webnovel

Dipaksa Bercerai

"Segera tandatangani surat perceraian ini sekarang juga!" perintah Lauren dengan suara keras.

"Ta-tapi, Ma. Aku sangat mencintai Mas Zafran. Tolong jangan lakukan ini pada kami, Ma," mohon wanita bermanik coklat dengan wajah memelas.

Buliran bening membasahi wajah saat Dera dipaksa untuk menandatangani surat perceraian yang sama sekali tidak dia inginkan. Wanita itu begitu mencintai suami yang sudah menikah dengannya selama dua tahun.

"Mas Zafran, tolong bujuk Mama," mohon Dera sambil menggenggam tangan sang suami.

Zafran adalah satu-satunya harapan agar rumah tangga mereka bisa bertahan. Pria yang baru saja bisa hidup normal setelah mengalami kecacatan, sekarang hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya terlihat datar, tidak menunjukkan ekspresi ketika melihat istrinya menangis tersedu-sedu.

"Ma, Mas Zafran juga tidak ingin ada perceraian ini. Aku yakin, Ma." Dera berusaha untuk meyakinkan Lauren, mama mertua yang selama dua tahun bersikap baik padanya.

"Kenapa kau bisa begitu yakin? Hah? Zafran menikah denganmu agar ada yang merawatnya. Bukan karena cinta. Sekarang dia sudah bisa berjalan normal dan kau sudah tidak dibutuhkan lagi di sini!"

Ucapan yang sangat menyakitkan keluar begitu saja dari mulut Lauren. Dia tidak peduli dengan perjuangan Dera agar Zafran bisa sembuh.

Dera harus mengubur mimpinya untuk menjadi seorang dokter spesialis demi bisa merawat Zafran. Dia melakukan semua dengan ikhlas, meskipun sampai sekarang dirinya masih belum pernah menerima kebutuhan batin seperti istri lain di luar sana.

"Mas Zafran, semua yang dikatakan Mama bohong, 'kan?" tanya Dera.

"Ucapan Mama benar, Dera. Aku tidak pernah mencintaimu dan kau hanya kumanfaatkan saja!" jawab Zafran dengan tegas.

"Tidak. Semua ini pasti berbohong. Beberapa hari ini sebelum Mas Zafran tidur, pasti selalu berkata kalau Mas mencintaiku. Apa yang sedang terjadi, Mas? Kumohon, jujurlah," pinta Dera sambil berdiri. Dia menghampiri suaminya dan berlutut, memohon agar menarik semua ucapan itu.

"Kalau aku ada salah, katakan saja. Jangan seperti ini," lanjut Dera dengan air mata yang semakin deras.

"Jangan pernah sentuh tubuhku, Dera. Aku menikah denganmu hanya terpaksa. Sekarang aku sudah kembali normal dan akan mencari perempuan yang lebih layak untuk kujadikan seorang istri!" bentak Zafran, menarik kakinya dengan kasar.

Dera berdiri, menatap sang suami dengan tatapan tidak percaya. Dia meneliti wajah datar itu, berharap menemukan setitik kebohongan di sana. Namun, Dera kembali menelan pil pahit karena sorot mata suaminya begitu jujur.

"Lebih baik sekarang kau tandatangani saja surat itu dan segera keluar dari rumah ini. Untuk kompensasi atas pekerjaanmu selama ini, aku sudah menyiapkan sebuah rumah dan uang tiga ratus juta agar kau bisa bertahan hidup," ucap Zafran seraya meletakkan kunci rumah dan selembar cek di depan Dera.

Dera menggigit bibir bawah, menggenggam kuat pulpen yang sedari tadi berada di tangannya. Dunia seketika hancur saat satu orang pun tidak ada mendukungnya. Dia menelan ludah getir karena harga diri yang telah jatuh di depan Zafran dan mama mertuanya.

Sakit! Perih! Hancur! Semua dirasakan oleh Dera sekarang. Semua usaha dan kebaikannya terlupakan begitu saja.

"Tunggu apa lagi?" bentak Lauren dengan wajah tidak sabar.

Dera melirik pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya. Pria itu tampak biasa saja dan tidak ada rasa bersalah yang ditunjukkan.

"Baiklah, kalau memang ini yang kalian inginkan dariku," ucap Dera kembali duduk di kursinya.

Dera menyeka air mata sebelum menorehkan tanda tangan di atas kertas. Tangannya bergetar, tapi dia berusaha untuk tetap kuat. "Lakukan sekarang juga, Dera. Semakin lama berada di sini, kau akan semakin terluka," batinnya memperingati diri sendiri.

Setelah beberapa menit mengumpulkan kekuatan, akhirnya Dera membubuhkan goresan di atas namanya yang telah diketik oleh kuasa hukum keluarga Zafran.

Deg!

Detak jantung Zafran terpacu dengan cepat. Dia mengepalkan tangan di bawah meja dan wajahnya berubah menjadi sendu. Hari ini dia sudah bercerai dengan perempuan yang telah menghabiskan waktu untuk merawatnya.

