27 Chapter 6 [part 1]

Chapter 6 [part 1]

Saat siang hari setelah keluar dari rumah sakit, mereka pulang ke rumah mereka. Tapi sebelum pulang, mereka pergi ke minimarket terlebih dahulu untuk membelikan roti es krim ke sukaan Chelsea sebagai permintaan maaf Julio, meskipun itu hanya kesalahpahaman.

"Bagaimana? Enak?" tanya Julio.

Chelsea tidak mendengar pertanyaan Kakaknya karena fokus dengan roti es krim. Julio hanya tersenyum melihat Chesea yang sangat menikmati roti es krimnya.

"(Sepertinya dia senang. Yah tidak apalah selama dia senang.)" fikir Julio

Selama perjalanan, Julio sesekali mengelus kepala Adiknya itu, namun Chelsea sama sekali tidak peduli, sampai akhirnya roti es krimnya habis, ia pun kembali kepada dirinya lagi.

"Sudah habis?" tanya Julio.

Chelsea mengangguk, namun wajahnya terlihat murung. Mungkin, itu karena roti es krimnya habis. Julio pun mengelus kepalanya lagi sambil tersenyum.

"Nanti kita beli lagi, jangan murung gitu." kata Julio.

"Eh. Aku tidak sedang memikirkan roti es krimnya kok." kata Chelsea yang mencoba membantah perkataan kakaknya.

"Kamu yakin? Kalau begitu nanti sajalah aku membelinya lagi."

"Eh?! Ko-Kok gitu."

"Katanya kamu tidak memikirkannya lagi, kalo gitu mungkin nanti saja aku membelinya lagi."

"Hmph!"

Chelsea mengembungkan wajahnya. Dimata Julio, saat Chelsea seperti itulah yang membuatnya lucu. Julio hanya tertawa kecil, tapi Chelsea marah kembali kepada Kakaknya.

"Iya iya. Akan ku beli lagi saat kita pulang, sekalian untuk membeli telur, sayur dan beras, sepertinya terakhir aku ingat itu tinggal sedikit lagi." kata Julio.

Chelsea kembali tersenyum dan langsung memeluk lengan Kakaknya, Julio terkejut dan juga merasa sedikit cemas, karena ia takut kalau kejadian ia di anggap siscon terjadi kepada adiknya.

"Hei, apa tidak apa-apa kamu seperti ini? nanti ada yang melihat dan nanti salah paham loh." kata Julio.

Chelsea langsung teringat saat kemarin di sekolah kalau rumor tentang dirinya seorang brocon mulai tersebar. Ia pun perlahan melepaskan pelukannya, ia merasa malu dan takut kalau nanti akan ada yang melihat. Julio yang melihat itu merasa bingung.

"Kenapa?" tanya Julio

"Tidak." jawab Chelsea datar.

"Terjadi sesuatu ya saat aku pingsan?"

Chelsea terkejut dan langsung menyangkal perkataan Kakaknya.

"Ti-Tidak kok."

"Bohong, ceritakan padaku kalau sudah sampai dirumah."

Chelsea menunduk "(Sepertinya memang sulit kalau menyembunyikan ini dari Kakak, aku juga tidak berani berbohong kepada Kak Julio… Haah, andaikan si cebol itu tidak menyebarkan rumor itu, pasti ini tidak akan terjadi.)" fikir Chelsea dengan penuh rasa penyesalan.

Tiba-tiba, Julio menghentikan langkahnya. Ia hanya menatap lurus kedepan, Chelsea yang melihat Julio berhenti dan menatap dengan tatapan tidak percaya merasa kebingungan. Ia pun mengikuti arah pandang Julio dan Chelsea terkejut bukan main, lututnya bahkan sampai gemetar. Chelsea langsung menoleh ke Julio, Julio sudah terlihat sangat kesal melihat apa yang ada di depannya. Chelsea langsung memeluk lengan Julio dan menenangkannya. Julio dan Chelsea melihat sesuatu yang tidak ingin mereka lihat, mereka melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam sedang parkir di depan rumah mereka, mereka sudah mengenali mobil itu dan mereka sama sekali tidak menyukainya. Julio dan Chelsea berjalan perlahan, saat sampai di depan rumah, ada dua orang bertubuh besar mengenakan jas hitam yang sedang berdiri di samping pintu masuk. Julio melirik tajam salah satu orang itu.

