webnovel

Rencana Kedua

Meri masih terlelap saat handphone nya berdering memaksanya membuka mata. Dengan malas-malasan meri mengangkat telfon itu setelah melihat itu dari maria.

📞"halo"

📞"meri, apa yang terjadi? Aku baru saja membaca pesanmu". Suara maria terdengar terkejut.

📞"ceritanya panjang tapi kami sepakat untuk berdamai. Hanya kak rido yang belum mengatakan apa-apa. Setelah dia setuju, kami akan ke kantor polisi untuk menarik tuntutan" jawab meri masih dengan mata tertutup.

📞"apa alasan keluargamu memaafkan bajingan itu?"

📞"maria, aku tahu kau terkejut dan marah , tapi menghardiknya tidaklah benar di tambah lagi kau adalah perempuan. Aku yang meminta keluargaku memaafkannya karena pada dasarnya dia pria yang baik. Setelah semua kebaikannya, bagaimana bisa aku menghukumnya dan merenggut masa mudanya. Dia bahkan belum menyelesaikan studynya, kau harus berbaik hati. Hmm" bujuk meri

📞"kau memintaku memaafkannya setelah tahu apa yang menimpamu. Aku tidak melihat langsung tapi bagaimana bisa kau melepaskannya begitu saja setelah semua yang kau alami? Tidak bisa" jawab maria tegas

📞"aku lelah membujuk keluargaku satu per satu untuk meyakinkan mereka. Bisakah kita tidak menghabiskan energi untuk berdebat?" pinta meri yang memang kelelahan memikirkan cara membebaskan jackob.

📞"baiklah, kita tidak perlu berdebat. Aku juga lelah setelah perjalanan jauh. Aku akan istirahat" tanpa mendengar persetujuan meri, telfon itu terputus.

'Dia sepertinya marah besar kali ini, padahal dia tidak melihat apa yang menimpaku, lalu mengapa dia semarah ini' batin meri.

Meri mencoba membenamkan wajahnya di bantal, memikirkan kembali keputusannya. Dan pada akhirnya keputusannya tetap sama. Dia mencoba untuk tidur kembali karena masih subuh dan dia begitu lelah mengurus rido yang mabuk semalam.

Dia terbangun kembali saat ibunya mengetuk pintu. Setelah membuka pintu meri segera menuju kamar mandi. Ibu meri setia menunggu putrinya itu selesai berpakaian dan mengajaknya turun untuk sarapan.

"apa kak rido belum bangun?" tanya meri kemudian memasukkan potongan sandwich ke mulutnya.

"ibu pikir dia tidak pulang semalam. Biar ibu bangunkan" ibu meri hendak beranjak dari kursinya namun tangan meri menahannya.

"biar aku saja" meri kemudian berdiri dan menuju ke kamar rido sambil setengah berlari. Ibunya bahkan berteriak untuk mengingatkannya agar tidak berlari seperti itu.

Meri mengetuk pintu kamar rido dan memanggilnya namun tak ada jawaban dari dalam. Meri kembali mengetuk dan masih sama. Dia akhirnya membuka pintu kamar itu karena memang tak terkunci. Dia melihat sosok lelaki tampan namun lesu tanpa tenaga duduk dilantai bersandar pada ranjang sambil meletakkan dagunya di lutut yang terlipat.

"kakak, apa kau baik-baik saja?" meri melangkah masuk mendekati kakaknya yang masih tak menjawab. Meri semakin takut melihat kakaknya yang bahkan tak berkedip menatap jauh ke depan dengan tatapan kosong.

"kakak, kau..."

"keluarlah" belum sempat meri menyelesaikan perkataannya, rido sudah lebih dulu mengusirnya.

Meri tak mau menyerah, apalagi meninggalkan kakaknya dalam kondisi mengerikan seperti ini.

"kakak, aku mau kau mencabut tuntutanmu kepada bang jack" perkataan meri seakan air dingin yang menyiram tubuh rido.

Rido menatap meri tajam tapi tetap terdiam mengamati ekspresi adiknya itu.

"ayah dan yang lainnya sudah setuju, hanya menunggu persetujuanmu saja dan kita akan pergi ke kantor polisi untuk mencabut gugatan itu" sambung meri karena tak mendapat respon dari kakaknya.

"apa andre tahu soal ini?" pertanyaan itu simpel tapi membingungkan bagi meri. Mengapa pendapat andre penting saat ini.

"tidak, dia masih di perjalanan ke New York saat ini" jawab meri.

"kalau begitu tunggu ada kabar darinya" rido menjawab tanpa memandang meri.

"kakak, bisakah kita bicara? Aku rasa kita harus menyelesaikan masalah diantara kita" meri mencoba untuk berbicara baik-baik kepada kakaknya itu. Dia tidak ingin rido berpiki bahwa dia memaafkan jackob hanya karena dia sahabat baik kakaknya.

"bicaralah" ujar rido dingin.

