webnovel

Penolakan

Editor: Wave Literature

Pertama abaikan dulu Zhu Haimei yang sedang bersedih. Sekarang mari bicarakan Shen Dongyuan yang pergi ke klinik untuk memeriksakan lukanya. Shen Dongyuan pikir, kemarin ia tidak mengalami luka serius, tetapi siapa sangka bahwa setelah terkena air lukanya meradang. Selain itu, hari ini Shen Dongyuan sedang tidak dalam kondisi yang baik karena baru saja menyaksikan Zhu Haimei kembali bersikap tidak baik. Shen Dongyuan mengira bahwa Zhu haimei benar-benar telah menyesali perbuatannya di masa lalu dan memutuskan untuk berubah, namun ia tidak pernah berpikir bahwa Zhu Haimei adalah orang bermuka dua. Memang benar apa kata pepatah; Jangan menilai buku hanya dari sampulnya. Mulai sekarang, Shen Dongyuan memutuskan untuk tidak akan mudah tertipu oleh penampilan luar Zhu Haimei.

Saat memikirkan itu, Shen Dongyuan sudah tiba di klinik. Hari ini kebetulan yang bertugas di klinik tersebut adalah seorang dokter wanita paruh baya yang wajahnya tidak terlalu familiar, tetapi sepertinya beliau adalah orang yang baik. "Kamu kenapa?" tanya dokter tersebut dengan ramah.

Shen Dongyuan lalu menggulung lengan bajunya dan memperlihatkan lukanya dan membuat dokter itu terkejut saat melihat lukanya. "Sudah meradang! Bagaimana kamu bisa terluka begini?"

"Apakah karena tergores pisau?" Dokter tersebut kembali bertanya. Dokter itu lalu mengambil termometer. "Mari kita ukur dulu suhu tubuhmu."

"Aku tidak demam. Tangani saja lukanya."

Dokter itu kemudian berkata dengan sangat lembut sambil memberikan termometernya pada Shen Dongyuan. "Tenanglah, ukur dulu suhu tubuhmu."

Shen Dongyuan hanya bisa mengambil termometer tersebut lalu meletakkannya di ketiaknya. "Margaku adalah Ma. Aku baru saja dipindahkan ke sini. Kamu akan mengenalku jika kamu sering datang ke sini nanti." Kata dokter tersebut memperkenalkan diri.

Shen Dongyuan hanya menjawabnya dengan deheman singkat karena ia memang bukanlah orang yang banyak bicara. Selain itu, ia tidak tahu harus membicarakan tentang apa dengan seorang dokter.

Dokter itu lalu bertanya mengenai unit militer Shen Dongyuan dan apa kesibukannya sekarang, tetapi pertanyaan tersebut membuat Shen Dongyuan menjadi semakin tidak sabaran. Ia hanya ingin agar lukanya segera ditangani dan bisa segera pulang. 

Pada akhirnya, Shen Dongyuan memang benar-benar demam. Dokter itu lalu memeriksanya dengan hati-hati. Ternyata demamnya disebabkan oleh pilek, bukan karena peradangan luka. Setelah Shen Dongyuan menerima obatnya, ia lalu kembali ke rumah.

Zhu Haimei terbangun saat tengah malam karena ingin pergi ke toilet. Kemudian ia melihat sebuah kantong obat di atas meja kecil yang ada di ruang tamu. Zhu Haimei lalu mengambil kantong obat tersebut dan melihatnya. Ternyata di dalam kantong obat itu ada obat penurun panas dan obat anti-inflamasi untuk mengurangi peradangan. Sekarang ia mengerti, ternyata Shen Dongyuan sedang demam. Pantas saja wajah lelaki itu terlihat sangat pucat.

Keesokan harinya, Zhu Haimei bangun pagi-pagi sekali dan memasakkan bubur millet untuk Shen Dongyuan. Ia meletakkannya di meja kecil kemudian keluar rumah. Ketika ia sudah kembali ke rumah setelah menjual makanan, bubur millet yang ia buat tadi pagi masih utuh di atas meja, dan sudah basi.

(Millet merupakan bubur yang terbuat dari serealia yang memiliki bulir berukuran kecil).

Zhu Haimei lalu mengambil bubur tersebut dan membuangnya ke toilet dengan perasaan kecewa.

