Kamar dengan nuansa putih bersih, ranjang yang masih rapi serta barang yang tertata dengan suasana penuh haru. Meri memeluk andre untuk mendapatkan ketenangannya kembali. Dia selalu merasa tenang, aman dan nyaman ketika berada di pelukan suaminya itu.
Pelukan kasih sayang yang di berikan andre seperti pelukan seorang ayah untuk bayi mungilnya. Begitu lembut hingga pelukan itu terasa seperti ia memeluk awan.
Pelukan yang berlangsung lama seakan ingin membayar dua puluh hari yang hilang karena terpisah dengan setimpal. Andrepun tak ingin terburu-buru, saat ini yang terpenting adalah dia sudah menemukannya dan lebih ingin menenangkannya. Semua yang terjadi tidaklah mudah bagi meri, tapi juga tak mudah bagi andre yang harus menahan kerinduan yang begitu besar kepada wanita di pelukannya itu.
"kita akan kembali ke Indonesia besok, keluarga mu sudah lama mencarimu"
Meri merasa aneh mendengar dia akan pulang ke Indonesia, dia pikir andre akan membawanya kembali ke omaha tapi kemudian mengerti, dia hilang cukup lama saat bersama andre terakhir kali. Keluarganya pasti menyalahkan andre atas kehilangannya.
"apa mereka mengatakan hal buruk kepadamu?" meri cemas membayangkan kemarahan kakak serta orang tuanya.
"tidak seburuk yang kau pikirkan. Mereka hanya menekanku terus untuk segera menemukanmu. Aku sampai kehilangan berat badanku karena memikirkan mertuaku itu"
"Apa kau mengatakan kalau kita sudah menikah?"
"tentu saja. Aku akan bingung menjelaskan kau hilang saat tidur di apartemenku. Mereka akan berpikir kau wanita yang buruk jika aku tidak mengatakan kebenarannya"
"bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau tidur dan tinggal serumah dengan pria di amerika itu wajar" meri merenggangkan pelukannya dan menatap andre dengan senyum jahil.
Dia begitu benci jika andre selalu mengatakan tidur dengan wanita sebelum menikah itu hal yang biasa di amerika dan diapun mengalaminya. Tapi baru kali ini dia memiliki kesempatan untuk bisa membalikkan perkataannya yang konyol itu.
Ketukan di dahi meri mendarat mulus bagai helikopter yang menyentuh lantai helipet.
"kau tidak boleh berfikir begitu. Kau hanya boleh tidur dengan suami mu. Kau mengerti?"
Jantung meri mendadak berdebar, perasaannya seakan jatuh ke dasar. Dia tidak tahu harus mengatakan kebenaran atau tidak kepada andre, dia begitu ragu. Ilham tak pernah melakukan hal lebih ketika meri sadar, tapi saat ia terbangun dengan pakaian yang sudah tidak menutupi tubuhnya, dia menjadi galau.
Pengetahuan mengenai psikis seseorang sangatlah berguna di saat seperti ini, saat mulut tak bisa berbicara tapi gestur dan ekspresi mengatakan segalanya. Andre menangkap keraguan dan rasa bersalah di mata istrinya itu.
"kau terlalu cantik, jadi akan sulit menahannya untuk tak melakukan apa-apa. Kau sudah kembali sekarang, tak ada yang lebih penting dari pada itu. Berhubung dia merawatmu dengan baik, aku pun akan membalasnya dengan baik pula. Tapi untuk waktu yang terbuang, aku tidak bisa memaafkannya begitu saja" andre menenangkan meri.
"aku benar-benar merasa buruk sekarang" ucap meri tertunduk lesu.
"aku akan membuatmu merasa baik lagi" andre tersenyum licik dan mengangkat meri, membaringkannya di kasur.
Sebagai suami yang merindukan istrinya sekian lama, hal pertama yang ingin ia lakukan adalah tidur bersama istrinya itu. Meri hanya tersenyum saat andre mulai menciumi setiap bagian di wajahnya.
Lagi-lagi suaminya tidak bisa menahan diri lebih lama ketika mereka hanya berdua.
Di balut kerinduan yang sama, meri mengimbangi suaminya yang sudah bergairah hingga ke ubun-ubun. Sesekali perbincangan aneh terjdai di antara mereka. Percakapan tidak pantas saat seorang suami sedang memuaskan dirinya namun menanyakan mengenai pria lain.
"apa dia menyentuhmu?" andre bertanya tanpa menghentikan kegiatan panas itu.
Meri menangkap maksud dari suaminya itu, dia pria cerdas dan tahu bagaimana cara membuat istrinya tidak merasa buruk saat bertanya mengenai hal sensitif seperti itu.
Sama halnya dengan meri yang sering memohon saat dalam keadaan intim bersama suaminya. Itu untuk mengurangi penolakan yang akan dia terima. Andre menanyakan hal itu saat ia sendiri melakukannya untuk menghapus semua jejak dalam ingatan meri bersama pria itu.
"aku tidak tidak begitu yakin. Ehmm" meri berhenti sejenak karena erangannya. Dia begitu kesal kepada andre yang menyukai percakapan di sela-sela romantisme mereka. Dia sangat menyulitkan bagi meri.
"ku rasa tidak" jawab andre saat sudah memasuki tubuh meri.
"ahh, apa kau bereksperimen dengan gadis-gadis"
Andre hanya bisa tersenyum menatap wajah merona istrinya itu, dia mengenal ilham sejak lama, tentu saja dia tahu pria itu tidak akan berani menyentuh meri. Dia mencintai meri dengan cara yang berbeda dengan andre.
Tak ingin menjawab perkataan meri, dia menyelesaikan pelampiasan untuk rindu yang memuncak hingga kedua tubuh itu terkulai lemah dan berakhir dalam pelukan satu dan yang lainnya.
