webnovel

Nyonya direktur

jika mereka tidak terbiasa dengan tatapan dingin bos mereka itu, mungkin saat ini mereka akan kejang ketakutan. Ditambah lagi dengan teriakan itu, mereka merasa nyawa mereka dicabut beberapa detik sebelum akhirnya sadar.

"direktur, kami hanya berusaha mengusir biang masalah" jawab salah satu di antara kedua sekuriti itu.

mendengar bagaimana istrinya di anggap sebagai biang masalah, emosi yang tadinya sudah sampai di ubun-ubun kini mengepal menjadi sebuah bogem mentah yang mendarat tepat di wajah sekuriti itu.

meri tidak memahami sebagian besar percakapan mereka tapi dari nada bicara ilham sangat jelas ia sedang marah dan itu di benarkan dengan sebuah pukulan itu.

dengan cepat, meri menahan tangan ilham yang sudah mencengkeram seragam sekuriti itu. jika tidak di lerai, sebuah pukulan pasti akan kembali mendarat.

"sayang, sudah cukup" meri mengucapkan kalimat itu dalam bahasa indonesia agar orang lain tidak mengetahuinya.

ilham melepaskan cengkramannya dengan mendorong keras sekuriti itu.

"apa mereka menyentuhmu? apa ada yang sakit?" ilham memeriksa kedua lengan istrinya dengan tatapan penuh kecemasan.

"tidak, kau datang tepat waktu" kata meri dengan senyum di bibirnya.

"gadis ini, kau masih bisa tersenyum setelah di perlakukan tidak baik. dan mengapa tidak memberitahuku jika kau ingin datang?"

"aku membawa ini" meri menunjukkan kantong plastik di tangannya. "tapi mungkin sudah dingin karena terlalu lama menghabiskan waktu dengan mereka" keluh meri menatap tajam ke arah wanita yang menghalanginya tadi.

mereka tidak mengatakan betapa dekata hubungan yang mereka miliki tapi hanya orang idiot yang tidak akan mengerti hal itu.

semua cinta sudah sangat jelas terpancar dari mata keduanya, genggaman tangan serta perhatian yang dilimpah ilham sudah pasti bahwa wanita itu memiliki arti tersendiri bagi direktur muda itu. sialnya, mereka hari ini menyinggung wanita pujaan sang direktur.

Di antara yang memperlakukan meri dengan buruk, tak satupun yang bisa bernafas lega. nafas mereka seakan tercekat di tenggorokan.

Di sisi lain, meri merasa cukup senang dengan wajah-wajah pucat seakan aliran darah mereka berhenti sesaat. Terkadang sebaik apapun dan sepemaaf apapun wanita, di saat tersakiti maka akan ada jejak di sana.

menghadapi masalahnya sendiri sudah menjadi kebiasaan bagi meri, tapi apa yang terjadi hari ini bukan hanya tentang dirinya tapi juga mengenai sang suami yang terkenal dermawan. jika berita mengenai penolakan pasien miskin ini keluar maka citra suaminyalah yang di pertaruhkan.

Menenangkan netizen tidak semudah menenangkan bayi yang menangis. dan juga, jiwa sosialnya menekan tindakannya hingga ikut campur dalam masalah orang lain.

"kemarilah" ilham membawa meri ke hadapan para wanita yang duduk di meja resepsionis dan dengan lambaian tangan meminta para pria untuk menyingkir dari sana.

Tak merasa curiga, meri mengikuti intruksi suaminya untuk berdiri di hadapan para pegawai wanita yang menatapnya tajam penuh kecemburuan. Di lihat dari tatapan mereka, bukan hanya iri mereka juga mungkin mengutuk di dalam hatinya. menyesali bahwa sang direktur begitu akrab dengan wanita yang bahkan tidak terlihat luar biasa itu.

Seakan mengerti dengan pemikiran para pegawainya, ilham membuka masker yang menutupi wajah cantik itu sedari tadi. merasa terkejut, meri memalingkan wajahnya namun dengan cepat ilham menahan kepalanya agar tetap lurus ke depan.

"para pria berada di belakang kita saat ini. jika tidak ingin mereka melihat wajahmu maka jangan menoleh" bisik ilham di telinga meri.

Canggung dan gugup, meri menyisir semua pandangan yang kini berubah seakan melihat sang bidadari yang nyasar di bumi. Dulu, hal ini sudah biasa ia lihat dari mata para pria dan beberapa sahabat wanitanya.

Enam tahun berlalu dengan pandangan acuh orang lain, saat mendapat tatapan rumit di hadapannya ia merasa akan membeku di tempat.

"wanita ini adalah istriku. kenali wajah dan matanya dan jika hal ini terulang lagi maka tidak akan ada toleransi"

"Nyonya, saya melakukan kesalahan. tolong maafkan saya" ujar wanita yang ternyata bernama keylin itu.

Meri sudah menyiapkan kalimat penerimaan atas penyesalan keylin tapi ilham dengan cepat memotongnya.

"Kau dan dua sekuriti itu di pecat"

Itu kalimat dengan bahasa perancis sehingga meri tidak bisa menerjemahkannya dengan benar. tapi melihat bagaimana lesunya wajah keylin, meri dengan mudah menebak suaminya itu pasti memberikan punishment. hukuman apa yang diberikan, meri juga tidak mengetahuinya hingga ia bertanya dan ilham dengan sabar menerjemahkan ucapannya.

"ilham, tidak perlu seperti itu. ini bukan murni kesalahannya, dia hanya menuruti prosedur seperti biasa dan itu adalah aturan rumah sakit. dia hanya bersikap patuh dan bertanggung jawab atas pekerjaannya"

Yang sebenarnya, meri hampir tidak menyadari bahwa ia membela keylin dengan kata-kata yang keluar begitu saja. Dia seperti berbakat sebagai motivator dan seorang konsultan.

