Sampai di kelas, aku pikir akan melewati dan berhenti memikirkan perihal tentang Rival dan bu Siska. Akan tetapi, Una sudah siap dengan celotehnya menatapku dengan tajam. Dia sudah tidak sabar mendengar jawabanku menagapa menemui Rival sepagi itu. Sampai akhirnya Una menyadari sebuah cincin yang melingkar di jari manisku.
"Oh my God! Rose, apakah ini pemberian dari paman dan bibi mu lagi? ini berlian dan safir, aku bisa menebak berapa harga cincin ini." Una terbelalak dan terus memegangi jemariku dan menimang-nimang nya seperti benda antique yang berharga.
Aku segera menarik tanganku dari genggaman Una. "Aku tidak ingin membahas nya, andai saja aku bisa melepasnya. Tapi sepertinya aku sudah terjebak dalam nasib dan takdir yang tidak pernah aku impikan sebelumnya."
"Ck, kau jadi seorang puitis semenjak kembali bersama kak Alex." Una meledekku dengan tawa kecil hingga kembali meraih jemariku. "Ya ampun, Rose. Aku sungguh iri padamu!" kembali Una menimang-nimang jemariku.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com