Suasana restoran yang biasanya begitu gaduh dengan suara tamu yang bercengkerama seakan mencekam. Sepi sejenak setelah pengakuan seorang wanita yang mencintai suami orang lain di hadapan istri pria itu. Dia lebih berani dari yang bisa di fikirkan andre. Tapi keadaan ini sudah bisa di tebak oleh meri sebelumnya.
Alur cerita dimana seorang wanita berusaha mengacaukan hubungan antara meri dan andre dengan membuat kesalahpahaman di antara mereka. Meri cukup cerdas untuk memahami situasi dan ending dari cerita itu.
Menatap tajam ke arah margaret yang dengan lantang dan begitu lancang mengatakan bahwa dia menyukai andre sejak lama, meri tetap pada posisi tenang. Bersandar pada kursinya, menggenggam erat minuman es tea with lemon mint seakan siap memecahkan gelas itu.
Dibalik sikap tenangnya, terdapat kemarahan dari keberanian wanita dihadapannya itu. Bagi siapapun yang mencintai suaminya, meri akan tutup mata karena tak bisa di pungkiri suaminya adalah sosok pria yang memiliki daya tarik tersendiri. Apa yang saat ini ia permasalahkan adalah tindakan margaret yang berani memecah belah rumah tangga dan mengusik hubungannya dengan andre.
Mencintai seseorang bukanlah suatu kesalahan, yang salah adalah jika kau mencintainya dan memaksa dia menjadi milikmu dan menyingkirkan pemilik aslinya.
Namun, meri berusaha mengendalikan diri dan ekspresinya agar tetap tersenyum.
"apa kau tahu dia sudah menikah?" tanya meri
"iya, tapi terlepas dari itu. Dia tetap memberi perhatian padaku jadi ku pikir masih ada peluang bagiku"
Meri menatap andre yang semakin khawatir kemudian kembali fokus kepada margaret .
"dia perhatian kepada wanita di sekitarnya karena dia menghormati kalian. Kau pikir dengan mengatakan kau mencintainya maka aku akan menyerahkannya begitu saja? Aku bukan wanita sebaik itu margaret. Usiaku yang masih terbilang muda sepertinya membuatmu meremehkanku, kau belum melihat sisi burukku. Aku selalu diam saat kau mengusikku di kampusku tapi apa kau pikir aku akan tetap diam?" meri menatap tajam dengan mata seperti mulut naga api yang siap membakar siapapun yang berani menatapnya.
" sayang apa yang kau katakan?" andre terkejut mendengar bahwa margaret mengusik istrinya hingga ke cambridge.
" aku tidak tahu apa yang kau bicarakan" kilah margaret berusaha tetap tenang, namun suaranya tak bisa membohongi apa yang saat ini dia pikirkan.
"kau yang selalu mengirim bunga ke kelasku, kau meminta seseorang untuk setiap saat mengikutiku. Kau lupa bahwa aku mahasiswa di universitas yang terkenal dengan kecerdasan alumninya. Aku tidak akan termakan oleh pancinganmu yang berharap aku akan memceritakan kepada suamiku bahwa seseorang selalu mengirimkan bunga untukku. Kau mungkin kurang pintar, aku tahu semua plat mobil taksi yang ku tumpangi dan aku mengirimnya kepada suamiku. Kau hanya menggunakan tiga taksi untuk membuntutiku setiap hari, hingga kau bisa tahu aku ada di mana saat itu"
Margaret terlihat cemas dengan semua yang di katakan meri. Dia tak menyangka gadis 19 tahun memiliki pemikiran sejenius dia.
"satu-satunya alasan mengapa kau tidak berusaha menyakitiku adalah karena kau yang membantu andre memperoleh jam yang selalu ku gunakan. Kau pasti tidak memiliki keberanian menunjukkan dirimu sejak awal tapi aku sudah tahu semuanya"
"aku sungguh tidak mengerti dengan perkataanmu" ucap margaret masih berusaha menutupi kesalahannya.
"kau meminta seseorang membeli bunga setiap hari di toko yang sama. Apa kau pikir aku tidak akan tahu? Aku melihat semua pesan yang ku kirim kepada suamiku dan melihat hanya ada tiga plat mobil yg berulang ku naiki, apa kau pikir di kota sebesar cambridge hanya ada tiga taksi saja?
"kemudian, kau datang ke apartemen suamiku tepat saat aku berada di sana. Orang yang membuntutiku pasti sudah memberi tahumu sejak awal mengenai hal itu jadi kau mencari alasan agar bisa ke rumahku. Tatapanmu saat melihatku di sana seakan kau tahu aku akan melihat hal itu. Kau tersenyum dan tidak terlihat gugup kau justru percaya diri. Nona margaret, kau seharusnya menggunakan otak mu untuk bisa membuat rencana yang baik terlebih dahulu. Ini perkataan terakhirku. Jauhi suamiku sejauh yang kau bisa"
Andre begitu terkesan mendengar analisa istrinya yang begitu luar biasa. Tak salah lagi, dia adalah pria beruntung mendapatkan wanita seperti meri sebagai pendampingnya. Sikapnya yang tenang ternyata bukan tenang tak berisi, dia tenang untuk menyusun perangkap agar lawannya bertekuk lutut dan diam tanpa bisa menyusun kata di kepalanya.