"Apa dia ada di dalam?" tanya Julio yang sudah benar-benar marah.

"Ya tuan mud—."

"Jangan sebut aku dengan sebutan itu!" bentak Julio

"Maaf." kata orang bertubuh besar tersebut.

Tak lama, seorang pria yang sangat mirip dengan Julio berjalan mendekati mereka dari dalam rumah. Julio benar-benar kesal ketika melihat orang itu menghampiri mereka, Chelsea mencoba menenangkan Julio dengan memeluk lengannya erat-erat. Julio yang merasakan pelukan Chelsea langsung meliriknya, ia melihat Chelsea terpejam, ia terlihat sangat ketakutan. Julio yang melihat itu langsung menangkan amarahnya demi Adiknya, meskipun amarah itu sangat besar terhadap orang yang ada di hadapannya sekarang.

"Lama tidak bertemu ya, Julio." kata Orang itu dengan santainya.

"Ya. Sudah lama ya kita tidak bertemu, ayah."

Julio hanya menatap tajam Ayahnya, namun sang Ayah hanya tersenyum itu pun terlihat seperti di paksakan. Ayah Julio menyuruh Julio dan Chelsea masuk kedalam rumah dan duduk di dalam ruang tamu. Julio hanya diam, ia berusaha untuk menahan emosinya, Julio duduk di sofa tunggal dan berjauhan dengan ayahnya yang duduk di sofa panjang, sementara Chelsea berdiri di samping Julio.

Julio menghela nafas lalu menyuruh Chelsea untuk membuatkan kopi untuk Ayahnya, namun Chelsea merasa sangat khawatir untuk meninggalkan mereka berdua. Julio tersenyum kepada Chelsea sambil menggelengkan kepalanya yang menandakan kalau dirinya tidak apa-apa. Chelsea langsung pergi ke dapur dengan perasaan khawatir, ia pun bergegas membuatkan kopi untuk ayahnya.

Sementara, Julio hanya memalingkan wajahnya dari ayahnya. Ia takut kalau emosinya naik saat melihat ayahnya dan akan membuat Chelsea khawatir lagi. Sang Ayah menatap sekeliling, ia seakan sedang bernostalgia, ia sudah lama meninggalakan rumah ini semenjak kematian istrinya dan saat itu juga ia meninggalkan Julio seorang diri di rumah ini.

"Jadi, kau mau apa?" tanya Julio.

"Umm… kamu sama sekali tidak berniat untuk mengganti cat rumah ini?" tanya Ayahnya

"Tidak…" jawab Julio

"Oh begitu."

Chelsea pun datang membawa kopi dan menaruhnya di meja. Chelsea pun berdiri di samping Julio, ia merasa takut bila terjadi sesuatu dengan Julio dan Ayahnya. Tangannya gemetaran, ia benar-benar merasa takut, karena Julio dan Ayahnya tidak pernah akur lagi semenjak kematian Ibunya. Chelsea melirik Julio dan Julio sedikit menoleh ke arah Chelsea lalu tersenyum, Chelsea yang melihat senyumannya bisa sedikit merasa tenang.

Ayah Julio meminum kopinya perlahan, lalu menaruhnya kembali di meja. Ia pun mengambil sesuatu di kantong jas nya, ia mengambil sebuah amplop warna coklat dan menaruhnya di atas meja.

"Apa ini?" tanya Julio

"Hanya sedikit hadiah dari usahamu."

"Apa maksudmu?"

"Ayah dengar kamu berkelahi dengan Rio demi membela ketua osis SMA 1, apa benar?"

"Ya, Memang kenapa?"

"Jika kamu salah langkah, kamu bisa saja di keluarkan loh."

Julio mengeratkan giginya dan mengepalkan tangannya. Ia merasa jengkel dengan perkataan Ayahnya yang terlalu mementingkan nama baiknya.

