webnovel

Dipermalukan

"Susssttt," Laura mengangkat telunjuknya, memberi peringatan pada anaknya Irwan agar dia tidak protes.

Terlihat kedua orang tua Rachel menatap Intan dengan ekspresi tidak suka sedang anak mereka Rachel memalingkan wajahnya ke arah lain.

Rachel tidak pernah ingin memaksa Irwan meskipun dia sangat mencintai lelaki itu.

Lelaki yang sejak diperkenalkan dengannya, mampu membuat hati Rachel bisa terbuka kembali setelah hatinya beku dengan yang namanya rasa suka pada lelaki karena dia menganggap pada dasarnya semua lelaki sama saja.

Tukang selingkuh, pikir Rachel. Melihat Irwan yang begitu mencintai Intan pun, Rachel begitu iri, dia ingin merebut posisi itu.

"Kita duduk dulu," sambung Laura sambil menarik tangan Intan. Inten terkejut, tapi dia tidak bisa apa-apa, Irwan pun mengikuti langkah ibunya mendekat ke meja makan itu dan genggaman tangannya terlepas dari Intan. "Ayo Sayang, kita kan akan makan malam. Tidak apa bukan Tante mengundang Rachel dan kedua orang tuanya?" tanya Laura sembari berjalan.

Intan tersenyum kikuk dan Irwan masih menyimak drama ibunya dan berharap ibunya tidak mempermainkan dia dan mempermalukan Intan.

"Oh ini yang namanya Intan?" tanya Mira—ibunya Rachel dengan senyuman sinis yang menembus dada Intan begitu sesak, tapi dia masih bertahan. Air matanya masih bisa dia bendung dengan kuat.

"Iya, Jeng Mira. Cantikkan?" ucap Laura dan melirik Intan yang sekarang terlihat bingung harus bagaimana membalas sanjungan mereka. Perkataan yang memuji tapi terdengar risih di telinganya.

Semuanya tidak menjawab, Mira pun hanya menyungging senyum.

Irwan pun melangkah mendekati ibunya.

"Ma, Mama jangan macam-macam ya. Irwan gak suka," ucap Irwan membisik.

Laura kemudian tersenyum berat pada Rachel dan kedua orang tuanya yang masih memerhatikan mereka.

Satu-satunya orang yang acuh di sana hanya Syahrir—ayah Irwan yang tidak terlibat penuh dengan keputusan istrinya dalam perjodohan.

Syahrir hanya sedikit tidak enak saja pada kedua orang tua Rachel jika perjodohan mereka dibatalkan.

Laura menyeringai. "Sekarang kamu mending duduk dulu Irwan," ucap Laura.

Irwan membantah, tapi sekali lagi Laura mengangkat telunjuknya dan Irwan pun menurut.

Dia tidak ingin membantah ibunya terus-terusan, sudah sering Irwan berdebat dengan Laura mengenai perjodohan yang hanya atas dasar keinginan ibunya saja dengan alasan pertemanan yang sudah menahun dengan Mira.

Irwan pun duduk setelah dia menoleh pada Intan dan memegang tangannya, menguatkan Intan.

Setelah itu Laura juga ikut duduk, Irwan melongo. Dia merasa ganjal dengan apa yang sedang berlangsung.

"Lho, kursi untuk Intan mana, Ma?" tanyanya pada Laura yang duduk di samping dan Intan yang mematung di antara mereka.

Terlihat Mira dan suaminya Adam begitu santai meminum minuman mereka yang sudah tersuguh.

Rachel sendiri kikuk, dia tahu kalau hari ini adalah hari di mana Intan sengaja diundang hanya untuk dipermalukan. Sebelum berangkat, ibunya berpesan padanya.

"Nanti kamu diam saja di sana, Mama pasti jamin kalau pertunangan kamu sama Irwan akan tetap berlangsung. Hari ini Mama sama Tante Laura mau memberi pelajaran pada si Janda gatel itu. Biar tahu rasa," ucap Mira pada Rachel dan dia hanya mengangguk saja.

Rachel begitu menurut pada Mira, dia sendiri bingung karena dia juga menyukai Irwan dan ingin menikah dengannya.

Laura tertawa kecil, Intan semakin canggung untuk berlama-lama di sana.

"Itu dia," ucap Laura begitu menggelegar dan menatap Intan yang sekarang menunduk, menahan air matanya yang hampir mendobrak kelopak mata yang membendungnya. Mira tersenyum, dan mereguk minumannya dengan angkuh dan begitu santai. "Tidak akan pernah ada tempat untuk si Janda gatal ini," sambung Laura. Perkataannya begitu menancap ke dada Intan. Bendungannya sudah tak mampu menampung air mata yang berlomba untuk segera terjun bebas.

