webnovel

Cemburu

Pagi hari, suasana tenang di sore hari kemarin berubah menjadi ramai dengan tamu undangan serta awak media yang berlomba untuk mengejar berita sekedar menambahkan tulisan di laman mereka masing-masing.

Meri tampil seperti biasa dengan balutan pakaian tertutup berwarna senada dengan baju junior yang berwarna safir. Sementara itu, ilham tampil dengan setelan serba putih seakan menonjolkan sisi kedokteran yang sudah lama di gelutinya.

Pembukaan itu sangat elegan seperti sebuah jumpa pers yang dilakukan para artis. Kalangan bisnis dan artis papan atas memang memiliki selisih yang tipis.

Hampir semua kehidupan para pegelut bisnis juga tak terhindar dari ekspose para wartawan dan papparazi hanya laman mereka berbeda. Kalangan bisnis lebih sering tampil di media cetak ekonomi atau saluran TV bisnis berbeda dengan kehidupan selebriti yang lebih dominan dengan gosip dan di sebarkan di berbagai saluran televisi.

Penyambutan dari berbagai pihak yang berkontribusi, membuka acara itu. dan yang terpenting adalah pembukaan resmi yang di lakukan oleh ilham selaku pemilik dari proyek desa penyembuhan itu.

Setelah pembukaan dan sebelum turun dari mimbar, ilham dengan lantang memperkenalkan meri sebagai istrinya. Namun ia tidak menggunakan nama "ana" melainkan "meri".

"ini adalah anak dan istriku. Mereka yang mendukungku dan menjadi latar belakang kehidupanku selama ini" ujar ilham.

Para wartawan terdengar berisik dengan berbagai kalimat dugaan dan pertanyaan laksana vampir yang kehausan darah. Ilham tentu hanya menanggapi seperlunya.

Di penghujung acara, tak lupa ilham membawa meri dan junior secara resmi menemui beberapa investor yang turut mendanai proyek itu.

"saya baru tahu CEO muda kita ternyata sudah lama menikah dan memiliki seorang anak" goda salah seorang rekan ilham.

"bisnis perlu tapi keluarga juga merupakan sesuatu yang sangat di butuhkan. Sebagai pria biasa tentu saya juga menginginkan sebuah keluarga" jawab ilham merendah.

"anda benar. Hanya saja saya tidak mengira bahwa seorang pria tampan dan mapan serta terlihat ambisius ternyata memiliki selera wanita yang seperti nyonya muda kita" goda yang lainnya.

Sebagai subjek dari topik pembicaraan itu, meri merasa tidak nyaman untuk tetap berdiri mematung dan mendengarkan bualan para pria itu. Ia tidak ingin tersinggung dan menyebabkan masalah untuk ilham jadi ia ingin beranjak pergi namun tangan ilham bekerja lebih cepat dari pikiran meri.

Tangannya dengan tegas memegang pergelangan tangan meri kemudian melemparkan senyum manis kepada semua rekannya yang saat ini tertawa riang menggoda nya.

"itu karena saya termasuk orang yang pelit dalam hal wanita. Saya pencemburu dan akan marah jika ada yang mengganggu istri saya. Saya tidak suka berbagi dan tidak ingin membagikan apapun" ilham menekankan kalimat terakhirnya.

Para rekan kerjanya di dominasi para tua bangka yang suka berkelana di malam hari mencari kupu-kupu malam yang siap memuaskan mereka. Kalimat sederhana itu seakan sindiran keras.

Suara tawa yang tadinya memenuhi ruangan kini senyap dengan sindiran keras yang mereka dengar. Untuk memecah keheningan ilham segera undur diri untuk menemani meri dan junior berkeliling.

Hari sudah sore saat acara selesai, mereka keluar dari aula itu dan mendapati kejutan lain di luar.

Andre berdiri bersama dengan seorang wanita yang menggunakan sebuah gaun merah maroon dengan bahu terbuka namun tertutup oleh jas hitam andre yang di sampirkan di bahu wanita itu.

"aku datang karena tahu kau mengadakan peresmian desa penyembuhan" kata andre membuka pembicaraan.

Ilham tidak menunjukkan banyak perubahan pada ekspresi wajahnya, hanya junior yang dengan cepat memeluk ayahnya.

