webnovel

bimbang

"Assalamu'alaikum." salam Dzaky masuk lewat pintu samping rumah.

"Waalaikumussalam," balas bersamaan sontak saja semua orang mengalihkan perhatiannya pada suara yang baru saja terdengar.

"Eh, nak kamu sudah pulang?" ucap Hanifah pada Dzaky yang menyalaminya.

"Iya Bu tadi ada kecelakaan jadi macet jalanan," balas Dzaky.

"Ini ada tamu dari Jakarta sama Pak Nugroho juga," ucap Hanifah.

Dzaky pun menyalami Pak Bagas dan Pak Nugroho. "Kalau boleh tahu apa maksud kedatangannya ya Pak?" tanya Dzaky pada Nugroho.

"Begini nak, kami mau meminta tolong padamu. Sebenarnya juga kami inginnya lebih dari itu," ucap Nugroho.

"Maukah kamu jadi menantu kami nak, saya sebagai orang tuanya Rara mau meminta tolong padamu untuk membantu menjaganya," ucap Bagas yang tak ingin berbasa-basi pada Dzaky.

Tak bisa dipungkiri jika seorang Dzaky kini telah berubah menjadi lelaki dewasa yang terlihat begitu gagah di mata Bagas.

Dzaky mengernyitkan alisnya.

"Maksud Pak Bagas apa ya, maaf saya belum faham," balas Dzaky.

"Begini nak Dzaky, Rara anaknya Bagas atau keponakanku sedang hamil padahal dia masih sekolah dan juga belum menikah. Bagas adik saya meminta tolong padamu untuk menikahi anaknya, akan tetapi hanya sementara sampai anak itu lahir saja setelahnya nak Dzaky bisa menceraikannya setelah anak itu lahir. Apa nak Dzaky bersedia membantu kami?" papar Nugroho.

Dzaky pun hanya memandang Hanifah ibunya, sementara Hanifah cukup terkejut mendengar maksud kedatangan Nugroho dan keluarganya. Keluarganya memang berhutang banyak pada keluarga nugroho untuk membiayai sekolah Dzaky hingga dia jadi seperti ini.

"Kalau boleh tahu dengan siapa Rara melakukannya Pak Bagas?" tanya Dzaky.

"Teman sekolahnya lebih tepatnya kakak kelasnya dia tak mau bertanggung jawab. Kami minta tolong nak Dzaky untuk menikahinya hanya untuk sementara hingga anaknya lahir saja setelahnya nak Dzaky bisa menceraikannya," ucap Bagas.

"Astaghfirullah, kok bisa Pak," tanya Dzaky geleng-geleng kepala.

"Kami berharap nak Dzaky mau bantu kami."

Dzaky menghela nafas berat.

"Saya sendiri kembali ke Jogja hanya untuk menemui ibu saya yang sedang sakit dan akan kembali ke Bali untuk melanjutkan kembali kontrak kerja saya di sana," ucap Dzaky.

"Kami minta tolong nak," ucap Pak Bagas penuh harap.

"Tapi saya benar-benar tidak bisa meninggalkan pekerjaan saya di Bali Pak Bagas," sela Dzaky.

"Saya masih ada kontrak untuk beberapa bulan ke depan dengan investor asing yang menanam modalnya di perusahaan atasan saya," lanjutnya.

"Bagaimana jika kamu pindah ke Jakarta nak Dzaky biar nanti pak Bagas yang mencarikan pekerjaan untukmu di sana?" saran Pak Nugroho.

"Gimana ya Pak, saya sudah terlanjur cinta dengan pekerjaan saya di Bali," balas Dzaky.

"Coba dipikirkan dulu nak, saya kasih waktu kok buat berpikir dulu. Kami tidak memaksa tapi tetap kami berharap nak Dzaky mau bantu kami," ucap pak Bagas.

"Baik akan saya pikirkan ya Pak, saya akan memberi jawaban kira-kira 3 hari lagi," balas Dzaky.

"Terima kasih nak, kalau begitu kami permisi dulu."

"Assalamu'alaikum," ucap Pak Nugroho dan Pak Bagas bersamaan.

Rombongan kedua keluarga tersebut pulang ke rumah Nugroho.

"Bagaimana ini Bu?" tanya Dzaky pada Hanifah ibunya.

Hanifah menghela nafas beratnya dia pun ikut bimbang karena semua serba mendadak untuknya.

"Ibu gak tahu nak, saran ibu sholat istikharah dulu tanya sama Allah karena jawaban terbaik adalah dariNya. Ingat jangan gegabah mengambil keputusan selalu minta petunjukNya," saran Hanifah.