"Mama!" Irwan membentak ibunya seraya berdiri dari duduknya.

Ayah Irwan—Syahrir hanya diam saja, tidak ada pembelaan pada kubu manapun.

Irwan ingin memegang tangan Intan, tapi segera ditepis olehnya.

Intan berani menatap semua orang yang ada di sana, terkhususnya Laura yang Intan duga sudah merencanakan semua penghinaan ini padanya.

"Maaf ya Tante, walaupun saya seorang janda, saya tulus mencintai anak Tante … dan saya juga akan pergi dari rumah ini." Isak tangis Intan memekik ruangan. "Terima kasih atas undangannya," ucap Intan dengan tangisnya yang terus berderai.

"Intan!" Irwan memanggilnya.

"Mau ke mana kamu, Irwan? Duduk!" ucap Laura dengan suara tinggi. Semua yang ada di sana hanya menjadi penonton.

"Cukup, Ma!" Irwan berucap sama kerasnya. "Sebelumnya Irwan minta maaf, Om, Tante, Rachel … Pah." Dia menatap semua orang. "Irwan enggak pernah ingin dijodohin, Irwan hanya mencintai Intan dan Irwan ingin menikah dengan dia," jelas Irwan menggebu-begu, Irwan pun membalik badan, tapi dia merasa ada yang lupa untuk dia utarakan. "Dan … untukmu Rachel," sambungnya sambil menunjuk Rachel, perempuan itu langsung mendongak tegang. "Aku yakin kalau di luar sana banyak lelaki yang lebih dari aku." Irwan pun pergi mengejar Intan. Rachel tertegun, seolah dia sudah ditolak secara halus tapi menorehkan bekas sayatan pedang di muka.

"Irwan!" panggil Laura dan ikut mengejar mereka berdua.

"Ma, Mama!" Suaminya--Syahrir juga ikut menyusul dan sebelumnya dia meminta maaf pada calon besannya. "Maaf sebelumnya, saya tinggal sebentar."

Adam mengangguk, sedang istrinya--Mira memalingkan wajah tidak suka.

Rachel pun merasa malu melihat adegan kedua sejoli yang saling terlihat peduli, dia seperti benalu di antara mereka.

Tapi Rachel juga tidak ingin mengalah, dia ingin bertahan. Didua sekalipun oleh Irwan, Rachel bisa menerimanya.

"Intan! Intan!" Irwan berteriak memanggil-manggil nama Intan di jalanan, mencari-cari sosok Intan yang sudah keluar gerbang rumahnya.

Laura dan Syahrir pun tidak bisa mencegah Irwan untuk menyusul kekasih yang sangat dia cintai itu.

Irwan menerawang ke jalanan depan rumahnya yang tidak terlalu ramai oleh lalu lalang pengendara.

Irwan mengira Intan sudah lari ke jalan raya dan pulang ke rumah Sarah, dia pun kembali ke rumahnya untuk membawa mobil dan menyusul Intan sebelum perempuan itu sampai di sana.

Tapi, Intan cukup pintar untuk menebak alur dugaan Irwan.

Dia bersembunyi di belokan, bahkan tadi Intan juga melihat Irwan yang berlari mencari-cari dirinya.

Intan menenangkan hatinya untuk sedikit lebih tenang dan setelah itu menuruti kakinya yang entah ke mana hendak berjalan membawanya pergi.

Setelah Intan benar-benar yakin kalau Irwan sudah tidak ada di sekitaran jalanan, Intan pun sesegera pergi.

Intan berjalan seperti orang nelangsa, bahkan mirip pelacur yang sudah dikecewakan penyewanya.

Gaun mewah yang diberikan Irwan, high heels yang cukup tinggi –yang dipaksakan dia pakai, dan tas kecil yang katanya limited edition.

Semua seakan hanya simbol yang mengingatkan Intan kalau dirinya tidak pantas untuk Irwan. Semua barang pemberiannya juga seakan menampar Intan tanpa sadar.

Cintanya telah menutupi kesadaran Intan, dan setelah penghinaan malam ini, Intan bertekad untuk tidak lagi bekerja di perusahaan Irwan –dia akan keluar kerja tanpa pamit apalagi dengan meminta izin terdahulu pada Irwan.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Ernest_Nana_03creators' thoughts