"Itu bukan urusanmu kan? Lagipula itu permintaan dari pak kepala yayasan sendiri." kata Julio dengan sedikit menaikan suaranya.

"Oh begitu."

"Jadi, kenapa Ayah memberikan ini kepada kami? Bukannya Ayah sendiri yang bilang, kalau kami tidak menuruti kemauan Ayah, Ayah akan memotong uang bulanan kami dan tidak akan menambahkannya meskipun kami sedang kesusahan. Lalu, ini apa?!" tanya Julio yang sedikit menaikan suaranya lagi.

Ayah Julio meminum kopinya kembali lalu menyandarkan tubuhnya pada bangku, ia pun menghela nafas. Mendengar pertanyaan Julio yang sedikit menaikan suara kepadanya, membuatnya merasa bersalah atas apa yang membuat Julio membencinya di masa lalu sampai sekarang.

"Itu… Hanya permintaan dari pak Hasan." jawab sang Ayah.

"Pak Hasan? Maksudmu pak kepala yayasan itu?"

"Ya, dia meminta Ayah untuk memberimu uang sebagai hadiah.. Apa kamu mau menolaknya?"

"Oke oke! Akan aku ambil."

Julio mengambil amplop itu dan memberikannya kepada Chelsea. Ayah Julio pun berdiri dan pamit kepada mereka berdua.

"Yah… hanya itu saja yang ingin Ayah sampaikan, Ayah pamit pulang."

Ayah Julio pun berjalan menuju pintu depan dan Julio berniat mengantarkannya sampai pintu depan, meskipun ia benci melakukannya. Tapi, itu sudah jadi kebiasaan di rumah mereka dimana mereka harus mengantarkan tamu sampai ke luar rumah, itulah yang di ajarkan oleh ibu mereka sebagai bentuk menghormati tamu yang datang kerumah mereka meskipun mereka membencinya.

"Sepertinya kamu masih mengingat ajaran ibumu."

"Tentu saja, meskipun aku sangat benci kepadamu. Tapi, kau adalah tamu di rumah kami dan tidak sopan rasanya kalau kami tidak mengantar tamu sampai depan rumah."

Ayah Julio berhenti di depan pintu dan melihat ke setiap tembok yang catnya sudah mulai pudar.

"Hei, setidaknya kamu harus membuat rumah ini sedikit lebih indah dengan mengecat ulang. Rumah ini terlihat suram."

"Yah, rumah ini akan terlihat lebih suram bila kau masih diam disini."

"Waah, pengusiran yang halus sekali. Oke, ayah pergi. Oh iya, fikirkan lagi permintaan Ayah, itu permintaan yang tidak terlalu berat kan untuk kalian?"

Ayah Julio pun pergi masuk ke mobilnya dan di ikuti oleh kedua pengawalnya. Julio hanya menggeram sambil melihat kepergian mobil itu, akhirnya emosinya tidak dapat di tahan lagi. Ia pun memukul tembok yang ada di sampingnya dengan sangat keras sampai-sampai tangannya berdarah.

"HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"

Julio berteriak sangat keras dan menunjukan wajah yang menakutkan. Chelsea yang melihat itu pun langsung memeluk Julio dari belakang. Julio dapat merasakan kalau air mata Chelsea membasahi seragam sekolahnya, tangannya pun terlihat gemetaran. Ia ketakutan. Setelah melihat Julio tadi, ia sangat ketakutan.

Julio memegang kedua tangan Chelsea dan melepaskan pelukannya, Julio pun berbalik dan memeluk Chelsea. Air mata Chelsea mengalir deras. Julio hanya tersenyum dan mengucapkan maaf berkali-kali.

"Maaf ya, Kakak gak bisa menahan diri Kakak tadi. Maaf bila kamu harus melihatnya, maaf'in Kakak ya."

Julio memeluknya dengan erat, Chelsea menjadi sedikit tenang, gemetarannya pun perlahan menghilang. Julio terus mengelusnya agar ia tenang, air matanya berhenti mengalir, namun masih terdengar suara isak tangisnya. Julio pun melepaskan pelukannya dan membawa Chelsea kedalam rumah, ia pun membawanya kedalam kamar Chelsea dan membaringkannya di kasur.