"dia bertindak berlebihan dengan melarangmu masuk tanpa menanyakannya lebih dulu kepadaku" ilham kembali pada keputusannya. "kau di pecat"

"tidak. jangan seperti ini. rumah sakit memiliki aturan tersendiri. ini sepertinya kesalahan pertamanya dan seharusnya manajemen personalia memberikan surat peringatan 1"

"di rumah sakit ini, ucapanku adalah aturan" kata ilham.

meri merasa suaminya terkesan otoriter dalam mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan seberapa besar kesalahan orang tersebut. Namun saat ia mengingat bahwa alasan tindakannya itu adalah karena wanita itu berani menyinggung sang nyonya yang di cintai direktur hatinya seketika merasa hangat.

walau sikap ilham seakan berhasil menyanjung hatinya yang kini meninggi dengan perasaan angkuh, dia tetap tidak akan membiarkan bawahannya dipecat sia-sia untuk sesuatu yang bukan kesalahan mereka sepenuhnya.

Sebagai manusia dan pemilik rumah sakit, mereka sudah semestinya mengintropeksi diri. Peristiwa ini tidak akan terjadi jika aturan rumah sakit di desain fleksibel serta training yang baik kepada pegawai baru dan penyesuaian aturan baru untuk pegawai lama.

"bisakah aku mengambil keputusan di sini?" tanya meri ragu.

"bisa, jika kau sudah menandatangi surat pemindahan kepemilikan rumah sakit ini" jawab ilham singkat.

Saat di rumah, istrinya itu akan sangat mudah memenangkan perdebatan dengan bersikap manis dan menggoda. tapi di depan umum dengan puluhan pasang mata yang menyaksikan, meri tidak akan berani untuk menggoda atau sekedar bersikap centil seperti ketika mereka berada di kamar.

"apa itu berarti hanya bisa jika aku memiliki rumah sakit ini?"

"Mmm. jadilah pemilik"

"bisakah itu berdasarkan aku memilikimu?"

ilham "..."

Dia benar-benar kalah dalam hal perdebatan mulut. istrinya memiliki lebih banyak kartu as yang siap untuk membungkamnya setiap saat.

"Nyonya, apakah kalian memutuskan memecatnya?" tanya sang asisten dari arah belakang meri.

setelah mengenakan kembali maskernya, meri berpaling menatap asisten pria itu kemudia melirik suaminya sejenak sebelum berkata dalam bahasa inggris, "tidak. memecatnya pada kesalahan pertama yang juga bukan pelanggaran berat terlalu merendahkan suamiku"

"baik nyonya"

"apa dia akan dilepaskan begitu saja?" ilham masih tidak senang tidak melakukan apapun kepada orang yang berani mengusik istrinya. "potong gajinya untuk satu tahun ke depan. jika dia keberatan maka dia boleh keluar"

"sayang, itu tidak benar. mengurangi gajinya akan membuat cacat laporan keuanganmu di akhir tahun. bukankah, auditor saat ini sangat memperhatikan laporan keuangan rumah sakitmu? itu akan menggali lubang untuk kejatuhanmu sendiri" sanggah meri.

Dia bukan wanita pemikir di segala hal namun ia selalu penuh pertimbangan jika berkaitan dengan keluarganya. jika keluarganya mengalami kesulitan maka ia juga tidak akan bisa tenang melewati hari.

"kau benar-benar akan melepaskannya begitu saja?" tanya ilham nampak tidak setuju.

meri tersenyum di balik maskernya dan memalingkan wajahnya ke arah asisten ilham. "berikan karyawan lain bonus selama satu tahun ke depan. semuanya kecuali keylin. untuk sekuriti ini, lepaskan saja. lagipula suamiku sudah membalasnya"

setelah menyelesaikan kalimatnya itu, para karyawan yang mendengar merasa senang dan mengucapkan terimakasih.

"memberi bonus pada semua orang tapi mengecualikan keylin. apa itu tidak termasuk diskriminasi?" kata ilham.

Kali ini, ia mencoba untuk memberikan pandangannya setelah di salahkan terus menerus oleh wanitanya itu.

"Diskrimasi?" meri tampak berpikir sebelum akhirnya tersenyum, "itu benar. itu balasan untuk diskriminasi yang ia lakukan untuk ibu tua tadi"

"inilah nyonyaku. aku pikir kau tadinya terlalu berbaik hati padanya" ilham tampak senang kemudian menggandeng tangan istrinya ke lift khusus direktur.

Dari sudut pandangnya, ia tidak bersikap kejam karena menghukum karyawannya sendiri. ia hanya ingin mendisiplinkan bahwa setiap pelanggaran akan ada konsekuensinya.

"aku hanya membiarkannya merasakan perlakuan diskriminasi dan biarkan dia menciut dengan rasa irinya. satu tahun, aku rasa tidak mudah"

Dalan jangka waktu setahun, wanita itu akan merasakan kerasnya rasa cemburu ketika rekan yang lain puas dengan bonus lebih dan ia hanya akan berjuang untuk gaji pokoknya.

"itu benar. tidak mudah dan tidak murah. apa kau tahu jumlah karyawan yang akan mendapat bonus setahun penuh?"

"sayang, kita tidak kekurangan uang. lagipula ini baik. dengan bonus ini, karyawanmu akan bekerja lebih giat dan bersemangat. ini sangat efektif untuk menaikkan tingkat kepuasan pasien pada pelayanan yang kita berikan saat bawahanmu bersemangat"

"aku tidak berpikir istriku secerdas ini" ilham memuji istrinya dengan ketulusan mendalam.

"kau terlalu meremehkan nyonya dari sang direktur"