webnovel

Hei,, Matikan Lampunya

Alisya tak bisa menyembunyikan rasa malunya, karena Adith yang mendengar semua perkataan Karin. Ia juga tak menyangka kalau Adith dengan santainya berjalan pergi sambil tersenyum penuh arti meninggalkan mereka semua tanpa berkomentar apapun.

"Kau.... " Alisya menatap tajam ke arah Karin yang cekikikan melihat wajah merah padam Alisya yang malu.

"Maaf.... Aku tak menyangka kalau dia masih ada disana!" Karin menjawab ditengah cekikannya yang ia tahan.

Pada akhirnya tidak satupun dari mereka yang meninggalkan jam pelajaran malam itu. Mereka semakin terpacu untuk belajar dengan lebih serius hingga tak sadar jam sudah menunjukkan jam 10 malam.

"Beberapa malam ini kamu juga pulang dengan berjalan kaki?" Rinto bertanya dengan tampang takjub.

"Meskipun malam, jalanan tidak terlalu sunyi kok." Ucap Alisya. Mereka berjalan melewati koridor yang cahayanya tidak terlalu terang.

"Sya, cuma perasaanku saja atau memang tatapan siswa lain padamu sedikit aneh?" Karin berkata setengah berbisik ke telinga Alisya.

"Aku juga merasakannya. Mereka seperti menatap Alisya, dengan penuh kebencian." Tambah Yogi.

"Entahlah, dari awal tatapan mereka memang sudah seperti itu." Alisya tidak terlalu memperdulikan mereka dan hanya berjalan dengan santainya.

Ketiganya menawarkan tumpangan kepada Alisya, namun tetap ditolaknya dengan alasan akan singgah di salah satu swalayan terdekat, di jalan pulang dan juga tak ingin merepotkan ketiganya. Karena malam itu adalah malam minggu, jalanan cukup ramai sehingga mereka tidak begitu mengkhawatirkan Alisya.

Setelah mengantarkan Karin menuju jemputannya, Alisya yang masih berada di pintu gerbang sekolah akan beranjak pergi namun mobil sport mewah dengan bagian atap yang terbuka berhenti tepat dihadapan Alisya menyilaukan mata Alisya dengan lampu mobilnya.

"Hei matikan lampunya." Suara Alisya cukup tegas.

"Hai Alisya..." Suara seorang laki-laki yang terdengar menyapa dengan menggoda.

Setelah menyesuaikan matanya dengan sinar lampu yang ada, perlahan-lahan Alisya bisa melihat siapa mereka. Ada 3 orang cowok dimobil itu.

"Kau benar-benar berjalan kaki, saat pulang yah... Bagaimana kalau kamu ikut kami saja?" Ajak seorang cowok yang di kursi belakang.

"Tidak, terimakasih!" Jawabnya ketus dan berlalu pergi.

"Tunggu dulu." Cowok yang sebelumnya memegang setir, menghentikan Alisya dengan memegang tangannya.

"Malam minggu berbahaya untuk seorang perempuan!" Ucapnya berdiri dan keluar dari mobilnya.

"Tidak lebih berbahaya dari kalian bertiga!" Tegas Alisya.

"Hahahahaha... Hei, kami hanya ingin mengantarmu saja Alisya! Kami tidak bermaksud jahat padamu." Seseorang yang duduk di kursi depan ikut berbicara.

"Aku tak mempercayai kalian!" Alisya berusaha untuk tetap sopan melepas genggaman cowok itu.

"Kau tidak tau siapa aku?" Tanyanya setelah genggamannya dilepas.

"Laki-laki?" jawab Alisya ketus.

"Aku tidak menanyakan jenis kelaminku! " Terang si cowok mulai kesal, karena dua orang temannya terbahak-bahak mendengar jawabanya nyeleneh Alisya, yang memasang wajah yakin.

"Aku tau! Cuma memastikan." Kedua cowok itu semakin tak bisa mengendalikan tawa mereka.

"Sepertinya kau lebih terlihat cantik, dibandingkan ganteng." Tawa keduanya semakin pecah.

"Maaf aku belum memperkenalkan diriku dengan baik. Namaku Zein Abraham Wijaya!" Ucapnya sembari mengulurkan tangannya dengan sopan.

"Aku, Anggara Lesmana!" Cowok yang duduk di kursi belakang tersenyum manis.

"Dan aku, Riyan Tri Leginos. Kita pernah bertemu di depan kelas MIA 1 sewaktu kamu ke kompleks dan juga sewaktu aku menjadi Partner Karin." Senyumnya sopan.

Alisya baru sadar setelah di ingatkan oleh Riyan, bagaimana mungkin bisa dia melupakan Zein dan Riyan yang sering ditemuinya. Untuk Anggara mungkin ini pertama kali mereka bertemu.

"Maaf, aku baru ingat! " Alisya tetap memasang wajah datarnya.

"Kau benar-benar unik yah... Untuk wanita lain, mereka takkan bisa menatap tajam sepertimu ke arah kami, karena takut atapun merasa malu oleh status dan wajah tampan kami." Anggara mencondongkan tubuhnya mendekati wajah Alisya.

"Aku tidak peduli untuk hal seperti itu." Tegas Alisya.

"Maafkan kami, jika membuatmu merasa tidak nyaman. Kami hanya ingin berniat baik dengan mengantarmu." Zein dengan lembut meminta kepada Alisya.