Karena masalah buah apel, hubungannya dan Shen Dongyuan benar-benar kembali lagi ke titik awal. Beberapa waktu lalu, mereka akan saling menyapa atau tertawa bersama saat bertemu di ruang tamu. Namun sekarang, jika ia berada di ruang tamu, Shen Dongyuan akan segera kembali ke kamarnya atau keluar rumah. Meskipun hal tersebut membuat Zhu Haimei merasa sedih, tetapi ia tidak berniat untuk menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Zhu Haimei lebih memilih untuk bekerja lebih keras agar mendapatkan uang.

Jika tabungannya sudah cukup banyak, Zhu Haimei berencana pergi ke kota kelahiran paman dan bibinya dulu, lalu menetap di sana agar ia tidak perlu lagi menerima perlakuan kejam di sini.

Sementara itu, Shen Dongyuan belum berbicara sama sekali dengan Zhu Haimei. Sekarang hidup Shen Dongyuan benar-benar terganggu karena Guan Tongtong, jurnalis wanita dari berita malam yang berasal dari kota Jiang, yang terus mengejarnya agar bersedia diwawancara.

Setelah pelatihan selesai, Shen Dongyuan sedang makan bersama dengan teman-temannya yang lain. Lalu sosok Guan Tongtong yang menggunakan gaun putih yang sangat mencolok tersebut sudah berdiri di pintu masuk kantin.

Huang Qi menepuk-nepuk lengan Shen Dongyuan untuk memberitahunya. "Kapten, Kapten, wanita itu datang lagi."

Shen Dongyuan mengerutkan keningnya setelah melihat sosok Guan Tongtong. "Apakah tidak ada penjaga di luar? Siapa yang mengizinkannya masuk ke dalam? Setelah makan, pergilah untuk memberi tahu penjaga agar tidak membiarkannya masuk lagi."

"Ia adalah jurnalis, apakah penjaga gerbang bisa menghentikannya?"

"Memangnya kenapa dengan jurnalis? Tempat ini adalah wilayah militer. Apakah orang bisa sembarangan datang ke sini? Selesai makan nanti, jangan lupa untuk memberitahu penjaga tentang apa yang kukatakan barusan." Ujar Shen Dongyuan.

Huang Qi pun membalas dengan suara lantang. "Baik, Kapten! Siap laksanakan!"

Shen Dongyuan lalu menendang betis Huang Qi karena merasa kesal. "Apa kamu minta dihajar?"

Sementara itu, mata Guan Tongtong terlihat sedang menatap ke arah Shen Dongyuan. Ia melihat Huang Qi yang sedang meringis kesakitan. Tendangan itu pasti sangat menyakitkan. Hal itu menunjukkan bahwa Kapten Shen memang sedang marah.

Akan tetapi Guan Tongtong tetap tidak berencana untuk menyerah, dan justru menghalangi langkah Shen Dongyuan yang hendak keluar dari kantin.

"Kapten Shen, aku dengar kamu pernah sekali menghabiskan sehari semalam di hutan hujan. Apakah itu benar?"

Wajah Shen Dongyuan berubah menjadi suram setelah mendengar pertanyaan barusan. Ia lalu melangkah ke depan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Para prajurit yang makan bersama di belakangnya juga ikut tercengang setelah mendengar ucapan jurnalis tersebut.

Apakah jurnalis itu sedang bercanda? Kejadian yang terjadi di hutan hujan adalah luka bagi Shen Dongyuan di periode sejarah ini. Siapapun tidak boleh membahas tentang hal tersebut.

Guan Tongtong dengan tidak sabar berkata, "Kapten Shen, aku hanya ingin melakukan wawancara denganmu. Apakah kamu perlu memperlakukanku sebagai monster mengerikan yang harus dihindari seperti ini?"

"Huang Qi." Panggil Shen Dong seraya menghentikan langkahnya.

"Siap, Kapten." Balas Huang Qi yang segera berdiri dengan postur standar militer.

"Panggil penjaga dan singkirkan orang-orang yang tidak berkepentingan dari sini."

"Baik."

Mata dingin Shen Dongyuan lalu beralih menatap wajah Guantong. "Aku tidak akan melakukan wawancara. Tolong jangan muncul lagi di hadapanku setelah ini." Ujar Shen Dongyuan lalu melangkah pergi.

Guan Tongtong menghentakkan kakinya karena kesal setelah mendengar ucapan barusan. "Shen Dongyuan, apa hebatnya dirimu? Aku tidak percaya! Orang hebat tidak akan tunduk pada perkataan orang lain."