"Kamu istirahat saja, Kakak mau membersihkan luka ini dulu."

Saat Julio ingin pergi, Chelsea menahannya.

"Ja…. Jangan pergi."

"Aku hanya ingin membersihkan luka saja kok, Aku tak akan kemana-mana."

"Jangan…. Pergi."

Julio hanya tersenyum dan memegang tangannya, Chelsea menunduk, suara isak tangisnya terdengar. Julio mengangkat kepala Chelsea agar melihat dirinya, lalu ia berbicara dengan pelahan.

"Hey... tenang saja, aku tidak akan kemana-mana, aku akan kembali kesini kalau aku sudah membersihkan luka ini. Oke."

Chelsea hanya mengangguk lalu berbaring di kasurnya, ia dapat mendengar suara pintu yang terbuka lalu tertutup lagi. Ia pun menarik selimutnya dan menutupi dirinya dengan selimut. Ia memeluk lututnya, ia mulai berfikir kalau dirinya benar-benar tidak berguna di keluarga ini, ia tidak bisa membuat Ayahnya dan Kakaknya berbaikan kembali, ia hanya membuatnya susah Julio, ia hanya benar-benar merasa tidak berguna, itulah yang di fikirkannya.

Ia pun bangun dan pergi menghampiri Kakaknya yang tengah membasuh lukannya di dapur. Ia berjalan menuruni tangga sambil menunduk. Saat berhasil menuruni tangga, ia mendengar ada yang memanggil namanya, ia mengangkat kepalanya dan menoleh ke kiri. Ia melihat Julio yang sedang memegang gelas berisikan air.

"Chelsea? Kenapa kamu turun? Perlu sesuatu?" tanya Julio.

Ia menghampiri Julio sambil menunduk, saat ada di hadapan Julio, ia menyandarkan kepalanya pada tubuh Julio. Suara isak tangis nya terdengar kembali.

"Hey kamu kenapa?" tanya Julio.

Chelsea masih terdiam. Julio memeluk kepala Chelsea dengan satu tangan, lalu mengelusnya. Lalu, Chelsea pun berbicara.

"Aku... Aku ini memang gak berguna ya. Aku cuma bisa menangis dan ketakutan saat Kakak marah, Aku gak bisa buat Kakak sama Ayah akur lagi… Aku cuma jadi beban hidup Kakak… Aku gak mau itu…. Aku gak mau jadi beban Kakak..."

"Hey, kamu ini ngomong apa sih?"

"Kak… Aku ingin buat Kakak bahagia."

"Kamu…"

Chelsea pun mengangkat kepalanya, terlihat air mata yang menggenang di matanya. Tapi, saat itu, Chelsea tersenyum. Air matanya menggenang, namun ia memaksakan diri unruk tersenyum. Julio hanya bisa terdiam dan kebingungan.

"Karena itu… izinkan Aku pergi ke rumah Ayah. Mungkin, dengan aku disana, aku gak buat Kakak menderita lagi… Biar aku saja yang memenuhi keinginan Ayah… Mungkin aku bisa…"

"DIAM!!"

Julio membentak Chelsea. Senyum Chelsea pun hilang seketika, ia terlihat ketakutan lagi karena di bentak Julio. Julio hanya mengeratkan giginya dan menggenggam gelas nya dengan sangat kuat.

"Diam… jangan bicara lagi… apa-apaan itu, mengorbankan diri hanya demi diriku? BODOH! Jangan pernah bilang kalau kamu itu gak berguna, jangan pernah bilang kalau kamu hanya menjadi beban hidupku… jangan lagi…" kata Julio sambil terus menunduk.

Chelsea hanya diam dan gemetar melihat Julio berbicara. Ia merasa semua yang dikatakan itu benar, lalu kenapa Julio marah? Julio pun menaruh gelas itu di meja dan berdiam diri.

