webnovel

Peringatan Wanita Gila

Sekitar pukul 9 pagi, Cherry, Mami juga si kecil Valdi checkout dari hotel tempat mereka menginap. Valdi yang dari tadi menangis membuat seorang pengunjung hotel itu merasa penasaran. Seorang wanita paruh baya, seumuran Mami, mengahampiri mereka.

"Kamu gadis jahat, kamu mau membunuh bayi ini," katanya tiba-tiba.

"Siapa kamu? Kenapa kamu tiba-tiba ngomong begitu?"

"Mi.... biarin aja, cuekin aja, Cherry juga ga kenal sama wanita itu. Dia pasti cuma ngasal. Liat aja penampilannya, kayak dukun."

"Hahaha.... benar dugaanku, kamu itu memang gadis yang sangat jahat. Cepat, lepaskan bayi itu. Dia anak yang baik, tidak jahat seperti kamu!"

Lagi-lagi, wanita berpenampilan aneh itu mengelurkan kata-kata yang mengganggu Cherry dan Mami. Tidak tahan anaknya dikatakan gadis jahat, Mami naik darah. Hampir saja Mami menjambak rambut wanita itu.

"Heh, siapa kamu? Berani-baraninya menjelek-jelekan anaku!" teriak Mami de depan wanita itu.

"Aku? Kamu ga kenal aku? Aku adalah kebenaran yang selalu ditutupi oleh kejahatan dan dendam yang kalian biarkan di dunia ini. Aku adalah kebaikan yang selalu di salah gunakan."

Mami semakin emosi dan marah dengan jawaban yan keluar dari mulut wanita berpenampilan aneh itu.

"Dasar wanita gila!"

"Memang aku gila, kenapa kalo aku gila? Kalo kamu waras, harusnya kamu tau kalo yang dilakukan oleh anakmu salah. Salah besar! Dia sudah jadi penganut aliran sesat. Dia adalah gadis yang berbahaya. Dia bisa membunuh keluargamu, bahkan bisa membunuhmu. Kamu harus hati-hati. Kembalikan dia ke hutan, jika kamu tidak mau semua keluargamu terancam nyawanya. Jangan biarkan dia pergi kemana-mana."

Mami semakin tidak mengerti dengan perkataan wanita itu. Dia menyeret tangan Cherry dan bergegas meninggalkan hotel.

"Cher, kira-kira maksud perempuan tadi apa ya?"

"Ya...ampun, Mami termakan omongan wanita gila itu. Liat aja baju dan rambutnya yang acak-acakan. Ga usah diambil pusing Mi, dia itu ga waras. Ngapain sih."

"Benar juga."

Cherry mengemudikan mobilnya dengan sangat hati-hati. Sebetulnya apa yang dikatakan oleh wanita tadi juga sedang dipikirkan olehnya.

"Ucapan wanita tadi adalah gambaran diriku yang sekarang, apa benar nyawa bayi ini serta nyawa keluargaku terancam?" batin Cherry.

"Siapa sebenarnya dia, kenapa dia seolah-olah tau semua tentangku. Bahkan tentang kekuatan yang aku miliki serta asal-usulnya. Siapa? Siapa dia!"

Tiba-tiba, dia mengerem mobilnya mendadak.

"Ada apa Cher?"tanya Mami kaget sambil memeluk Valdi dengan erat.

"Ada yang nyeberang, Mi. Itu!"

"Loh....itukan wanita yang tadi di hotel. Kenapa dia ada disini?" tanya Mami terheran-heran.

Cherry mencoba mengalihkan pandangan Mami, meski sebenarnya dia pun tahu, bahwa orang yang menyeberang adalah wanita yang sama, yang menghampirinya di hotel tadi.

"Bukan! Beda Mi, lagian mana mungkin, dia tadi kan ada di hotel, dan ini jalanan yang cukup jauh jaraknya dari hotel tadi. Terus kenapa juga dia harus nyeberang saat mobil Cherry lewat. Mami terlalu parno!"

"Iya...iya, kamu benar. Itu ga mungkin!"

Seketika itu juga Valdi menangis histeris. Dia mengalami kejang. Mami dan Cherry panik bukan main. Busa pun keluar dari mulutnya. Beruntung ada rumah sakit swasta di dekat sana. Cherry dengan jurus F1-nya memulai aksinya.

"Cepetan!" teriaknya pada perawat yang menjemput kehadirannya di depan ruang gawat darurat.

