webnovel

Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 4)

Rangga khusus menangani peralatan dan perlengkapan komunikasi. Oleh sebab itu, ia yang mengurus publikasi dan perizinan jalan. Sementara Bisma khusus menangani peralatan dan perlengkapan pendakian. Prayoga yang sedang berdiri di kaki tebing, dicek peralatan dan perlengkapannya oleh kedua orang itu.

"Tes, tes, tes! Jelas kedengaran suaraku, Bang? Kamera di helm Abang jelas terlihat dari sini!"

Rangga berulang kali mencobakan peralatan komunikasi yang sudah terpasang. Kedua tangannya sibuk menyetel amplitudo dan resonansi pemancar suara. Kamera yang di pasang di helm Prayoga pun diputar ke kanan kiri.

"Jelas, Rangga. Udah tersambung ke Mitha?"

Mendengar itu, Prayoga kemudian bertanya. Alat yang dipasang di helm mendakinya, bekerja dengan baik. Suara terdengar dengan jelas dari speaker yang dipasang dari helm ke telinga.

"Tunggu, Bang. Belum diangkat oleh Kak Mitha," jawab Rangga melalui peralatan sambungan suara.

Bisma dengan lincah memasang karamantel yang telah terulur panjang di tanah. Piton dan deskender yang telah dimasukkan ke dalam tas yang dikaitkan erat di pinggang Prayoga, dipisahkan dengan hammer dan kantung kapur.

Prayoga tidak mengenakan baju. Ia mendaki hanya untuk survey lokasi dan alur. Selain itu, udara yang sangat panas di area Shiprock itu, membuatnya cukup kegerahan.

"Semua siap, Bisma?"

Prayoga berdiri memandang ke arah Rangga dan Bisma. Satu tangannya memegang karang di tebing. Satu kakinya terangkat memijak sebuah tonjolan karang. Ia bersiap-siap hendak naik.

"Udah siap, Bang!" seru Bisma sambil beranjak mundur memegang karamantel.

"Bang, tunggu! Telepon masuk. Ada sambungan dari Kak Mitha!" teriak Rangga.

Prayoga yang sedang berancang-ancang, menurunkan satu kakinya yang telah diinjakkan ke karang di dasar tebing. Ia menoleh ke arah Rangga sambil mendekatkan gagang microphone ke mulut.

"Halo, Sayang. Aku baru beresin kamar, maaf. Mo mulai daki nih?" tanya Paramitha di ujung sambungan telepon.

Prayoga tersenyum mendengar itu. Jari jempol diacungkan ke arah Rangga dan Bisma yang berdiri bersiap.

"Gak apa, Sayang. Nih aku sedang di kaki tebing Shiprock. Mo manjat sekarang. Tunggu sebentar," kata Prayoga sambil memberi aba-aba ke Rangga dan Bisma, lalu serunya, "... aku mulai!"

Prayoga kembali menaikkan satu kaki ke sela tebing Shiprock di dasar. Dengan cepat satu tangannya meraih sela lain di atas kepala. Bersamaan dengan itu, satu kaki yang lain menginjak sela tebing dengan erat. Tubuhnya pun naik dengan cepat. Prayoga tidak menunggu waktu lama untuk menjejakkan satu kaki yang lain, bergantian ke sela tebing yang lain. Dengan begitu, tubuhnya kembali terangkat naik.

"Hati-hati, Sayang. Gak usah buru-buru, biar gak cepat habis tenaga," bisik Paramitha dari ujung sambungan suara.

"Huuugh!"

Prayoga mengembuskan napas panjang. Belum satu pun piton yang digunakan untuk mengaitkan karamantel. Kini sambil berhenti, ia memasukkan satu tangan ke dalam kantung. Diselipkan piton yang diambil itu ke bibir, Prayoga mengamati dinding tebing di mana ia sedang bergantungan. Matanya mencari sela untuk menancap piton.

Di dinding sebelah kanan, di sela kecil tebing yang dilihat, Prayoga menyelipkan piton dari bibirnya. Lalu, tangan itu kembali masuk kantung untuk mengambil hammer. Sambil bergantungan merapatkan tubuh ke dinding tebing, Prayoga memakukan piton dengan hammer. Kemudian hammer dimasukkan kembali ke dalam kantung, dan sambil tetap bergantungan, satu tangannya kembali masuk ke dalam kantung untuk mengambil deskender. Dikaitkan ke piton dan karamantel ditarik untuk diselipkan ke deskender. Kini piton yang telah tertancap di sela dinding tebing itu, menjadi penahan hempasan karamantel yang cukup kuat jika terjatuh.

Sret ... sret ...!

Karamantel yang telah terselip ke deskender yang terkait di piton berulang kali dikencangkan. Prayoga menatap ke bawah. Pemanjatan itu telah mencapai sekitar sepuluh meter. Berarti, piton pertama di ketinggian sepuluh meter.

Kemudian Prayoga mendongakkan kepala. Matanya mencari sela lain di dinding tebing atasnya. Perlahan, satu kakinya dilebarkan ke samping. Prayoga menekan-nekankan kaki itu berulang kali ke dinding tebing. Lalu dengan cepat, satu tangannya yang terulur ke atas meraih sela di dinding tebing itu untuk berpegangan.

