webnovel

Pandangan Lainnya

Revan menghentikan aksi Tiara yang akan meminum esnya, Tiara pun menunggu apa yang akan dikatakan oleh Revan.

"Boleh minta nomornya nggak?" tanya Revan dengan senyum dimplenya.

Tiara terkejut dengan permintaan Revan karena ini pertama kalinya mengajak Tiara berbicara dan meminta nomornya secara langsung, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan Tiara pun memberikan handphonenya.

"Simpan ya," kata Revan sambil memberikan handphone Tiara.

"Oh iya, ini buat Lo," ucapnya lagi.

Revan memberikan kotak kecil pada Tiara dan dia berpesan untuk membukanya di rumah jangan di sekolah. Revan Arqananta, ketua salah satu ekskul di sekolahnya. Revan memiliki postur tubuh tinggi dan lesung pipi terlihat jika sedang tersenyum, hidungnya mancung melengkapi ketampanan wajah Revan.

Dari kejauhan terlihat siswa siswi berhamburan dari lapangan lalu memasuki kelas masing-masing, itu pertanda upacara telah selesai. Revan mengajak Tiara untuk masuk ke kelas.

"Lu bareng Revan?" bisik Zia.

Tiara pun mengangguk dan menceritakan kenapa dia bisa bersama Revan, Tiara juga menceritakan kalau dirinya dikasih hadiah oleh Revan. Zia yang mendengar terkejut dan melihat dengan tatapan tidak percaya.

"Kok dia bisa tau kalau lo ulang tahun?" selidik Zia.

"Kemarin gue main ke warnet terus dia inbox gue buat ngucapin selamat ulang tahun, lalu kita cerita-cerita gitu, paket gue dua jam selesai chatingan sama maen game bareng dia," jelas Tiara dengan nada pelan.

Tiara tidak ingin orang lain mendengar apa yang di ceritakan pada Zia.

"Bukannya kemarin lo jalan sama Faza?" tanya Zia.

"Jalan lah, cuma sebentar doang. Makanya gue main warnet sampai sore," jawab Tiara sambil mengeluarkan buku pelajaran.

Percakapan Tiara dan Zia berakhir karena guru mata pelajaran jam pertama sudah masuk dan langsung menjelaskan materinya. Selama pelajaran kejadian yang dialami olehnya dan Revan terus terbayang dipikiran Tiara, bahkan saat Revan mengetik nomor di handphone miliknya seketika bibir Tiara membentuk lengkungan.

Bel istirahat pun berbunyi..

"Tiara," panggil Faza yang sudah di dekatnya.

"Kemarin kenapa nggak ngabarin aku?" tanyanya lagi.

Tiara hanya tersenyum dan beralasan kalau dia ketiduran sehabis pulang jalan bersamanya. Faza mengajak Tiara ke kantin, berikut dengan Zia agar tidak ketahuan oleh teman-temannya.

"Gue mau makan mie, Zia," ucap Tiara yang sudah duduk di bangku kantin.

"Aku yang pesenin, kalian tunggu di sini aja," tawar Faza.

"Traktir ceritanya nih," ejek Zia.

Faza hanya terkekeh dan langsung memesan mie rebus tiga beserta es teh manisnya.

"Eh, lo ngasih hadiah apa sama Tiara?" tanya Zia memecah keheningan.

"Bukannya tadi ...."

Kalimat Tiara terhenti karena Zia memberikan kode lewat matanya agar suasana tidak canggung ataupun hening. Faza yang tidak menyadari langsung menjawab pertanyaan yang diajukan Zia.

"Sebenarnya aku mau lama sama kamu, tapi kemarin kayaknya kamu nggak nyaman gitu. Jadi aku ajak pulang aja," jelas Faza.

'Tumben banget dia banyak ngomong, kemarin sampai kikuk mau bahas apa,' batin Tiara.

Tiara hanya merespon dengan tawa seadanya dan tersenyum untuk merespon cerita Faza. Pesanan mereka bertiga pun sudah datang, tanpa menunggu lama mereka langsung menyantapnya. Handphone Tiara bergetar di sela-sela makannya, dia bingung siapa yang mengirimnya pesan. Dengan menggunakan tangan kiri, Tiara memegang handphone dan memeriksa handphonenya. Tiara terkejut membaca pesan yang datang di handphonenya, dengan posisi sambil makan, mata Tiara langsung mencari keberadaan orang yang telah mengiriminya pesan. Tiara langsung melipat mulutnya kedalam saat menemukan dan tatapannya bertemu, dia langsung melanjutkan makannya agar tidak terlihat salah tingkah.