Satu jam berlalu dengan situasi yang mencekam. Valdi sudah seperti anak kandung Mami. Mami sudah begitu jatuh hati pada bayi mungil itu. Air mata Mami tidak mau berhenti selama Valdi ditangani oleh dokter. Saat dokter keluar, Mami dan Cherry menyambutnya dengan penuh harap. Berharap kondisi Valdi membaik dan kembali pulang bersama mereka.

"Anda ibu dari bayi ini?" tanya dokter.

"Ya, jawab Mami singkat.

"Kami sudah lakukan yang terbaik, tapi...." dokter tidak melanjutkan kata-katanya.

"Tapi apa, dok? Dia selamat kan? Anakku bisa pulang dari rumah sakit, kan?"

"Maaf, Ibu. Bayi ibu, ga bisa diselamatkan."

Mami jatuh pingsan.

"Dok, please, cek sekali lagi. Saya yakin dia ga apa-apa."

"Maaf, Mba, semua sudah dilakukan sesuai prosedur, kami sudah lakukan yang terbaik. Tapi bayi itu sudah meninggal tepat saat kalian membawa bayi ini, begitu dia masuk ruang tindakan, bayi sudah dalam keadaan meninggal, kami tidak dapat menemukan denyut nadi dan detak jantungnya. Kami coba pacu jantungnya, tapi memang sudah tidak bisa ditolong lagi. Anehnya bayi itu sempat bergerak, tangannya sempat memberikan respon dari tindakan kami. Padahal statusnya sudah tidak bernyawa. Apa yang menyebabkan dia mengalami kejang dan muntah?"

"Ga ada dok, sebelumnya dia baik-baik saja, hanya minum susu yang biasa dia minum, saat kami dalam perjalanan pulang, dia kejang, ga lama keluar busa dari mulutnya."

"Memang tidak ada tanda kekerasan di fisiknya, tapi setelah kami cek ternyata jantungnya mengalami kelainan. Jantungnya menyusut, ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran normal untuk seusianya. Seharusnya ini bisa terdeksi lebih awal."

"Dia terlahir tanpa cacat, dok."

"Otopsi adalah jalan terbaik."

"Ga.... ga akan saya lakukan. Bayi sekecil itu!"

"Kami kembalikan ke pihak keluarga. Itu hanya saran kami, jika kalian mengizinkan kami untuk menyelidiki penyebab kematiannya."

"Tidak, terimakasih. Kami akan membawa dan menguburkan keluarga kami!" tegas Cherry.

Cherry keluar dari ruang dokter. Ia menghapus air matanya. Dia merasa janggal dengan kematian Valdi yang begitu mendadak.

"Ini aneh, sebelumnya dia baik-baik aja. Tapi begitu ia menangis di lobi hotel, kemudian ada si gila itu menghampiri kami, Valdi makin menjadi. Gue yakin, wanita itu ada kaitannya dengan kematian Valdi yang begitu janggal. Gue harus bisa pastikan siapa wanita sableng itu secepatnya!" geram Cherry.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba.

"Rupanya, si gila itu ngebuntutin gue. Gue makin yakin, dia ada di balik semua ini,"gumam Cherry. Cherry berlari kecil mengejar wanita aneh itu.

"Heh... ini semua karena ulah lo kan?"

"Sudah kubilang, dia dalam bahaya, lepaskan dia sebelum terlambat. Nyatanya, kamu lebih mementingkan egomu. Bukan aku yang menyebabkan kematian bayi malang itu. Kamulah pelakunya!"

Plaaak!

Tangan Cherry mendarat tepat di pipi kanan wanita itu. Bukannya marah, wanita itu justru terbahak-bahak. Suaranya memekakan gendang telinga. Semua orang yang melewatinya berusaha menutup kuping masing-masing.

"Dasar sinting!" seru Cherry kesal.

"Dasar gadis jahat. Lihat saja, siapa yang akan menjadi korbanmu selanjutnya."

"Apa maksud lo? Hey....hey.... wanita setengah siluman!" teriak Cherry sambil berlari mengejar wanita itu.

Dalam sekejap, wanita itu menghilang, bak di telan bumi.

"Kemana dia? Dia bukan orang sembarangan, gue harus berhati-hati. Bisa aja dia tau semua tentang gue. Gue harus cari dia sampai ketemu. Dia ga bisa menggagalkan rencana balas dendamku pada Bia dan wanita jalang itu."