"kak, aku akan menangis jika kau terus bersikap dingin kepadaku. Bukankah seharusnya aku yang marah padamu. Tapi apa ini, kau justru menjauhiku" nada suara meri mulai bergetar karena menahan emosi dan tangisnya. Dia rasanya ingin melompat memeluk kakaknya itu.

"lalu kau mau aku bersikap seperti apa? Sikapmu yang tetap baik seakan tak terjadi apa-apa membuatku malu untuk menatapmu"

Meri terdiam mendengar pengakuan kakaknya itu. Dia tidak tahu bahwa kakaknya berharap dia akan membencinya.

"kau seharusnya bersikap baik padaku, lebih perhatian padaku, jika perlu 24 jam mengawasi ku. Setidaknya itu yang harus kau lakukan jika merasa bersalah terhadapku" meri mendekati rido dan berdiri di hadapan kakaknya yang masih meringkuk.

"maafkan aku" ujar rido lirih hampir berbisik.

"bangunlah kak, aku tidak perlu memaafkanmu karena kau tidak berbuat kesalahan. Mempercayai orang lain bukanlah suatu kesalahan. Aku tahu dia mengkhianatimu, tapi terpuruk seperti ini itu bukan sifatmu. Kau selalu bersemangat jadi bangunlah, ada sesuatu yang harus kita lakukan" meri menarik tangan rido agar berdiri.

Rido menatap adiknya sebelum akhirnya berdiri di hadapannya. Dia membelai kepala meri dan menatap wajah adiknya yang sudah dua minggu ini tak dipandangnya dengan benar.

"aku baik-baik saja" perkataan meri setidaknya mengurangi rasa bersalah rido.

"Mmm" rido bergumam kemudian mengacak rambut meri. Dia dengan santai melangkah ke kamar mandi.

Meri menatap kepergian kakaknya itu yang kini hilang dibalik pintu kamar mandi. Meri berbalik membuka lemari pakaian rido dan menyiapkan pakaian untuknya. Dia mengambil sebuah kemeja putih dengan motif silang membentuk layang dan dipadukan dengan dasi berwarna hitam polos dan jaket kulit hitam serta celana kain hitam sebagai pasangannya. Dia menyukai jika rido menggunakan style semi formal karena itu akan membuatnya tampil keren namun tetap berkarisma. Setelah meletakkannya di ranjang, meri berteriak kepada rido yang masih di kamar mandi bahwa dia menunggu di bawah untuk sarapan bersama.

Meri menuruni tangga dengan sangat berhati-hati karena tak ingin mendengar omelan ibunya lagi. Rafa yang melihat adiknya itu turun dengan wajah cerah dan langkah yang teratur seakan mengikuti not lagu membuatnya yakin bahwa meri berhasil membujuk rido.

Meri melirik ke arah rafa yang dari tadi menatapnya kemudian mengedipkan matanya dengan genit. Rafa hampir tertawa di buatnya jika saja tidak ada ayahnya di hadapannya saat ini mungkin dia akan terbahak-bahak.

Meri melewati semua keluarga yang sudah selesai dengan sarapan mereka dan berkumpul di ruang keluarga membahas tentang rencana hari ini. Rafa yang memang pulang hanya untuk menemui meri tentu tak memiliki rencana yang berarti. Dia hanya akan menghabiskan waktu hari ini di rumah. Ayah meri hari ini juga sedang libur dan akan menghabiskan waktu dengan putranya itu untuk bermain catur.

Meri dan rido sudah ada rencana untuk mencabut gugatan mereka dan mengunjungi jackob. Dedi dan dani seperti biasa tetap dengan rutinitas sekolah.

Meri melihat ibunya yang sedang membersihkan meja makan.

"ibu, aku akan sarapan dengan kakak di taman belakang, kami sudah lama tidak saling bicara jadi ku rasa hari ini hari spesial" meri dengan senang hati mengangkat sarapannya dan sarapan untuk rido ke meja taman.

"ibu, bisa buatkan bubur ayam" ujar meri dari pintu keluar yang menghubungkan meja makan dan taman belakang.

"untuk siapa?" ibu meri tahu anaknya itu benci bubur. Dia selalu beranggapan bubur hanya untuk orang yang sakit atau yang sudah tidak memiliki gigi.

"aku akan membawakannya untuk bang jack" jawab meri santai.

Sontak saja semua pandangan menatap ke arahnya termasuk rido yang sudah berada di anak tangga terakhir sehingga bisa melihat ekspresi meri dengan jelas saat mengatakan itu.

Bukan hanya perkataannya yang mengagetkan, nada suaranya yang ceria serta ekspresi wajahnya yang penuh kebahagiaan membuat rido terkejut.

"baiklah, ibu akan membuatnya. Tunggu sekitar setengah jam bubur itu akan siap" ujar ibu meri.

"oke" balas meri sambil memberi kode jempol kepada ibunya.

Meri kemudian menuju ke taman belakang dimana dia sudah menata sarapan untuknya dan rido. Tak lama ridopun muncul.

