webnovel

Jodoh dan Takdir

menikahi kekasih sodara kembar, tentu bukan pilihan. Namun apa daya saat tuhan malah menakdirkan Adila menikah dengan kekasih sodara kembarku sendiri. Adila saat itu benar-benar terjebak dengan permintaan terakhir kakanya sendiri, begitu juga Fadhil. Alhasil Adila dan Fadhil menikah tepat di hadapan Aira di detik-detik terakhirnya menghembuskan napas terakhir. Akankah pernikahan mereka berakhir bahagia, ataukah hanya pernikahan yang bersifat sementara.

Ayyana_Haoren · Urban
Not enough ratings
25 Chs

bab 12. Sebuah Peringatan

Pagi ini seperti biasa Fadhil bangun lebih dulu dari pada Adila, saat mendengar suara Adzan subuh, Fadhil bergegas bangun dan langsung membersihkan tubuhnya  sembari mengambil Air wudhu. Sedangkan Adila selalu mengundur ngundur waktu Sholat. Kalo belum mepet belum Sholat, itu  istilah orang tua jaman dulu. Sedangkan Fadhil selalu menerapkan hidup disiplin, bangun, mandi, Sholat, sarapan dan kerja. Meski sesekali Fadhil juga berangkat kerja tanpa sarapan terlebih dahulu. Beda lagi kalo Akhir pekan, atau weeekend. Fadhil selalu menyempatkan diri untuk berolah raga paginya. Terkadang sesekali hari biasa juga selalu menyempatkan berolah raga kalo tidak sibuk itupun.

Setelah Sholat subuh, Fadhil kembali merapihkan sarung dan sajadah, lalu menyimpannya  kembali di tempat biasa. Dan berlanjut pada bantal dan bed cover  bekas dirinya tidur yang masih berantakan di atas Sofa panjang nan empuknya itu.

Setelah selesai acara rapih-rapih, langkah Fadhi tertuju pada sebuah tas jinjing berwarna abu tua yang berisi leptop. Kini Fadhil memilih untuk mengerjakan tugas kantornya terlebih dahulu sebelum berangkat kerja.

Waktu terus berjalan sampai pada Akhirnya jam weker di ponsel Adila pun, berbunyi. Itu artinya, jam sudah menujukan pukul 5.30 dini hari. Selama 2 bulan hidup bersamanya Adila, setidaknya Fadhil sedikit tau tentang kebiasaan Adila di pagi hari.

Adila yang saat itu bangun,langsung beraba-raba ponselnya, lalu mematikan alaram. Sedangkan Fadhil mencoba acuh dengan pergerakan Adila, karna tatapannya masih fokus pada leptop di hadapannnya.

Setelah beberpa menit Adila pun,  keluar dan langsung melaksanakan kewajiban 5 waktunya. Tidak ada sapaan ataupun sejenisnya pada dua insan yang ada dalam satu ruangan ini.

Setelah selesai Sholat, Adila kembali masuk dalam kamar mandi untuk melakukan ritual bersih-bersih. Karna dia sadar betul kalo dia mandi memakan waktu yang lumayan lama, jadi dia mandi setelah Sholat. Sudah lebih dari 30 menit adila di dalam kamar mandi, dan akhirnya diapun keluar dengan pakaian yang  berbeda.

Sesekali pandangan Adila menoleh ke arah Fadhil, begitupun dengan Fadhil. Hanya sekedar tatapan biasa, tidak lebih. Sampai pada Akhirnya Fadhil membuka suara.

"Aku mau berangkat lerja lebih pagi, karna ada rapat penting yang harus aku temui,"Tegas Fadhil dalam tatapan  datarnya.

"Aku bisa naik taxi. Bahkan kalo perlu aku juga bisa bawa mobil sendiri. Jadi kamu tidak usah sok-sok an mempedulikanku."ujar Adila sembari mengangkat kedua pundaknya.

"Kenapa tidak menyuruhnya untuk menjemputmu?"Usul Fadhil.

"Maksudmu?"tanya Adila yang kini duduk di meja riasnya sembari menata rambut panjangya.

"Kekasihmu, bukankah kamu bilang kemarin dia mecintaimu?"

"Iya jelas dia mencintaiku, apa pedulimu urusi urusanku,"Tegas Adila sinis.

"Aku hanya mengingatkan, tentang kesepakatan kita waktu itu, apa kau sudah lupa. Hemm,"Tanya Fadhil.

"Yah jelas aku tidak lupa. Tentukan saja waktunya, Aku akan menyuruhnya untuk menemuimu,"

"Bukan hanya Aku tapi kedua orang tuamu,"ujar Fadhil mengingatkan kembali.

"What ever,"

Disela-sela perbincangan mereka, tiba-tiba saja ada suara ketukan pintu.

"Non Adila, ini mbo," ujab mbo Zum di balik pintu.

"Yah tunggu,"saut Adila dengan nada yang meninggi.

Kini Adila pun, berjalan mendekati pintu, lalu membukanya.

"Kenapa mbo?"tanya Adila pada mbo Zum.

"Non, tuan dan nyonya menyuruh mbo buat panggil Non dan Den Fadhil untuk ke bawah,"

"Untuk apa?"

"Saya kurang tau non,"Saut mbo Zum.

"Ya sudah mbo, nanti kita ke bawah yah mbo,"Ucap Fadhil menyela sembari melempar senyuman dengan begitu ramahnya.

"Yasudah Non, Den, Mbo permisi dulu,"ucap mbo Zum berpamitan.

"Mbo tunggu, bikinin Aku sarapan Omlet, aku lapar,"Tegas Adila.

"Baik non,"sautnya lalu pergi meninggalkan Adila.

Fadhil yang mendengar ucapan Adila hanya bisa menggelengkan kepala.

"Tidak bisakah kau meminta tolong terlebi dahulu pada mbo Zum, dia orang tua. Apapun propesinya di rumah ini kamu harus tetap menghormatinya."tegas Fadhil lalu berjalan keluar kamar.

Adila yang mendengar ucapan Fadhi merasa risih dan tak terima,

"Cih...! Bisa-bisanya dia bicara seperti itu,"grutu adila kesal.

.

.

.

.

.

.

.

BERSAMBUNG.