webnovel

Katerina

Katerina adalah mantan anak nakal yang ingin menjadi guru di sekolah. Simak tahun pertamanya menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah SMP Swasta di Bandung, lalu tahun keduanya saat menjadi guru wali satu kelas badung. PS: Ini cerita lama yang saya tulis tahun 2003, waktu itu belum banyak orang yang menggunakan ponsel dan internet juga tidak semaju sekarang. Mohon dimaafkan bila masih sangat banyak kekurangannya. :) PPS: Untuk yang membaca "Katerina" dan belum membaca dua novel saya yang lain, silakan dibaca ya. Lebih seru lho, karena masih segar dan baru ditulis. ** The Alchemists (ada versi asli Indonesia dan versi terjemahan Inggrisnya) ** Ludwina & Andrea ------------------ Follow FB Page "Missrealitybites" untuk ngobrol dengan saya tentang novel-novel saya: 1. The Alchemists 2. Ludwina & Andrea 3. Katerina 4. Glass Heart : Kojiro - Nana 5. 1912-1932 6. Altair & Vega 7. Kisah dari Kerajaan Air 8. Emma Stardust (Finding Stardust)

Missrealitybites · Urban
Not enough ratings
48 Chs

Tiga Pengacau Sekolah

"Kamu mau masuk klub apa, Kat?" tanya Denny keesokan harinya. "Kamu nggak mungkin bertahan hidup di sekolah kalo nggak bergaul, dan cara terbaik adalah masuk klub."

"Di sini ada klub drama, nggak?" tanya Katerina cepat. Ia mengangkat bahu saat Denny menggeleng. Ia sudah menduganya. "Klub yang lain males, ah... Biar aja nggak punya teman. Kan ada kamu..."

Kalimat terakhirnya diucapkan dengan gaya manja yang membuat Denny tersenyum.

"Kalau ikut kegiatan OSIS?"

"Nggak suka politik."

"Klub seni?"

"Sama aja."

"Ya, udah...dukung aku dalam pemilihan ketua OSIS semester depan, aku bakal bikin program yang berhubungan dengan drama."

"Boleh."

Denny menepati janjinya untuk membawakan makan siang juga bagi Katerina yang diterima gadis itu dengan senang hati. Mereka makan bersama di dalam kelas saat istirahat tiba.

"Mama kamu baik banget, ya, bikinin bekal setiap hari seperti ini."

"Soalnya aku selalu di sekolah sampai sore." kata Denny.

"Aku juga ingin tetap di sekolah sampai sore, males pulang.." kata Katerina pelan. "Kalo di rumah bawaannya bertengkar mulu sama Mama..."

Denny tidak bertanya sama sekali dan hal itu melegakan Katerina.

Tiba-tiba terdengar suara riuh dari arah lapangan yang membuat keduanya tertarik.

"Ada apa, ya?"

Keduanya melihat dari jendela tetapi karena tidak jelas mereka pun pergi keluar.

Di lapangan, dekat tiang bendera, tampak 3 anak laki-laki berpakaian seenaknya berdiri acuh tak acuh. Banyak murid yang berkerumun di sekitar mereka dan berkasak-kusuk.

"Oh, mereka lagi..." hanya itu komentar Denny. Katerina menoleh.

"Lagi? Mereka sering dihukum seperti itu?"

"Sangat. Sampai rasanya kebal sama hukuman purba seperti ini."

"Mereka nakal sekali?"

Denny tersenyum dan anehnya malah menggeleng. "Menurutku, sih nggak... entah, ya kalau menurut guru-guru..."

Ia menunjuk ketiga anak itu dengan dagunya. "Mereka itu anak-anak nakal yang terkenal dari kelas 2. Yang berdiri paling ujung dan nyembunyiin teh kotak barusan—yang dikasih diam-diam sama ceweknya—namanya Raja, anak dari berbagai klub olahraga dan playboy, jangan sampai kamu mau dirayu sama dia. Berikutnya, yang di tengah dan ketawa terus adalah Chris, biang keonaran terbaik yang pernah kutahu...kalau saja Rio, yang di sebelahnya, bukan sahabatnya sejak kecil pasti tak akan mau diajak terlibat hal-hal beginian, dia terlalu serius."

Katerina ingat bahwa 3 orang itulah yang kemarin mengejeknya di depan gerbang. Rupanya mereka memang bukan orang baik-baik.

"Hari ini mereka dihukum karena apa?" tanya Katerina pada Sari, teman sekelasnya yang tampak memandangi ketiga penjahat itu dengan pandangan kasihan.

"Katanya, sih, kemarin mobil Bu Ani dikempesin pake paku...dia pikir pastilah pelakunya mereka karena kemarin mereka diusir dari kelasnya. Mereka dihukum seperti ini biar mengaku, soalnya Bu Ani nggak punya bukti." Sari menatap salah satu penjahat itu dengan sendu. "Dasar jahat. Rio nggak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu."

Katerina memutar bola matanya meremehkan. Dasar cewek, pikirnya malas.

Saat di dalam kelas Katerina tak menyimak pelajaran sama sekali. Ia melihat bahwa 3 anak itu masih saja dihukum di lapangan. Demikian terus sampai bel demi bel berdentang.

Mereka tampak mulai kepayahan di jam terakhir karena udara sangat panas dan melelahkan untuk terus berdiri di bawah terik mentari tanpa beristirahat atau minum.

Katerina tahu mereka tak kan mau mengakui sesuatu yang tidak mereka lakukan dan akan terus bertahan semampu mereka. Memikirkan hal itu rasanya ia malu pada dirinya sendiri, karena membiarkan orang lain menanggung akibat dari perbuatannya.

Ia menyikut Denny yang duduk di sebelahnya dan keduanya memandang adegan di lapangan dengan penuh perhatian. Tampak Chris yang berdiri di tengah memegangi dadanya, mungkin karena kelelahan, sementara Raja sudah bermandi keringat. Tetapi Rio lenyap.

"Mereka menyerah..." kata Denny pelan. "Rio barusan pergi untuk mengaku."

Rio datang lagi dengan wakil kepala sekolah yang menarik Raja dan Chris ke kantornya dengan jeweran di telinga mereka.