Dalam seketika, rasa sedih Cherry lenyap.Tidak ada lagi kesedihan yang tersisa dalam dirinya. Yang ada hanya rasa dendam yang harus terbalaskan. Bahkan sekarang, rasa dendamnya semakin besar. Semua kejadian buruk, selalu Cherry kaitkan dengan kehadiran Bia dalam hidupnya.

***

Sebuah mobil jenazah putih terparkir di halaman rumah keluarga Wilson. Dengan hati bergetar, Papi dan Bia menghampiri mobil berwarna putih tersebut. Pikiran Papi sudah kacau.

"Bi...."ucap Papi. Suaranya bergetar.

Sebuah sedan silver memasuki halaman yang sama, keluar dua orang wanita yang dikenalnya.

"Mami, Cherry!" teriak Papi.

Pelukan yang begitu erat dan hangat dirasakan keduanya. Papi menghapus air matanya yang hampir terjatuh. Dipeluknya sekali lagi kedua wanita yang sangat dicintai Papi.

"Mami sama Cherry baik-baik aja kan?" tanya Papi memastikan.

Baik Mami ataupun Cherry hanya mengangguk pelan dan merusaha melepas pelukan Papi yang terlalu erat.

"Apa yang terjadi? Siapa yang ada di dalam sana?" tanya Papi sambil menunjuk dengan gemetar ke arah mobil jenazah.

"Valdi Pi, Valdi." Suara Mami tidak kalah gemetarnya dengan suara Papi.

"Valdi?"

"Iya, bayi itu meninggal."

"Kenapa? Kenapa bisa, gimana kejadiannya? Dia sakit?"

Mami dan Cherry hanya menggeleng.

"Emangnya Papi ikut sedih? Biasa aja kan?" celetuk Cherry.

"Kok kamu ngomong gitu ke Papi? Kalo Valdi udah kalian anggap sebagai keluarga, begitu pula Papi. Kalo menurut Mami, Revaldi seperti anak Mami, begitu juga Papi. Emang apa salahnya Papi?"

"Ya... siapa tau."

"Udah...udah! Ini bukan saatnya kalian berdua berdebat. Bi, bisa bantu angkat jenazah Valdi ke dalam? Mami mau mengadakan pengajian atas kepergian Revaldi."

Kali pertamanya, Mami meminta bantuan kepada Bia. Senyum mengembang di bibirnya yang tampak kemerahan. Begitu senang ia dengan permintaan Mami. Seolah ada hikmah di balik musibah. Dengan hati-hati Bia menggendong jenazah berukuran mungil itu. Hatinya pun bergetar. Tidak tega rasanya melihat dan menggendong tubuh sekecil itu harus dibalut dengan kain polos berwarna putih. Belum lagi ketika tubuh yang mungil itu harus ditimbun dengan tanah basah.

"Makasih, Bi."

"Pergilah!" lanjut Mami.

Bia menurut.

"Sepertinya Mami belum sepenuhnya bisa menerima keberadaan gue. But, this is better. Denger Mami minta bantuan ke gue aja, udah bahagia gue, tinggal satu batu lagi yang harus gue ketok," batin Bia.

Cherry berbisik ke telinga Maminya.

"Mi....kenapa harus minta bantuan ke si Bia sih, kan ada Cherry atau Papi?"

"Syuuut!"

"Ih...Mami!"

Rupanya Mami benar-benar merasa kehilangan bayi mungilnya. Penyemangat hidupnya kini telah kembali ke Sang Penciptanya. Meninggalkan Mami begitu cepat, dengan kondisi yang masih sama.

"Kalau Mami yang pergi, apa Papi akan menangisi atau kehilangan Mami?" tanya Mami tiba-tiba.

"Kalo ngomong jangan sembarangan. Banyak malaikat di sekitar rumah kita, Mi," hardik Papi.

"Kenapa? Mami kan cuma nanya aja. Apa ada yang kehilangan Mami? Apa perasaan Papi sesedih Mami ketika ditinggal oleh Valdi, seperti saat ini atau justru bahagia karena Papi punya kesempatan kawin lagi?"

"Astaga, Mami, cukup!"

Mami tersenyum melihat ekspresi suaminya. Angannya semakin terbang tidak karuan, menembus ruang dan waktu.

"Jika seseorang yang dicintai pergi, ada beberapa orang yang sangat kehilangan, ada yang sekadar bertanya saja, bahkan ada juga yang biasa saja, kehadirannya di pemakaman hanya untuk menyaksikan tubuh si malang ditimbun oleh tanah basah."