"ayah, aku pikir kita hanya akan bertemu tahun depan lagi" ungkap junior senang.

Andre dengan lembut mengacak tatanan rambut junior seperti saat ia membelai bulu kucing.

Suasana lain yang terjadi adalah tatapan heran dan penuh tanya yang saling terhubung antara meri dan wanita yang berdiri di samping andre.

" clara, aku tidak menyangka kau datang bersama adikku" ujar ilham.

Meri sontak memalingkan pandangan pada ilham dengan tatapan menginterogasi. Ia sangat yakin dari nada bicara ilham yang ramah mereka pasti sudah mengenal cukup lama.

"andre mengajakku jadi mana mungkin aku menolak, aku juga penasaran dengan penampilanmu setelah beberapa tahun tidak berjumpa. Ternyata masih mempesona seperti dulu" jawab clara dengan senyum manis di bibirnya.

Senyum itu sangat manis namun meri justru merasa pahit di tenggorokannya melihat keakraban yang tidak menyenangkan itu. Ia saat ini sangat tidak nyaman karena perasaan cemburu.

"meri perkenalkan, ini clara dan dia adalah teman kecil aku dan ilham sewaktu di bali. Dia pengusaha perhiasan dan kosmetik yang terkenal di bali" andre memperkenalkan clara kepada meri dengan formal.

"senang bertemu denganmu" kata meri

"aku juga, bisakah sekarang aku meminta restumu mengejar andre lagi" goda clara.

Clara adalah gadis periang yang juga ambisius. Ia sudah sejak lama menyukai andre tapi sayangnya andre bahkan tidak pernah menganggapnya lebih dari sekedar adik.

Saat mengetahui andre sudah menikah ia sangat kecewa namun kembali bangkit saat mengetahui perceraian yang terjadi antara meri dan andre. Ia merasa peluangnya masih terbuka dan semakin besar saat andre sendiri yang memintanya untuk berusaha.

"untuk apa meminta padaku" jawab meri ketus.

Ia tidak suka bukan karena andre datang bersama dengan clara tapi karena clara sangat akrab kepada ilham. Ia seperti melihat bayangannya saat baru pertama kali mengenal ilham. Clara juga seperti menempel pada ilham.

"aku menganggapmu sebagai kakak ipar tentu saja harus meminta restu darimu juga. Kak ilham adalah pria idola ku jadi sebagai istrinya aku butuh restumu" clara mengatakan itu dengan senyum merekah hingga hampir menelan matanya yang minimalis itu.

Mendengar kata pria idola semakin membuat pikiran dan api di hati meri semakin membakar kejeniusannya. "lakukan apa yang kau mau. Aku permisi dulu"

Dengan cepat meri berbalik pergi meninggalkan perkumpulan pemanggang benih kecemburuan itu. Kedewasaannya cukup bisa mengendalikan sikap bar-bar yang bisa saja keluar jika ia bertahan lebih lama di sana.

Di kamar, meri uring-uringan sepanjang hari bahkan hingga makan malam selesai. Clara yang melihat perubahan itu tentu sangat tidak nyaman tapi andre menenangkannya.

"andre, dia benar-benar tidak mengenaliku" kata clara kecewa.

"kalian memang belum berkenalan sebelumnya. Hanya kau yang melihatnya waktu itu dan dia sepertinya tidak melihatmu. Sudahlah, biarkan saja dia memang seperti itu saat cemburu" kata andre memenangkan.

"cemburu? Apa dia cemburu karena aku dekat denganmu?" tanya clara

"tentu saja bukan. Kau terlalu delat dengan ilham tadi, tentu saja dia tidak nyaman denganmu"

"haruskah aku pergi minta maaf?"

"tidak perlu, biarkan ilham yang menyelesaikan PR nya. Sepertinya hubungan mereka terlalu mulus jadi hal ini bagus agar mereka sedikit berinovasi" gurau andre.

Setelah makan malam bersama andre dan clara berkeliling di kota itu kemudian kembali ke hotel setelah lelah seharian. Mereka dengan nyaman berbaring di ranjang masing-masing dan melupakan kesulitan yang di hadapi ilham akibat ulah mereka.

