba-tiba Bagas mengucapkan kata-kata seraya turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Sachie.

"Kita mau kemana Gas?" Tanya Sachie bingung, karena tidak ada rencana apapun sebelumnya.

Disini Sachie hanya melihat sebuah rumah besar, sebesar istana-istana kerajaan di India. Dengan nuansa cat berwarna putih emas, dan patung-patung ala Eropa disekelilingnya.

"Ya inilah rumahku. Selama ini kamu belum pernah tau dimana rumahku kan? Kamu hanya tau rumah tanteku saja. " Jawab Bagas sambil menggenggam tangan Sachie.

Sungguh diluar dugaan dan tak pernah terfikirkan oleh Sachie, akhirnya Bagas membawanya kerumah mewahnya. Memang selama ini hanya tante Bagas yang tahu hubungan mereka. Tante Bagas menyetujui hubungan mereka dan selalu memberikan semangat agar Sachie terus bertahan dengan Bagas.

Perasaan jengkel Sachie pun kini menghilang, berbalik rasa bahagia bercampur takut. Sachie takut mendapat respon tidak enak dari kedua orangtua Bagas. Dan ia takut kehilangan Bagas kalau sampai itu terjadi.

"Ayo kita masuk." Ajak Bagas sambil berjalan menuju pintu. Disusul Reva dibelakangnya.

Entah kenapa Reva terlihat sama sekali tidak canggung berada disitu. Sepertinya Reva sudah sangat sering masuk kerumah Bagas. Lagi-lagi cemburu mendatangi fikiran Sachie. Padahal mereka sudah lama berpacaran, tapi baru kali ini ia tahu dimana rumah Bagas.

Pintu rumah pun dibuka. Begitu terkejutnya Sachie melihat isi rumah Bagas yang serba mewah. Sofa seperti kerajaan, lukisan-lukisan megah, guci-guci besar, semua berada di ruangan itu. Belum lagi tangga besar melingkar ditengahnya.

Sachie berjalan perlahan melihat-lihat figura foto yang tergantung di dinding-dinding ruangan. Disitu terdapat foto orangtua Bagas. Cantik dan tampan, ayah dan ibu Bagas memang pasangan yang sangat serasi. Dua-duanya terlihat sangat berwibawa.

Lalu ada juga foto-foto Bagas sedari kecil hingga dewasa. Lucu, tak ada perubahan drastis. Bagas memang tampan sejak lahir.

Saat sedang fokus melihat foto-foto itu, terdengar suara langkah kaki menuruni tangga.

"Bunda!" Seru seorang wanita dambil berlari mendekati sosok itu.

Sachie pun membalikan badan ingin segera tahu siapa orang itu. Dan betapa terlukanya hati Sachie, melihat Reva berlari memeluk seorang wanita cantik yang sempat ia lihat di foto yang terpajang didinding.

Iya, wanita itu adalah ibu Bagas. Dan Reva berlari memeluk ibu Bagas. Sudah sedekat itukah hubungan mereka? Siapa itu Reva? Apakah hanya sebatas saudara sepupu Bagas? Ataukah wanita yang juga istimewa dihati Bagas dan keluarganya?

||

"Reva, Bagas. Akhirnya kalian sampai rumah juga." Ibu Bagas menyambut pelukan Reva dengan bahagia.

Tiba-tiba pandangan ibu Bagas tertuju pada Sachie yang sejak tadi melongo memandanginya.

"Siapa gadis ini?" Tanya ibu Bagas sambil menghampiri Sachie dengan wajah heran.

"Dia teman kuliahku dulu bunda. Namanya Sachie." Jawaban Bagas seketika menghancurkan hati Sachie.

"Teman kuliah? Hanya sebatas teman kuliah? Hanya itu?" Rasanya Sachie ingin langsung melontarkan pertanyaan itu didepan ibunya Bagas. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Mulutnya terasa terkunci.

"Iya tante, saya teman kuliah Bagas. Nama saya Sachie. Salam kenal." Sapa Sachie menanggapi pertanyaan ibu Bagas tadi.

Berat rasanya mengeluarkan kata-kata itu, kalau bisa berlari mungkin ia akan langsung berlari meninggalkan rumah Bagas. Tapi ia masih memikirkan bagaimana nanti hubungannya dengan Bagas kalau ia tiba-tiba meninggalkan tempat itu dan meninggalkan kesan buruk didepan ibunya Bagas.

Perkenalan pun berlanjut di ruang makan. Saat itu para pelayan Bagas sudah mempersiapkan berbagai macam makanan enak, karena sudah tahu kalau Bagas akan pulang.

Sachie duduk tepat berhadapan dengan ibu Bagas, sedangkan Bagas berhadapan dengan Reva.

Suasana makan siang itu terasa sangat kaku. Sachie takut salah bicara kalau harus memulai topik pembicaraan. Sedangkan yang lainnya terlihat sibuk dengan makanan mereka.

"Oh iya, Sachie. Apa pekerjaan orangtuamu?"

Pertanyaan ibu Bagas membuat Sachie berhenti mengunyah makanannya. Bahkan nyaris tersedak. Ia pun segera mengambil segelas air yang ada dihadapannya dan langsung meminumnya.

"Ayah saya seorang pegawai swasta di perusahaan asing. Dan ibu tidak bekerja, beliau mengurus rumahtangga." Jawab Sachie setelah meneguk minumannya.

Seketika ibu Bagas memandangi wajah Bagas dengan sedikit melotot, namun kembali tersenyum ramah. Memang sejak awal berkenalan, ibu Bagas selalu mengeluarkan senyuman yang ramah dan mempesona. Terlihat begitu berwibawa dan berpendidikan.

"Baiklah Reva, kita sudah selesai makan. Ayo ikut bunda kehalaman belakang. Kamu pasti ingin segera melihat bunga-bunga yang waktu itu kamu tanam sudah mekar dan cantik."

Tak ada kelanjutan dari pertanyaan ibu Bagas. Ia malah langsung mengajak Reva kehalaman belakang dan begitu saja pergi meninggalkan Sachie dan Bagas diruang makan.

"Siapa Reva?" Tanya Sachie sedikit membentak setelah Reva dan ibu Bagas sudah tidak berada diruangan itu.

"Kan aku sudah bilang, dia itu asistenku." Jawab Bagas tegas sambil meletakan sendok dan garpu yang sedang ia gunakan.

"Kamu bohong, mana mungkin seorang asisten pekerjaan memanggil ibumu bunda? Lalu bunga yang ia tanam, maksudnya apa?" Emosi Sachie kini memuncak. Tangannya bergetar hebat, airmatanya mengalir tak dapat ditahan.

Sachie pun berjalan meninggalkan ruang makan itu sambil mengusap airmata. Yang ia inginkan saat ini hanyalah pergi dari tempat itu.

"Tunggu, kamu mau kemana?" Bagas mengejar Sachie dan menahan langkahnya. Digenggamnya lengan Sachie dengan erat.

"Lepas! Sebelum kamu bisa menjelaskan siapa dia, gak usah mencariku!" Sachie melepaskan cengkraman Bagas dan berlari menuju pintu keluar.

Ia berlari sekencang-kencangnya. Berharap ini semua hanya mimpi buruk. Airmatanya kini mengalir semakin deras. Sesak yang ia rasakan. Hingga tak tahu akan kemana langkah kakinya membawanya pergi. Yang ia tahu, Bagas sudah membodohinya. Seperti sengaja mempermalukannya didepan Reva dan ibunya.

Makin sedih kan ceritanya. Ayooo tunggu lagi kelanjutannya yaa...