"Baik Bu akan saya lakukan, Dzaky mau mandi dulu ya Bu bentar lagi mau Maghrib," pamit Dzaky pada Hanifah.

***

"Apa kira-kira Dzaky mau nerima tawaranku ya Mas?" tanya Bagas pada kakak laki-lakinya Nugroho.

"Aku juga kurang yakin soal ini, tapi setidaknya kita sudah berusaha dengan maksimal."

"Ra, dengan kejadian ini semoga kau bisa berpikir lebih dewasa dan tak lagi bermain-main di luar sana. Jika bayi ini lahir kamu bakal disebut sebagai ibu. Jadilah ibu yang baik untuk anak-anakmu kelak." pesan Nugroho pada Rara.

"Om, bolehkah Rara nolak pernikahan ini? Rara belum siap Om," ucap Rara.

"Gak bisa Rara, anak yang ada dalam perutmu butuh seorang ayah dan Om yakin jika Dzaky adalah orang yang tepat untukmu," tegas Nugroho.

"Tapi Om Rara gak cinta sama Mas Dzaky dan lagi umur kita terpaut jauh sekali dia pantasnya jadi kakak Rara bukan suami Rara Om," rengek Rara.

"Kamu jangan manja Ra, Papa sudah kecewa sama kamu tolong jangan nambahi beban Papa dengan keinginan kamu yang gak jelas itu. Pokoknya kamu harus menikah segera entah dengan siapapun itu nantinya," perintah Bagas membuat Rara kembali terisak.

"Sudah Bagas jangan begitu dengan anak sendiri, bersabarlah sedikit emosinya masih labil bukankah anakmu baru berusia 17 tahun," ucap Nugroho.

"Papa memang egois, Papa tahu kenapa Rara bisa seperti ini, itu juga karena Papa yang selalu saja sibuk dengan bisnis Papa tanpa mau memikirkan Rara sedikitpun. Buat Papa hanya karier, harga diri dan uang!" sindir Rara membuat Bagas tersulut emosi.

Plak!

"Dasar anak tidak tahu diri, Papa lakukan semua itu juga buat kamu biar kamu gak hidup susah, tapi kamu malah melempar kotoran ke muka Papa," cela Bagas.

"Rara benci Papa," bisik Rara.

"Sudahlah tak perlu diperdebatkan lagi. Kita tunggu jawaban dari Dzaky semoga dia tidak keberatan dengan pernikahan ini. Aeni bawa Rara ke kamarnya Aulia buat istirahat tadi kamarnya sudah dibersihkan sama simbok. Istirahatlah di sana."

Aeni menuruti permintaan kakak iparnya membawa Rara ke kamar.

"Sabarlah, setiap sesuatu itu pasti ada hikmahnya semoga dengan ini Rara bisa menjadi lebih baik ke depannya," ujar Nugroho mencoba menenangkan Bagas adiknya.

"Aku lelah Mas," gumam Bagas mengusap wajahnya kasar.

"Sebaiknya kita ke masjid saja, siapa tahu nanti ketemu dengan Dzaky dia biasanya mengisi kajian setiap habis Maghrib sampai Isya," ajak Nugroho.

Adzan Maghrib berkumandang Nugroho dan Bagas bergegas ke masjid dan benar saja akhirnya mereka bertemu lagi dengan Dzaky.

"Habis sholat kita ngobrol ya nak Dzaky," ajak Nugroho.

"InsyaAllah Pak," Dzaky segera masuk masjid menjalankan sholat.

Selesai sholat berjamaah ternyata Nugroho dan Bagas menunggu Dzaky di serambi masjid.

"Assalamu'alaikum," sapa Dzaky.

"Waalaikumussalam," balas bersamaan.

"Sini nak ada yang ingin adik saya sampaikan sama kamu terkait rencana yang tadi sore," ucap Nugroho.

"Nak Dzaky, bagaimana jika kamu pindah ke Jakarta dan bekerja di salah satu cabang perusahaan saya. Nanti setelah menikah kamu bawa Rara tinggal bersama kamu, selama itu tolong bantu saya merubah sikap bar-barnya. Nanti saya siapkan rumah berserta fasilitasnya di manapun itu nanti saya pengin dia benar-benar berubah menjadi dewasa dan tidak kekanak-kanakan lagi. Semoga dengan ini nak Dzaky tidak keberatan untuk menerima permintaan saya sore tadi. Setidaknya sampai anak Rara lahir," ucap Bagas penuh harap.

Dzaky membeku di tempatnya mendengar permintaan seorang ayah untuk anaknya yang tak dapat menjaga nama baik keluarganya. Sanggupkah Dzaky menolaknya dengan berkata 'Maaf saya tidak bisa.'