25 Bab 24

Mendekati Minggu Ujian sekolah. Semua siswa tengah mempersiapkan ujian, tak terkecuali Gathan dan Rana.

Gathan menatap Rana yang tengah serius menyalin materi ke buku tulisnya. Saat ini mereka tengah berada di perpustakaan. Sudah beberapa hari ini mereka sering menghabiskan waktu di perpustakaan.

Gathan fikir hari-harinya akan menyenangkan karena ia akan menghabiskan waktu bersenang-senang dengan Rana, bukannya belajar dan berkutat dengan buku setiap hari.

"Than, kamu udah selesai mencatat materinya? Hari pertama kamu ujiannya Sejarah, 'kan?" tegur Rana saat Gathan hanya diam sembari memandanginya.

"Duh pusing, Na, memahami sejarah bangsa Indonesia. Lebih baik aku mikirin sejarah kita berdua," oceh Gathan tersenyum jahil.

"Ck, bisa aja kamu," celoteh Rana. "Udah, cepat salin! Habis itu kita belajar matematika," imbuhnya tak terpengaruh sedikitpun dengan gombalan Gathan barusan.

"Iyaa," sahut Gathan pada akhirnya.

Kembali mereka berkutat pada buku dan pensil. Tinggal 3 hari lagi mereka akan mengikuti ujian kenaikan kelas 12. Rana tak henti-hentinya mewanti-wanti supaya Gathan fokus belajar. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar bersama ketimbang pergi jalan.

"Akhirnya, selesai juga!" seru Gathan senang.

Rana melirik pemuda yang duduk di sampingnya lalu tersenyum tipis. "Ehm, mau makan es krim di Wafle?" tawarnya kemudian.

Gathan mengangguk-angguk layaknya anak kecil. Pemuda itu tersenyumlebar di hadapan Rana. "Mau banget," ocehnya kemudian.

Rana baru menyadari bahwa Gathan juga bisa bertingkah kekanak-kanakkan seperti ini. Semakin lama hubungan yang mereka jalin, semakin banyak pula mereka akan saling mengenal.

Mereka segera merapikan alat tempur mereka, memasukan tempat pensil, buku tulis, buku cetak, penggaris, jangka, sekotak permen dan buku catatan lainnya. Setelahnya mereka bergegas ke kedai Wafle di depan sekolah. Kedai es krim yang menyajikan berbagai macam es krim dan menjadi tempat nongkrong bagi anak-anak sekolah.

"Mau pesan rasa apa?" tanya Gathan menatap berbagai macam menu es krim di billboard.

"Taro," jawab Rana dengan cepat.

Gathan tersenyum. Satu hal lagi yang ia ketahui tentang Rana. Rasa es krim favorite gadis itu. Taro.

"Mbak, pesan es krim Taro 1 terus rasa Vanila 1," ujar Gathan kepada pelayan kedai.

"Baik, Mas. Totalnya 36.500 rupiah," ucap pelayan bernametag Risa itu sembari memberi struk belanja kepada Gathan.

"Terimakasih." Gathan mengajak Rana untuk duduk di meja yang kosong, dekat jendela tepat di samping pintu masuk.

"Kamu sering makan es krim di sini?" tanya Gathan.

"Ehm, lumayan sering. Pas Moka kalah main taekwondo dengan abangnya, saat Kristi putus dengan pacarnya atau saat Kia terlalu menghayati drama yang ia tonton," celoteh Rana tersenyum membayangkan kebersamaannya dengan para sahabatnya.

"Terus, kamu?"

"Hehm?"

"Kalian makan es krim di sini saat kamu kenapa? Kamu nggak mungkin hanya menemani mereka bertiga doang. Kapan saat mereka menemanimu?" oceh Gathan memperjelas pertanyaannya.

"Itu..."

"Pesanan datang! 1 es krim rasa Taro dan 1 es krim rasa Vanila. Selamat menikmati!" Suara pelayan kedai menginterupsi ucapan Rana. Pelayan perempuan dengan baju warna pink serta celemek warna coklat itu tersenyum sumringah pada Gathan dan juga Rana.

"Terimakasih," ucap Rana balas tersenyum.

Pelayan pergi meninggalkan mereka berdua. Rana mengaduk-aduk es krim di hadapannya. "Saat aku sedang bersedih," gumamnya kemudian.