"Kenapa lo, Ra?" tanya Zia penasaran.

"Ng-nggak apa-apa, mienya beda aja. Padahal gue suka soto, kamu pesannya rasa ayam bawang ya?" tanya Tiara beralasan.

Sebenarnya Tiara sedang menyembunyikan perasaan senangnya karena dia dan Revan sedang berbalas pesan. Sesekali Tiara melirik ke arah Faza untuk tidak membuatnya curiga.

Detak jarum jam terdengar di kelas yang hening karena siswa dan siswi sedang mengerjakan tugas pada jam terakhir pelajaran, bagi siapa yang dapat menyelesaikan dengan cepat sudah diperbolehkan untuk pulang duluan. Satu per satu siswa telah keluar kelas, sebenarnya Tiara pun sudah selesai, tapi dia berniat untuk pulang yang terakhir. Saat Zia berdiri, tidak lama berselang Tiara pun ikut berdiri karena sudah menjadi rutinitas kalau mereka berdua pulang bersama.

"Lo nggak nungguin Faza?" tanya Zia yang sudah di dalam angkutan umum.

"Nggak ah, malas gue," jawab Tiara santai.

"Kok malas? Dia 'kan doi lo, Ra," balas Zia.

"Terus memang kalau doi harus pulang bareng gitu? Nggak, kan," ucap Tiara.

Tiara menyembunyikan senyumnya saat Revan masuk ke dalam angkutan umum dan duduk tepat di depannya, Zia tidak menyadari karena dia asyik memainkan handphonenya. Tiara dan Revan saking curi pandang, tatapan Tiara beralih pada Faza yang baru saja masuk ke dalam angkutan umum. Dia pun bergeser karena Faza duduk di sampingnya, Tiara berusaha tersenyum untuk membalas senyuman dari Faza. Di dalam angkutan umum hanya suara canda tawa orang lain, Tiara lebih memilih diam dan melihat ke arah luar yang ada di depannya, tepatnya bukan luar melainkan tatapan antara Revan dan Tiara sering bertemu. Saat bertemu Tiara langsung memalingkan wajahnya agar tidak terlihat salah tingkah, terkadang dia bertanya hal yang nggak penting pada Zia atau sekedar iseng.

Angkutan umum tiba di pemberhentian, satu per satu orang mulai turun.

"Gue pulang duluan ya, bye," ucap Zia melambaikan tangan.

Tiara pun membalasnya, "Iya!"

"Mau aku anterin sampai rumah?" tawar Faza.

Tiara terkejut dan menolak tawaran Faza sebisanya agar tidak menyinggungnya, akhirnya mereka berpisah di persimpangan jalan dengan senyuman kikuk, Tiara juga melihat Revan yang sudah jalan terlebih dulu. Sepanjang jalan Tiara terus menyembunyikan senyumnya, baru kali ini dia melangkahkan kaki dengan perasaan senang. Saat sampai di depan rumah, Tiara langsung membuka pintu, dia tidak sabar ingin membuka hadiah yang di berikan oleh Revan tadi. Dengan langkah panjang Tiara masuk ke dalam kamarnya dan duduk ditepi ranjang serta mengambil hadiah dari dalam tasnya.

"Wow, daebak!" (keren)

Tiara terkejut saat melihat isi dari hadiah yang diberikan oleh Revan. Boneka beruang kecil berwarna biru, senyum Tiara pun tercetak jelas di bibirnya bahkan dia memeluk boneka tersebut karena merasa senang yang tak terkira. Tiara meletakkan bonekanya diatas nakas bersebelahan dengan bingkai foto boyband asal negeri ginseng kesukaannya yang beranggotakan tiga belas lelaki tampan.

"Assalamualaikum," salam seseorang dan membuka pintu.

Tiara mengetahui hal itu, tapi dihiraukannya karena dia tau itu adalah suara adik lelakinya. Zio. Umurnya hanya berbeda enam tahun, sejak kepergian Rani, Zio memutuskan untuk pergi dari rumah dan tinggal bersama tante yang masih satu daerah. Zio pulang karena ingin mengambil pakaian atau buku yang masih tertinggal di kamarnya, jika ingin kerumah dia memilih datang di siang hari karena tidak mau melihat wajah sang ayah ataupun bertemu dengannya. Baginya rasa kebencian muncul secara tiba-tiba tanpa mengetahui asal muasal permasalahan keluarga. Setelah memasukkan pakaian, Zio membuka pintu kamar Tiara.