Rasa kagum, bangga, senang dan bahagia begitu terpancar di wajah andre melihat istrinya berhasil membungkam wanita yang sejak lama mengganggunya. Tapi hal yang membuatnya kurang nyaman adalah meri tak pernah memberi tahunya bahwa margaret juga mengusik kehidupannya.
Hening dan mendadak bisu, itulah yang terjadi pada margaret setelah mendengar peringatan dari meri.
"aku sudah selesai bicara. Aku sudah kehabisan waktu dan kesabaran" meri berdiri meninggalkan margaret yang masih terkejut dengan pernyataan dari gadis yang 4 tahun lebih muda darinya itu.
Tak menunggu lama, andre mengeluarkan uang dan meletakkannya di meja kemudian menyusul meri yang berjalan keluar. Andre segera menahan meri yang sudah hampir masuk ke dalam mobil dengan menahan lengannya.
"apa kau akan pergi seperti ini?" andre merasa masalahnya sudah selesai namun meri masih tak ingin berbicara dengannya.
Dibawah cahaya lampu jalanan yang redup, andre melihat kilatan senyum di mata wanitanya itu. Senyum yang sejak pagi dia rindukan. Melihatnya dengan wajah berseri seakan beban dalam hatinya kini terangkat di hembus angin malam yang menyelimuti mereka.
"kau ini, mengapa begitu perhatian kepada wanita lain" meri berbalik menatap andre dan memukul kepalanya berkali-kali.
Menerima pukulan itu, andre merasa masalahnya sudah benar-benar selesai dengan sikap meri yang kembali mencair dari sikap dingin sedingin es di kutub utara.
Dia menahan tangan meri yang terus memukulinya dan melihat sebuah kekesalan namun juga sikap manja dari tatapan istrinya.
"maafkan aku, aku akan bersikap acuh kepada wanita lain mulai saat ini" andre menarik meri menuju mobilnya
"aku harus ke bandara sekarang, penerbanganku jam 10, aku akan terlambat jika kau menahanku" meri mempertahankan posisinya agar tak bergerak walau di tarik oleh andre.
"kau sudah menghukumku semalam untuk kesalahanku, sekarang kau harus di hukum karena menyetir sendirian ke omaha. Apa kau pikir aku akan lupa?" andre menatap meri yang memasang kuda-kuda hingga kakinya tak bergeser sedikitpun saat andre berusaha membawanya ke mobil.
Dengan senyum licik dan tatapan mengintimidasi, andre mengangkat meri untuk memaksanya masuk ke mobil.
" Aaaa. Apa yang kau lakukan. Ini jalanan umum"
"aku tidak perduli" balas andre.
"gunakan mobilku, koperku berada di sana" protes meri saat andre hendak membuka pintu mobilnya masih dengan meri yang berada di gendongannya.
Andre berbalik dan kembali ke mobil meri. Dan memaksa meri duduk di kursi penumpang depan. Tak lama, andre menyusul dan duduk di kursi pengemudi. Mereka meluncur di jalanan beraspal membelah langit malam menuju ke apartemen andre.
Andre membawa koper meri kembali ke kamar dan menarik meri terbaring di kasur.
"apa hukumanku melayani singa yang kelaparan?" tanya meri dengan senyum menggoda.
Dia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi saat bertemu dengan andre. Sejak malam pertamanya, andre tak pernah melewatkan malam tanpa berhubungan dengannya. Itu sudah seperti pil tidur baginya. Dia akan segera tidur saat selesai dengan hubungan intimnya.
Namun, sejak meri berada di cambridge, hubungan itu tak pernah lagi terjadi. Kesibukan mereka di tambah jarak yang begitu jauh membuat mereka kesulitan mengatur waktu untuk bisa bersama. Sudah dapat di tebak apa yang akan seekor singa lakukan jika melihat mangsanya setelah lima bulan berpuasa.
Menghukum istrinya dengan tidur dengannya adalah satu-satunya hal yang bisa di pikirkan andre. Namun, tidak sampai di situ karena itu akan terlalu mudah.
Andre mulai mencium wajah meri dengan ciuman bertubi-tubi, wanitanya ini seperti sabu-sabu yang meninggalkan efek candu setelah menikmatinya. Andre tak pernah merasa jenuh saat melihat meri, dia selalu ingin menyebutuhi istrinya itu lagi dan lagi.
Meri hanya bisa menerima setiap perlakuan andre yang begitu bergairah. Diapun tak bisa berbohong kalau diapun merindukan setiap sentuhan suaminya itu. Meri merasa hukuman suaminya ini begitu indah, tak terbayang apa yang akan andre lakukan selanjutnya.