"Huuugh!"

Paramitha diam mendengarkan saja helaan napas Prayoga itu. Dalam setiap pemanjatan, Prayoga memang selalu memasang sambungan suara melalui telepon ke Paramitha. Baik jika ikut ke lokasi atau pun tidak.

Prayoga diam sejenak. Ia mengambil napas berulang kali. Peluh kini mengucur dari kening ke pipi. Udara di Shiprock yang panas, memang menjadi salah satu tantangan para pendaki. Prayoga memasukkan satu tangan ke dalam kantung kapur. Telapak tangannya itu juga telah basah oleh peluh.

---

Rodrigo Nuno memegang sebuah peta bangunan. Ia membentangkan kertas besar itu di meja. Orang-orang yang berdiri di kanan kirinya segera merapat.

"Desde aquí, podemos llegar a todos los pasajeros que llegan. Aquí, la intersección de los pasajeros que ingresan y los que salen. Desde aquí también, podemos reunirlos en un solo lugar para que todo pueda controlarse durante la toma de control del aeropuerto. Mientras tanto, estamos manejando el pasajeros, nos comunicamos con el gobierno."

Rodrigo menjelaskan sambil menunjuk ke peta. Jarinya bergerak berpindah-pindah di beberapa titik dalam kertas di meja itu. Mendengar penjelasan Rodrigo Nuno, salah seorang yang hadir di situ, mengangkat kepala.

"Tomamos a los pasajeros como rehenes, Rodrigo?"

Rodrigo Nuno tersenyum mendengar pertanyaan. Lalu sambil berbicara, jarinya kembali menunjuk ke peta.

"Sí, por supuesto. Los reunimos a todos en un solo lugar aquí, significa que los tomamos como rehenes."

Wajah beberapa orang yang memandang Rodrigo Nuno tampak terkejut. Kemudian mereka saling pandang satu sama lain.

"Como de costumbre, Rodrigo... cuando las personas no pueden ejecutar bien el plan, necesitan un plan de respaldo. Cuál es nuestro plan de respaldo?"

Rodrigo Nuno kembali tersenyum mendengar pertanyaan itu. Ia kemudian merunduk dan menunjuk ke salah satu gedung di dalam peta.

"Traemos a todos los rehenes a este edificio. Les pedimos a esos estadounidenses que nos proporcionen el transporte para regresar a México. Usaremos a los pasajeros como garantía."

Tampak wajah mereka yang semula terlihat ragu, kini menjadi senang dengan rencana Rodrigo Nuno.

"Solo ten en cuenta que el comando está en mis manos. Disparar solo bajo mis órdenes. Si ordeno disparar, entonces nadie puede negarse a disparar. Prepararé nuestras armas. Puedes elegir el tipo de arma que se usará."

---

Bersambung

Terjemahan:

"Desde aquí, podemos llegar a todos los pasajeros que llegan. Aquí, la intersección de los pasajeros que ingresan y los que salen. Desde aquí también, podemos reunirlos en un solo lugar para que todo pueda controlarse durante la toma de control del aeropuerto. Mientras tanto, estamos manejando el pasajeros, nos comunicamos con el gobierno."

"Dari sini kita bisa menjangkau semua penumpang yang datang. Di sini, titik persimpangan penumpang yang masuk dan keluar. Dari sini juga, kita bisa mengumpulkan mereka semua di satu tempat agar bisa terkontrol saat pengambil-alihan bandara. Sementara kita menangani penumpang, kita berkomunikasi dengan pemerintah."

"Tomamos a los pasajeros como rehenes, Rodrigo?"

"Kita menyandera penumpang, Rodrigo?"

"Sí, por supuesto. Los reunimos a todos en un solo lugar aquí, significa que los tomamos como rehenes."

"Ya, tentu saja. Kita kumpulkan mereka semua di satu tempat di sini, itu berarti kita menyandera mereka."

"Como de costumbre, Rodrigo... cuando las personas no pueden ejecutar bien el plan, necesitan un plan de respaldo. Cuál es nuestro plan de respaldo?"

"Seperti biasa, Rodrigo... ketika orang tidak bisa menjalankan rencana dengan baik, mereka membutuhkan rencana cadangan. Apa rencana cadangan kita?"

"Traemos a todos los rehenes a este edificio. Les pedimos a esos estadounidenses que nos proporcionen el transporte para regresar a México. Usaremos a los pasajeros como garantía."

"Kita bawa semua sandera ke gedung ini. Kita minta orang Amerika itu untuk memberi transportasi kembali ke Meksiko. Kita akan gunakan para penumpang sebagai jaminan."

"Solo ten en cuenta que el comando está en mis manos. Disparar solo bajo mis órdenes. Si ordeno disparar, entonces nadie puede negarse a disparar. Prepararé nuestras armas. Puedes elegir el tipo de arma que se usará."

"Ingat, perintah ada di tanganku. Menembak hanya atas perintahku. Jika aku memerintah menembak, maka tidak ada yang bisa menolak untuk menembak. Aku akan siapkan persenjataan kita. Kalian boleh memilih jenis senjata apa yang akan digunakan."