"meri, apa aku benar-benar akan tidur di kamar lain? Ayolah sayang, clara itu teman kecilku. Mengapa kau terlalu sensitif akhir-akhir ini"

Sudah hampir setengah jam ilham merayu meri dengan berdiri di depan pintu ruangannya berharap meri membukakan pintu untuknya. Mereka masih berada di pusat penyembuhan dan kamar lain artinya kamar perawatan pasien.

Kamar yang di tempati meri adalah satu-satunya kamar yang layak bagi pasangan suami istri serta desainnya yang hangat membuat ruangan itu tidak seperti ruang perawatan melainkan ruang santai bagi seorang CEO.

"meri, apa kau ingin junior mendengar kita tidak akur?" rayu ilham namun di jawab oleh pihak yang di maksud.

"dadi, aku sudah mendengarnya"

Salah tingkah seakan ketahuan mengemis cinta, ilham dengan cepat mengalihkan pembicaraan. "kau belum tidur? Besok pagi kita pulang jadi istirahatlah"

"baiklah" junior berbalik ke kamar lain. Ia sudah berbaik hati memberikan kamar itu untuk dadi dan ibunya malam ini karena malam sebelumnya ia yang menguasai kamar itu, kini malah melihat adegan kekanak-kanakan ini. "kamarku tidak ku kunci" ujar junior sebelum berlalu dan menutup pintu kamarnya.

Ilham semakin malu, junior jelas mengetahui permasalahannya saat ini dan memberi kemudahan dengan tumpangan tidur di kamarnya. Tapi ia akan sangat di nodai jika gagal merayu istri sendiri.

"meri, setidaknya biarkan aku tidur di sofa dan kau boleh tidur di ranjang jika masih marah"

Tak mendengar jawaban, ilham kembali mengetuk pintu kamar "meri..."

Kalimatnya terputus karena pintu itu terbuka dan menampakkan sosok wanita cantik dengan pipi merona seperti menahan amarah.

"aku tahu kau tidak akan tega padaku" ilham dengan cepat menerobos masuk karena tak ingin meri berubah pikiran dan kembali mengunci pintu.

Saat akan tidur di ranjang meri dengan cepat menariknya "kau bilang mau tidur di sofa" sindirnya.

"biar aku jelaskan sambil berbaring. Bukankah jika sedang marah sebaiknya duduk untuk meredakannya atau baring lebih bagus" kata ilham

"aku sedang tidak mau mendengar apa-apa lagi. Bangun dan tidur di sofa" usir meri

Bukan ilham jika tidak mengenal meri luar dalam. "meri, aku sedang ingin"

Mata meri semakin membesar mendengar tanggapan dari bibir manis suaminya itu. Mereka masih perang dingin jadi bagaimana mungkin laki-laki ini justru mengharap kehangatan darinya.

"kita masih belum berbaikan dan kau meminta hal seperti itu? Apa kau berharap ridur denganku tapi membayangkan wanita lain"

"meri, apa yang kau katakan. Apa otakmu jadi terinjak-injak hanya karena clara datang? Berhenti bersikap seperti ini dan kemarilah, tidak baik permasalahan sampai ke ranjang"

"aku tidak suka melihatnya" meri dengan jujur mengungkapkan protes di hatinya sejak pertama kali melihat clara. Ia dengan manja menghempaskan tubuhnya di pelukan ilham.

"gadis pintar. Begini lebih baik, jika kau marah katakan padaku apa yang membuatmu marah. Jangan mendiamiku"

"aku tidak suka melihatmu terlalu akrab dengannya. Dia terus saja menempel padamu seperti kau adalah kakaknya" kata meri

"jangan di lihat jika kau tidak suka. Dia seperti itu karena sudah menganggapku kakaknya sejak kecil. Kami bermain bersama saat masih kecil jadi wajar saja jika dia seperti itu"

"tetap saja aku cemburu"

"baiklah, tidak akan terjadi lagi" ilham tersenyum senang mendengar pengakuan meri.

Ini pertama kalinya meri cemburu pada kedekatannya dengan wanita lain padahal saat menjadi dosen atau saat masih bergelas mahasiswa kedokteran, meri selalu acuh pada wanita yang selalu menempel pada ilham.