Menyatukan dua tubuh yang sudah lama terpisah, meri masih merasa pipinya panas karena tatapan suaminya itu di sela-sela perlakuan manisnya. Ini sudah yang kesekian kalinya, tapi dia masih merasa canggung jika harus di tatap sedalam itu saat tubuhnya di hantam badai kenikmatan.
Andre menyukai saat pipi istrinya merona di sertai desahan manja ketika tubuhnya di masuki oleh andre. Dengan ritme yang pelan, andre bermain tarik ulur, masuk keluar dengan lembut dan mengajak meri berbicara di saat dia bahkan sulit mengatur nafasnya.
"mengapa menyetir sendiri?" andre melontarkan pertanyaan saat dia berhenti mengoyang tubuh istrinya itu. Dan melanjutkannya tepat saat meri akan menjawabnya.
"aku ha.. nya mau memberimu ahh kejutan" jawab meri terbata karena andre yang tak berhenti menggali kemaluannya saat meri berusaha berbicara.
"kau tahu seberapa bahayanya itu?"
"aku tidak mmm pilihan lain, ku.. Ku rasa tidak a.. ah akan jadi masalah"
Andre terus melakukan itu hingga meri menyadari bahwa andre sengaja mengerjainya. Dia akan berhenti bergerak saat mengajukan pertanyaannya, namun melanjutkan gerakannya ketika meri akan menjawabnya.
"aku baru tahu kau selicik ini. Hukuman benar-benar di luar dugaan" meri berusaha berbicara walau dengan nafas terengah dan desahan yang sesekali menjadi jeda dari kata per katanya.
Andre tersenyum licik dan puas mengetahui bahwa hukumannya sudah terbongkar sekarang. Andre masih berusaha mengajak meri berbicara, namun meri yang sudah mengetahui maksud andre memilih diam atau hanya menggelengka kepalanya. Andre merasa hukumannya kali ini sudah tidak berjalan lagi.
Dia mulai fokus membawa istrinya itu ke puncak gairahnya, saat meri mencapai puncak pertamanya andre sama sekali tak berniat memberinya waktu untuk beristirahat atau sekedar menikmati rasa itu dan menyiapkan tenaga lagi.
Andre melakukan itu hingga meri sampai kewalahan, hal yang aneh adalah bahkan saat meri sudah tiga kali mengalami oragasmenya, andre sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai.
"sayang, aku mulai merasa kebas. Bisa selesaikan secepatnya" pinta meri di sela-sela pergantian posisi andre.
Andre lagi tersenyum licik menatap istrinya yang mulai kehilangan banyak tenaga. Dia merasa kasihan melihat wanitanya begitu kelelahan,namun entah mengapa malam itu dia sangat sulit mencapai pelepasannya. Meri tetap berusaha mengimbangi walaupun sangat jelas permainan itu sudah tidak lagi seimbang.
Melihat meri kelelahan andre memutuskan berhenti tanpa pelepasan namun meri merasa enggan. Tidak akan baik bagi hubungan mereka jika hanya satu pihak yang merasa terpuaskan. Meri membalik posisinya dan memilih menjadi pengendali situasi. Setelah beberapa menit berada di posisi woman on top, andre akhirnya merasakan pelepasannya semakin dekat dan segera membalik meri dan menindihnya. Hukuman itu selesai dengan kepuasan dari keduanya.
Itu sudah jam 9 saat mereka selesai. Meri segera bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena harus segera ke bandara mengejar penerbangannya.
Saat air shower mulai membasahi kepalanya, meri mendengar langkah kaki yang mendekatinya dan melihat andre di detik berikutnya.
"apa yang kau lakukan?" meri terkejut andre menerobos masuk dan memeluknya dari belakang.
"hukumanmu belum selesai" ujar andre yang membelai punggung meri yang terbuka.
"andre, aku akan terlambat ke banda... ahh"
Terlambat, tepat sebelum kalimat itu selesai, andre sudah menggabungkan dirinya dengan meri untuk kedua kalinya malam itu.
"lututku bahkan masih lemah dan gemetar" protes meri.
Ini pertama kalinya bagi mereka bercinta di kamar mandi di bawah pancuran air shower. Andre memasukinya dari belakang dan dengan lembut memerangkap dadanya.
Meri hanya bisa menahan dirinya agar tidak limbung dengan bertumpu pada dinding dengan telapak tangannya. Setelah menyelesaikan hukuman keduanya, meri memilih duduk bersandar di bath up. Kakinya masih lemah dan sulit baginya untuk terus berdiri.
Malam itu andre begitu ganas sebagai singa yang kelaparan. Dia sudah mendapatkan menu berbukanya dan memakannya dengan lahap hingga mangsanya terkapar tak berdaya.
Andre tersenyum menatap meri yang kelelahan dan bersandar di bath up yang sama dengan istrinya itu. Mereka saling membantu membersihkan badan. Meri terpaksa membatalkan keberangkatannya karena andre yang terus saja melekat padanya tanpa niat berhenti.