Guan Tongtong tertegun seraya memandangi punggung Shen Dongyuan yang terus menjauh, dan diikuti oleh beberapa prajurit yang lain.

Air mata Guan Tongtong terjatuh. Tidak ada orang yang pernah menolaknya seperti ini. Selain itu, Shen Dongyuan juga membuatnya kehilangan muka di depan banyak orang.

Sementara itu, Huang Qi berlari kembali ke kantor Shen Dongyuan untuk melaporkan sesuatu. "Gawat! Kapten kali ini telah membuat masalah besar. Ternyata jurnalis itu dapat memasuki wilayah militer karena ia adalah anak perempuan dari Wakil Komandan MIliter, Guan Rongguang. Gawat! Ini benar-benar gawat!"

"Apanya yang gawat? Bersedia diwawancara atau tidak adalah keputusan pribadiku. Apa hubungannya dengan Wakil Komandan Militer Guan?" Ujar Shen Dongyuan yang sedang duduk dan menandatangani dokumen di meja kantornya.

"Kapten, kita tidak boleh melawan. Lagipula, apa salahnya jika melakukan wawancara sekali saja?"

Shen Dongyuan berhenti menulis setelah mendengar ucapan Huang Qi barusan. Meskipun kepalanya masih tertunduk dan melihat dokumen-dokumen yang sedang ditandatanganinya, tetapi nada bicaranya menjadi semakin dingin. "Apakah kamu menyuruhku berbangga hati di atas kematian orang lain untuk sebuah kehormatan?"

Li Jirong, wakil pemimpin pasukan yang ada di sebelah Huang Qi, buru-buru menariknya keluar ruangan setelah mendengar kalimat Shen Dongyuan barusan.

Ketika semua orang sudah keluar dari kantornya, Shen Dongyuan lalu menghentikan aktivitasnya, ia kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Ia memang menghabiskan satu hari satu malam di hutan hujan itu, dan telah melakukan prestasi yang terlihat hebat di mata orang lain. Namun, tak ada orang yang tahu rasa sakit yang dialaminya. Ia mendapatkan tepuk tangan dari orang-orang, sementara teman dekatnya meninggal dunia di hutan lebat tersebut.

Bagaimana bisa ia menikmati kehormatan seperti itu?

Ia kemudian mengusap wajahnya. Tidak peduli siapapun jurnalisnya, ia bertekad untuk tidak melakukan wawancara mengenai hal tersebut.

Wu Tianlei lalu mengetuk pintu kantornya, dan membuat Shen Dongyuan mendongakkan kepalanya. "Ada apa?"

Kemudian Wu Tianlei masuk dan duduk. "Aku tidak datang ke sini untuk hal lain. Aku dengar bahwa jurnalis wanita itu telah mengganggumu selama beberapa har—"

"Jika kamu menemuiku karena hal itu, maka berhentilah bicara karena aku tidak akan melakukan wawancara itu." Ucap Shen Dongyuan yang segera memotong ucapan Wu Tianlei.

"Aku tidak sebagus kamu dalam hal pangkat, tetapi dalam hal pasukan dan waktu, kamu tidak sebagus aku, Dongyuan. Untuk masalah seperti ini, kamu juga harus melihat siapa jurnalisnya." Wu Tianlei mendesaknya untuk bersedia diwawancara oleh Guan Tongtong.

"Wu Tianlei, aku mengerti maksud baikmu. Tapi kamu tidak tahu… ." Shen Dongyuan tiba-tiba kehilangan kata-kata dan mulai sesenggukkan. "Setiap kali seseorang membicarakan tentang prestasi hebatku itu, mereka seperti menggali luka lama yang ada di dalam hatiku."

Sayangnya, Wu Tianlei tidak dapat mengerti perasaannya, karena ia tidak pernah merasakan hal yang sama. Mungkin hanya mereka yang pernah pergi ke medan perang dan pernah berada diambang kematian lah yang bisa memahami luka yang ada di dalam hati Shen Dongyuan. Meskipun jurnalis itu adalah putri satu-satunya Wakil Komandan Militer Guan, tetapi Wu Tianlei tidak bisa melanjutkan ucapannya untuk membujuk Shen Dongyuan setelah melihat ekspresi terluka di wajah lelaki tersebut.