"Tapi… Aku ini memang gak berguna sama sekali disini! Aku gak bisa bantu Kakak saat bertemu dengan Ayah… Aku… Aku…"

Julio pun mendekatinya lalu memeluknya dengan erat.

"Kamu itu bener-bener bodoh ya…"

"Huh?!"

"Kamu itu berguna, cuma kamu yang bisa meredam emosi Kakak… dan itu sangat berguna… mungkin kalau kamu gak ada di sini… Ayah sudah babak belur."

Mendengar perkataan Julio barusan membuat Chelsea sangat terkejut dan melepaskan pelukan Julio.

"Babak belur?"

"Ya… karena kamu selalu memeluk lengan ku saat itu, itu membuatku jadi bisa menahan emosiku. Karena aku tidak mau sampai Adikku ini melihat Ayah dan Kakakmu ini berkelahi... justru aku yang harus minta maaf, aku belum bisa membuatmu nyaman di rumah ini, aku hanya bisa membuat mu khawatir. Aku masih belum bisa menepati janjiku pada ibu."

"Janji?"

"Kamu lupa? Saat itu Kakak, Ibu dan kamu ada di taman… Ibu bilang kalau Kakak harus menjaga mu dan membuatmu bahagia di rumah ini dan saat itu juga Aku berjanji pada Ibu kalau Aku akan membuatmu bahagia walau sesulit apapun kondisiku… karena itu, tolong jangan bilang kalau kamu gak berguna, jangan pernah meninggalkan rumah ini untuk selamanya… Jangan."

Chelsea hanya berdiam diri, ia baru mengingat kalau Julio pernah membuat Janji pada Ibu mereka. Begitupun dengannya, ia menyesal mengatakan itu kepada Julio, air matanya menetes kembali. Julio pun mendekat dan memeluknya. Chelsea bisa merasakan pelukan hangat Julio, ia bisa merasakan pelukannya sama seperti saat Ibunya memeluk dirinya saat sedang menangis. Pelukannya semakin hangat, Chelsea kembali teringat masa-masa di mana ia begitu manja dengan Ibunya. Saat ia terjatuh dan menangis, Ibunya selalu memeluk dirinya seperti ini. Air matanya mengalir deras, ia menangis sangat keras. Julio hanya tersenyum dan memeluknya.

"Maaf…. Maaaf… HUWAAAAAAAAAAAAA! Aku menyesal! HUWAAAAAAAAAAAA..."

"Sudah… sudah…"

Julio pun membawanya kembali ke kamarnya. Namun Chelsea tidak mau melepaskan pelukannya. Akhirnya, Julio harus menemani Adiknya sampai benar-benar tertidur. Chelsea sudah tertidur, namun pelukannya tidak mau lepas. Julio mencoba melepaskan pelukan Chelsea pada tangannya, namun pelukannya sangat kuat sampai Julio tidak bisa melepaskannya.

"Wah… tidak mau dilepas!"

"Jang... pe... gi"

"Eh?"

Julio terkejut melihat Chelsea mengigau, ia hanya tersenyum lalu mengelus kepalanya.

"Iya… Kakakmu ini tidak akan meninggalkanmu."

Julio pun ikut berbaring di samping Chelsea. Lalu tak lama ia pun ikut tertidur bersama Chelsea. Julio bersumpah untuk selalu menjaga Adiknya meskipun ia harus kehilangan nyawanya.

Di tempat lain, Ayah mereka sedang berada di taman di mana Julio, Chelsea dan ibunya selalu bermain saat mereka kecil. Ia hanya mentapi bunga-bunga yang ada di sekitar, ia menghela nafas. Tak lama, handphone berdering. Ia pun mengangkat teleponnya dan terdengar suara perempuan di handphonenya.

"Ada apa?" tanya sang Ayah

'Dimana kau?'

"Di taman."

'Mengenang keluargamu lagi?'

"…"

'Cepat kemari, urusanmu dengan mereka sudah selesaikan?'

"… iya"

'Kalau begitu cepat kemari, kau masih ada pekerjaan!'

"Baiklah… Ibu."

To be continue.

=============================

(Maaf berantakan)

avataravatar
Next chapter