"Maafkan aku, Dera," ucapnya di dalam hati. Dia mengalihkan pandangan dari wanita itu.

"Dari tadi, kek. Aku tidak perlu marah-marah kalau kamu langsung mengikuti kemauan kami. Gitu aja kok susah? Sekarang kamu pergi dari sini. Jangan lupa bawa kunci dan ceknya. Kami masih memiliki hati dan tidak ingin berutang budi padamu," ucap Lauren dengan nada mengejek.

Dera berdiri dari duduknya. Meraih cek yang baru saja diberikan oleh Zafran, tapi tidak menyentuh kunci rumah yang juga diberikan untuknya.

"Aku rasa, aku hanya membutuhkan ini. Aku tidak ingin kalian tahu keberadaanku lagi dan uang ini akan kugunakan sebaik mungkin agar bisa mengembalikan berkali-kali lipat," ucap Dera.

"Beraninya kau ...." Lauren tidak terima dengan ucapan Dera yang dianggapnya menghina. Dia ingin memberikan tamparan pada wanita itu.

"Jangan kotori tangan Anda dengan menampar saya, Nyonya," gertak Dera sambil menepis tangan Lauren dengan kasar.

Dera menatap tajam pria yang baru saja menjadi mantan suaminya. "Aku benar-benar menyesal menikah denganmu setelah lulus menjadi seorang dokter. Seandainya dulu mimpi itu kulanjutkan, hidupku pasti sangat bahagia dan tidak akan direndahkan seperti ini," kecamnya.

Ribuan ton batu bagai menghantam dada Zafran saat mendengar ucapan penuh penyesalan dari mulut Dera, tapi dia mencoba untuk tetap tenang, seolah perkataan wanita itu tidak berarti apa-apa.

Gadis itu membalikkan badan, meninggalkan rumah dengan membawa luka yang begitu dalam. Dia tidak pernah menyangka janji suci yang dulu mereka ucapkan dalam ikatan pernikahan berakhir setelah Zafran kembali membaik seperti semula.

Setelah beberapa tahun menjalin hubungan tanpa restu karena Dera hanya anak yatim piatu yang besar di panti asuhan, Zafran mengalami kecelakaan parah dan menyebabkan kakinya tidak bisa digerakkan. Kabar baiknya, dia bisa sembuh jika dilakukan terapi secara teratur.

Sejak saat itu, orang tua Zafran merestui dan mendesak agar mereka segera menikah. Dera yang baru lulus kedokteran awalnya ingin menolak, tapi atas desakan dan rasa cinta yang begitu besar terhadap sang kekasih, membuat dia akhirnya setuju.

Dera dengan sabar melakukan terapi untuk suaminya, Dia juga ikhlas setiap kali Zafran marah tanpa alasan yang jelas dan selalu menguatkanbya saat putus asa karena kakinya tidak sembuh-sembuh.

"Lihatlah kelakuan istrimu itu. Berani-beraninya dia merendahkan keluarga kita seperti tadi. Emang dia siapa?" ketus Lauren dengan wajah kesal setelah Dera hilang dari pandangan.

"Sudah, Ma. Dera telah pergi dan keinginan Mama juga sudah terpenuhi, 'kan? Apa lagi yang Mama inginkan?" tanya Zafran dengan wajah dingin.

"Kau membela dia? Ingat apa perjanjian kita Zafran. Jadi, jangan pernah berniat untuk mencarinya lagi!" ancam Lauren.

"Terserah Mama aja. Aku capek, Ma."

Zafran ingin mengakhiri perdebatan mereka. Dia bangkit dari duduknya dan berniat pergi meninggalkan sang mama yang masih terus marah-marah.

"Tunggu sebentar!" Lauren menahan langkah Zafran.

"Apa lagi, Ma?"

"Kau belum tanda tangan di sini. Cepat, biar Mama serahkan kembali pada kuasa hukum kita," suruh Lauren.

Darah pria itu berdesir sampai ke ubun-ubun. Jika dia juga menorehkan tanda tangan di atas kertas itu, maka pernikahan mereka akan benar-benar telah berakhir.

"Tunggu apa lagi? Kau masih menginginkan wanita itu? Agar tahu apa yang harus Mama dilakukan?" tanya Lauren masih tetap mengancam.

Zafran terpaksa mengambil pulpen yang digunakan oleh Dera tadi. Pria itu membubuhkan tanda tangan seperti permintaan sang mama.

Jantung Zafran berdetak cepat saat goresan tinta tanda perpisahan sudah selesai dilukisnya. Matanya berkabut dan segera pergi dari hadapan Lauren.

"Maafkan aku, Dera," ucap Zafran sambil membuka pintu kamar.

Ruangan itu terasa sangat sepi. Dera biasa menyambutnya dengan senyum hangat setiap kali masuk masuk ke dalam. Pelukan dan kecupan lembut selalu dia terima setiap hari dari sang istri. Sekarang itu hanya kenangan manis dan mungkin tidak akan bisa kembali lagi seperti semula.