"mengapa makan di taman? Ini seperti kita sedang kencan" tanya rido merasa heran dengan sikap adiknya.

"aku ingin kita membahas sesuatu dengan nyaman" jawab meri kemudian memakan sandwich nya.

"mengenai yang kau katakan tadi, coba ulangi" pinta rido yang juga mulai menyantap makanannya.

Meri dengan sabar dan teliti menjelaskan satu per satu kejadian di ruang keluarga tadi malam sampai pada keputusan menarik gugatan hari ini.

"apa kakak setuju?" tanya meri

"tentu, jika ayah dan ibu tidak mempermasalahkannya lagi, aku juga tidak akan mempermasalahkannya" jawab rido singkat namun meri menangkap sebuah senyum di wajah kakaknya itu.

"oh ya, megan itu siapa? Dan mengapa kau bisa mabuk-mabukan semalam?" tanya meri setengah berbisik

"dia hanya teman biasa, mengenai semalam itu aku benar-benar frustasi menghadapimu, ayah dan jackob. Aku benar-benar stres jadi kupikir dengan mabuk aku akan lupa dengan masalahku" ujar rido terdengar santai namun memilukan. "aku senang kau berpikir untuk memafkan jackob. Dan aku lebih senang lagi mendengar bahwa dia tidak berbuat kasar maksudku tidak terlalu kasar. Aku benar-benar mengira luka di sekujur tubuhmu itu ulah bocah itu" walau mengatakan kepedihan tapi nada lega dalam penyampaiannya terdengar jelas.

Meri menatap kakaknya itu dengan perasaan bahagia seakan menemukan kembali berliannya yang hilang. Mereka tak henti-hentinya saling menggoda. Meri menggoda rido dengan kejadian mabuknya semalam dan rido membalasnya dengan kejadian meri di rumah sakit dengan wajah tak berdaya. Meri tak merasa candaan kakaknya itu berlebihan karena diapun sudah mulai terbiasa dan bisa menerima kejadian itu.

Ibu meri menghentikan candaan kakak adik itu karena sudah waktunya mereka ke kantor polisi, selain itu bubur ayam itu akan dingin jika menunggu terlalu lama.

Meri naik ke kamarnya dan mengambil blazernya. Dia menggunakan baju berwarna putih dengan syal biru melingkar di bagian leher serta rok berwarna biru tua batas lutut . Meri memakai sepatu sneaker berwarna putih yang sesuai dengan tampilan anak muda. Dia tak ingin menggunakan sendal atau sepatu tinggi karena itu akan membuatnya tampak lebih dewasa dari umurnya.

Dia turun menuju ke halaman dimana rido sudah menunggu di mobil. Meri berpamitan kepada ayah, ibu dan kakaknya lalu melenggang pergi bersama rido.

Sesampai di kantor polisi , meri memperbaiki dandanannya, memegang tas yang juga berwarna biru di tangan kanannya dan paper bag di tangan kirinya kemudian masuk dengan langkah yang menunjukkan kelasnya. Dia sengaja melakukan itu agar orang berfikir wajar jika jackob sampai nekad memaksanya karena memang dia begitu menarik.

Benar saja, semua mata memandang kagum ke arahnya, kaki ramping, badan seksi, kulit putih mulus tanpa noda, wajah cantik, dandanan modis di tambah lagi saat dia tersenyum dan menunjukkan lesung pipi di sebelah kiri membuat pria akan dengan senang hati meminta di penjara asal bisa menyentuhnya.

Rido tersenyum melihat adiknya bersikap seperti penggoda dan lebih genit dari biasanya. 'kau memang racun bagi laki-laki' batin rido sambil terus mengikuti langkah adiknya itu.

Meri duduk di kursi sebelah rido dan berhadapan dengan anggota kepolisian yang menangani kasusnya. Rido menjelaskan bahwa mereka datang untuk mencabut gugatan jackob.

"maaf pak rido, berkas mengenai kasus itu sudah dilimpahkan ke kejaksaan tadi malam karena atasan menganggap semua berkas sudah lengkap beserta buktinya, kami juga sudah memberi tahu kepada pak rido tadi malam" ujar staff kepolisian itu.

Meri terkejut mendengar hal itu, rido pun tak kalah terkejutnya. Mereka saling pandang hingga akhirnya memahami keadaannya. Karena rido semalam sedang mabuk oleh karena itu dia bahkan tak mengingat bahwa dia telah menerima pemberitahuan tentang hal ini.

Meri menatap kakaknya yang kembali tertunduk lemah. Meri menggenggam tangan kakaknya itu untuk menenangkannya. Mereka masih memiliki rencana kedua untuk meringankan hukumannya, tapi untuk rencana ketiga, meri bahkan tak bisa mempertimbangkannya.

Meri meminta polisi agar mengizinkan mereka mengunjungi jackob, namun aturan begitu ketat hingga hanya salah satu dari mereka yang diperolehkan untuk menemuinya.