"Ayolah, jalanan mungkin masih ramai. Tapi akhir-akhir ini banyak begal yang berkeliaran, tidak baik bagimu berjalan sendiri." Riyan menambahkan sambil berpindah ke kursi belakang, bersama Anggara.

Alisya memang bisa merasakan ketulusan dari suara keduanya. Namun ia tidak cukup yakin untuk bisa berada di atas mobil terbuka seperti itu. Meski ia tau, kalau mobil yang terbuka atapnya tidak akan begitu membuatnya mabuk karena terpaan angin, Alisya tetap tak yakin jika saat ini aman baginya untuk bersama mereka, terlebih karena ancaman dari kakeknya.

"Terimakasih banyak, tapi aku benar-benar tidak bisa naik mobil. Aku mabuk darat yang cukup akut." Alisya tersenyum ikhlas kepada ketiganya dengan mengucirkan rambutnya kebelakang telinganya.

Gerakan manis Alisya yang sederhana, membuat ketiganya terpesona. Alisya memiliki wajah Asli Indonesia yang sangat Oriental. Meski jika diperhatikan lebih saksama lagi, mereka akan menemukan sedikit ukiran Jepang diwajahnya. Kceantikannya sederhana, namun begitu mempesona hingga membuat siapapun yang melihat wajah Alisya, takkan pernah bosan untuk memadangnya. Apalagi senyum manis Alisya, yang memperlihatkan deretan gigi datar berwarna putih serta kembangan pipinya yang naik karena senyumnya, membuat ketiganya memuji Alisya dalam hati.

"Ja... Jadi, selama ini kamu berjalan kaki karena tidak bisa naik kendaraan?" tanya Riyan setelah terbatuk jaim.

"Bahkan jika itu mobil terbuka seperti ini atau motor sekalipun?" Anggara setengah terkejut.

"Apa itu yang menyebabkan kamu selalu berjalan kaki?" Zein takjub antara merasa aneh atau tak percaya terhadap Alisya.

"Begitulah.. Motion sicknessku lumayan parah, jadi maaf... Aku harus pergi sekarang!" Alisya berlalu pergi setelah menolak dengan sopan.

Ketiganya hanya saling pandang satu sama lain menyerap kalimat Alisya, yang tergolong aneh untuk abad milenial masa kini yang segala sesuatunya sudah serba tekhnologi tinggi.

"Apa dia berasal dari jaman purba?" Riyan bertanya dengan wajah bingung.

"Aku bahkan tak pernah melihatnya memegang Handphone!" Anggara menggeleng takjub.

"Tak kusangka masih ada wanita seperti itu di dunia ini, itulah kenapa dia tidak begitu memperdulikan status ataupun wajah orang lain." Zein tersenyum semakin mengagumi Alisya. Ketiganya berlalu pergi dengan pikiran masing-masing.

*****

"Assalamualaikum, tante. Adithnya ada?" Karin memberi salam begitu sampai dirumah Adith.

"Oh iya non, tuan Adith ada di dalam sudah siap bareng teman lainnya" Bibi Emi pembantu Adith yang sudah bekerja selama 20 tahun dirumah mereka membuka pintu.

"Makasih ya, tante!" Karin segera masuk, begitu dipersilahkan.

Bibi Emi tetap diam, bingung dengan sapaan Karin yang mungkin sebagian orang malah akan memanggilnya Bi, sebagai pertanda bahwa dia adalah seorang pembantu. Namun panggilan Karin membuat bibi Emi, merasa sangat terharu.

"Permisi tante, saya juga boleh masuk?" Suara lembut Alisya mengagetkan bibi Emi.

"Oh iya non, maaf bibi nggak liat!" Bibi Emi terkejut namun tidak segera mempersilahkan Alisya masuk. Bibi Emi ingat betul wajah cantik ini, ia dengan mudah bisa mengenali Alisya. Tapi karena kurang yakin, bibi Emi segera menutup pintu mencari ibu Adith.

"Alisya ayo, kamu udah pernah kesini kan?" Karin menarik alisya yang tampak malu mengingat perkataan Karin yang didengar oleh Adith semalam.

"Salah siapa aku jadi canggung kayak gini?" Alisya menatap tajam Karin dengan suara ketus.

"Iya, iya maaf deh! Ya sudah, kita masuk yuk Sya, ingat kakek Takahashi kan? " Karin menggoda Alisya dengan memasang nama kakeknya.

"Sial! Kenapa juga aku harus menurutimu memakai pakaian ini sih." Alisya kurang nyaman dengan pakaian yang ia kenakan.

"Kamu cantik kok!" Karin menarik Alisya masuk menuju ruang tengah dan disana sudah terdapat Rinto dan Yogi yang tengah duduk merapikan buku-buku bawaan mereka.

"Udah lama?" Karin langsung duduk mendekati Rinto dan Yogi.

Keduanya menoleh menatap Karin yang tampak cantik dengan gaya santai namun cukup stylish, dengan baju kaos oblong putih dibalut blazer hitam dan celana pendek selutut yang tidak terlalu seksi.

"Adith mana? " Tanya Karin lagi karena keduanya tetap terdiam. Karin mengikuti arah tatapan mereka yang sudah terpaku diam melihat ke arah Alisya.

"Cantikkan?" Puji Karin bangga. Suara karin membuat keduanya jadi salah tingkah setelah melihat Alisya.

Alisya tidak langsung duduk dikursi, ia hanya berjalan menuju jendela rumah Adith yang cukup besar untuk mendapatkan sedikit hembusan angin menghilangkan kegugupannya.

Next chapter