"kau wanita terbaik yang bisa ku dapatkan" kecupan ringan mendarat di dahi meri.
"andre" panggil meri lembut
"Mmm"
"apa kau masih bisa sekali lagi? Aku masih belum lega. Mhm" meri menatap andre dengan tatapan anak anjing yang meminta tulang dengan mata yang berkaca-kaca.
Pria sepertinya mendapatkan permohonan itu dari bibir wanita cantik, tentu saja dia tak akan menolaknya. Sangat langka meri meminta sesuatu kepadanya, dan permintaannya kali ini begitu berharga.
Ciuman lembut mulai membasahi bibir wanita itu, andre memilih melakukannya dengan lembut untuk memancing hasrat istrinya itu. Dia ingin untuk yang kedua, istrinya yang mengambil alih kemudi dalam perjalanan panas mereka.
Meri mendominasi dengan cepat, seakan itu adalah yang pertama kali bagi mereka. Saat-saat terakhirnya, meri merebahkan dirinya dan meminta suaminya yang menyelesaikannya.
Tak menunggu waktu lama, andre yang melihat meri kelelahan dan mulai bermandi keringat menyelesaikan penjelajahan itu dengan rasa kepuasan di antara keduanya.
Andre menghujani wajah meri dengan ciuman saat semua sudah selesai. Tapi meri merasa itu umpan dari andre lagi.
"aku kelelahan, sepertinya tak akan bisa lagi" ujar meri dengan tersipu menatap suaminya itu.
"sudah hampir tengah malam. Tidurlah"
"aku mau mandi" ujar meri menunjuk handuk yang tersampir di sofa
"apa kau mau melakukannya di sana lagi" senyum jahil kembali mengembang di wajah andre.
"tulangku akan patah jika kupaksakan"
Hahaha tawa keduanya pecah mengisi kerinduan yang mulai terbalaskan.
Andre bangkit dan meraih handuk yang di maksud meri, tapi bukan untuk meri melainkan dia memakainya. Berbalik menatap meri yang menurunkan alisnya menangkap kode tersembunyi dari suaminya itu.
Tubuh meri kembali berakhir di dekapan andre, andre membawanya ke kamar mandi dan membantu wanitanya itu membersihkan diri.
"aww, jangan menyentuhnya" meri memukul tangan suaminya itu yang mulai meraba daerah di antara kedua pahanya.
Setelah membungkus meri dengan handuk dan selimut tebal, andre membiarkan meri berada di sampingnya sementara dia membersihkan diri.
"kau mau membantuku?" andre menanyakan itu karena meri tak berhenti memandangi tubuhnya yang tak menggunakan sehelai kainpun.
Pipi meri tentu saja berubah merah menyaksikan hal itu, walau mereka sudah melakukannya berkali-kali, meri tak pernah menatap seluruh tubuh suaminya itu dengan sangat lama. Itu hanya sepintas kedipan mata dan pandangannya sudah beralih.
Kali ini, dia benar-benar sanggup menatapnya hampir tak berkedip, tubuh kekar dengan dada bidang serta bahu yang lebar membuatnya harus menelan liur untuk membasahi tenggorokannya yang merasa kering.
"tidak, tanganku terikat" meri menurunkan pandangannya pada selimut yang menutupinya seperti kupu-kupu yang masih berupa kepompong dan hanya menyembulkan kepalanya.
Mereka kembali ke kamar dan mengenakan pakaiannya. Andre memberi meri sebuah baju berbahan kaos. Baju yang harusnya hanya menutupi tubuh bagian atas berubah menjadi dress yang menutupi setengah paha meri. Andre hanya bisa tertawa melihatnya.
Meri tak menggunakan celana karena celana andre tak ada yang pas di pinggangnya. Dia hanya akan seperti badut dengan pakaian serba besar ketika memakainya.
Di sisi kamar yang lain, ilham merasa tidak nyaman dengan apa yang baru saja terjadi. Dia tidak akan memiliki kesempatan lagi jika kali ini melepaskan meri begitu saja. Dia tahu jika malam ini akan menjadi malam terakhirnya bisa melihat meri di perancis lagi.
Ilham menghubungi anak buahnya agar berjaga di depan gerbang hotel dan memastikan memisahkan meri dan andre. Jika perlu merika bisa menahan keduanya dan melihat antara mereka, siapa yang akan mengalah untuk siapa.
Permainan itu akan sangat menyenangkan, dia tidak akan bersusah payah memaksa meri memilihnya dan meri akan memilih berada di sisinya. Tak akan lama lagi.
Setelah mengetahui jika andre menginap di kamar sebelahnya, ilham berdiri menuju kamar itu dan mulai menekan bell kamar itu berulang-ulang.
Meri terbangun lebih dulu, sifat andre sebagai tukang tidur sama sekali tak berubah. Dia terlelap saat meri berada di sampingnya dan akan begadang saat wanita itu tidak ada. Itu adalah kebiasaan bagi pria itu.
Menatap jam yang sudah pukul dua, meri merasa aneh dengan tamu yang datang di jam sedini ini. Tak ingin membuat andre terbangun, meri menyambar mantelnya dan berjalan membuka pintu.
"kau" meri terkejut ilham sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan bengis penuh kebencian.
Tatapan itu dia tujukan setelah melihat meri yang menggunakan baju kaos yang hampir melahap tubuhnya. Dia sudah tentu tahu jika itu pakaian milik andre. Membayangkan mereka tidur bersama membuat ilham semakin marah.
"keluar, masuklah ke kamarmu" perintah ilham dengan nada tegas
"tidak mau, ini kamarku"
"meri, jangan membuatku semakin marah. Keluar sendiri atau kau lebih suka di paksa"