Gathan yang tadinya fokus pada es krim di hadapannya menoleh ke depan. "Sedih kenapa?" tanyanya kemudian.

"Ehm, kamu tahu 'kan kalau aku pernah punya sahabat. Aku sedih karena dia pergi ke Korea." Rana mendongak ke depan menatap Gathan.

"Cinta pertamamu?" tanya Gathan dengan santainya.

Rana sedikit kaget saat Gathan dengan santainya membahas hal itu.

"Binar udah cerita ke aku," ucap Gathan lagi karena Rana hanya diam saja.

Ya. Rana tahu. Dia sendiri yang meminta Binar untuk menceritakan apapun yang ia ketahui tentang dirinya jika Gathan bertanya.

""Aku tidak pernah perduli dengan masa lalu kamu, Na. Tentang siapa cinta pertamamu, siapa yang membuat jantungmu berdebar tak karuan untuk perama kali, siapa yang membuat rona di pipimu memerah untuk pertama kali. Karena yang aku tahu..." Gathan diam sejenak. "Aku yang akan menjadi pria terakhir yang akan mengecup bibirmu, yang akan membuat jantungmu berdebar tak karuan, yang akan membuat pipimu merona merah. Aku akan memastikan hal itu."

Rana menatap Gathan di hadapannya. Mencoba menyelami arti retina sehitam jelaga yang juga tengah menatapnya. Namun semakin lama ia tenggelam pada lautan hitam itu, ia hanya menemukan ketulusan.

"Ck, bisa banget bikin aku salting," oceh Rana memukul lengan Gathan dengan sendok.

Gathan tersenyum geli melihat raut wajah Rana. Pipi gadis itu merona merah. Ia menyukai itu.

"Cie, blushing, cie," celoteh Gathan mengejek.

"Gathan! Apaan sih?" Rana semakin malu karena Gathan mengejeknya.

Kembali mereka bercanda. Tertawa bersama karena kata-kata sederhana. Di tempat yang cukup istimewa. Pada waktu menjelang senja. Gathan sangat menikmati kebersamaannya bersama dengan Rana.

Gathan memarkirkan motornya di garasi rumahnya setelah sebelumnya mengantarkan gadis itu pulang dengan selamat. Ia masuk ke dalam rumah lewat pintu samping dan mendapati Ratih tengah menyiapkan makanan di dapur.

"Tumben Mama pulang cepet?" tanya Gathan heran. Pemuda itu melirik Papanya yang duduk di meja makan. "Papa juga pulang cepet? Emang ada acara apa?" tanya pemuda itu semakin heran.

"Nggak ada acara apa-apa, Than. Emang pengen pulang cepet aja supaya kita bisa makan malam bersama," sahut Ratih sembari menuangkan saus nanas ke atas piring yang sudah berisi gurami goreng.

"Ck, tumben banget," gumam Gathan.

"Kamu belajar kelompok lagi?" tanya Ratih kemudian.

"Iya, Ma. Biasalah, Rana suka bawel kalau soal belajar. Lebih galak daripada Papa. Tiap hari aku cuma direcoki rumus matematika sama hafalan sejarah," oceh Gathan bercanda.

"Bag..."

"Itu namanya pacar yang pengertian," sahut Adipura memotong ucapan Ratih.

Gathan menoleh ke arah Adipura. Ratih juga melirik suaminya.

"Mengerti kapan harus pacaran dan kapan harus belajar.," ujar Adipura tanpa mengalihkan fokusnya pada koran tadi pagi yang belum sempat ia baca. "Baguslah. Setidaknya dia bisa mikir kalau bersenang-senang saja tidak akan membuat masa depannya terjamin," imbuhnya kemudian.

Gathan bingung bagaimana harus menanggapi ucapan Adipura barusan. Ia tahu ucapan 'kecil' dari Papanya tak langsung membuat pria itu merestui hubungannya dengan Rana. Mungkin saja karena ini pengaruh hari baik orangtuanya, seperti keinginan mereka untuk pulang cepat dan makan malam bersama.

"Papa udah setuju, Than?" bisik Ratih pada Gathan.

"Entahlah, Ma. Yang bisa menebak jalan fikiran Papa, ya hanya Papa sendiri," ujar Gathan mengangkat bahunya tak acuh.

avataravatar
Next chapter