webnovel

Merantau?

Gisell merasa bersyukur karena Tuhan memberikan dirinya kakak sebaik, Lisa. Yang senatiasa mengurus dirinya tanpa rasa kesal.

Meskipun, ia sadar terkadang saat Lisa mengomel, itu hanya menginginkan dirinya agar menjadi wanita yang jauh lebih baik lagi.

"Ehh, Mas kamu udah pulang," ungkap Lisa dengan senyuman sambil mencium tangan Farhan.

Saat melihat keromantisan mereka berdua, hati Gisell terasa terbakar api cemburu dan iri. Ia berandai-andai jika, kelak mendapatkan suami yang baik, kaya, pengertian, sopan dan yang pasti The Perfect Husband.

"Heh!" tegur Farhan sambil menepuk pundak Gisell.

Seketika bayangan Gisell pun menjadi buyar brantakan saat mendapatkan teguran dari kakak iparnya.

"Ihh, Mas Farhan apaan sih, Aku tadi lagi bayangin sesuatu yang indah," ungkapnya dengan wajah yang sumringah.

"Gua kira lu ke sambet, habisnya sore-sore begini ngelamun, Gak baik apalagi lu anak cewe," gumam Farhan.

"Kalau gua boleh tau, lu ngelamunin apaan sih?" tanya Lisa dengan penuh rasa penasaran.

"Hah!" sontak dengan mata yang melotot. Ia bingung harus menjawab apa, tak mungkin pula akan menjelaskan semuanya, yang ada dirinya hany akan menerima ejekan dari kedua kakaknya ini.

"Kenapa diem?" tanya lisa sembari mengerutkan kening.

"Eee-eeee," gugup Gisell sambil cengingisan menatap kedua kakaknya.

"Dari pada lu cengingisan gak jelas begini, mendingan lu bantuin Kak Lisa buat nyiapin makan malam," perintah Farhan.

Semua perkataan yang Farhan ucapkan selalu di patuhi oleh adik iparnya ini. Ia juga merasa iba saat melihat Gisell tumbuh dengan perekonomian yang tak memadai. Bagaimana hati Gisell, Farhan sangat paham maka dari itu, ia dan istrinya berusaha menjadi sosok yang berpengaruh penting bagi kehidupan Gisell

"Ayo, sini bantuin kakak," ajak Lisa.

Dengan segera Gisell pun pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

Saat suasana dalam kehingan dan mulut tengah sibuk mengoyak makanan, seketika hatinya tak sabar mengutarakan yang menjadi pertimbangannya selama ini.

"Kak, Mas, aku mau ngomong," sahut Gisell di tengah-tengah keheningan.

Tak ada tanggapan, Lisa dan Farhan hanya memberikan isyarat dengan mengerutkan kening.

Tatapan mata Lisa yang tajam, membuat Gisell ragu dan gugup untuk mengutarakan pendapatnya dengan jelas.

"Eeee-eee," gugup Gisell dengan keadaan bibir sedikit gemetar.

"Kak Lisa, Mas Farhan. Kalau Aku merantau ke Jakarta gimana?" Tanya Gisell dengan nada yang lirih sambil menyipitkan matanya. Karena ia takut melihat respon dari kedua kakaknya ini.

"Ya bagus, saya setuju," sambung Farhan dengan tersenyum

"Apaan sih mas, enggak! Kakak gak setuju!" Tolak Lisa dengan penuh ketegasan.

"Kenapa kak?" gerutu Gisell dengan nada lirih. Mendengarkan penolakan dari kakaknya, seketika harapan yang sudah terangkai menjadi pupus.

Gisell berharap, inilah salah satu jalan agar tak menjadi beban terus-menerus. Hatinya berkata jika, kakaknya Lisa. Masih menganggap dirinya sebagai anak kecil yang harus di awasi dan di jaga.

"Kamu kenapa nolak permintaan dia? Bukannya kamu sendiri yang ngomong kalau Gisell harus kerja?" heran Farhan.

"Iya kak, betul. Apa yang di katakan Mas Farhan," sambung Gisell.

"Kakak bilang enggak! Ya tetep enggak!" kekeh Lisa dengan ucapannya. Lisa pun bangkit dari meja makan lalu masuk ke dalam kamar.

*Brukh!!!

Hantaman pintu terdengar begitu kuat, Gisell dan Farhan hanya terdiam.

"Kamu yang sabar ya," ujar Farhan dengan menepuk pundak adik iparnya.

Ia tak mengerti ada apa dengan istrinya ini yang seketika menolak permintaan adiknya.

Selama ini dia kerap mengomel dan menginginkan agar Gisell bekerja namun, kejadian tadi membuat dirinya heran.

"Mas, aku keluar dulu ya," dengan nada lirih. Gisell pun membelakangi Farhan, kakinya terus melangkah hingga keluar rumah.

Melihat reaksi Lisa, anak bawang itu merasa takut untuk tetap kekeh memperjuangkan keinginannya pergi ke Jakarta.

Hatinya sebenarnya, merasa gundah ketika harus pergi sendirian ke kota orang dan di sana pun dirinya tak mempunyai kerabat. Gisell juga tak tau di mana kakak-kakaknya tinggal saat ini.

Kicauan burung terdengar begitu riang, embun pagi membekas dengan lekat pada kaca. Terdengar suara beberapa orang yang mulai melakukan aktivitasnya lagi. Suasana pedesaan saat pagi hari terlihat asri dan indah namun, beberapa orang memilih untuk merantu karena penghasilan di desa tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Setelah sholat subuh Lisa pun beralih duduk di ruang tamu dengan keadaan kepala tertunduk tak selang beberapa lama Farhan menyusul untuk duduk berdampingan dengan istrinya.

"Kak, Mas kalian kenapa?" heran Gisell dengan kening yang mengkerut.

Gisell merasa heran ketika keluar kamar, ia langsung di hadapkan dengan kedua kakaknya yang bertingkah aneh.

Tak kunjung mendapatkan tanggapan, anak bawang itu pun ikut duduk di depan Lisa dan Farhan.

"Kalian kenapa sih?" dengus Gisell dengan nada yang mulai kesal.

"Nihh," ucap Lisa sambil menyodorkan amplop berwarna coklat.

"Apaan ini kak?" tanya Lisa.

"Udah, ambil aja," jawab Farhan tanpa ekspresi apa pun.

Tangan Gisell ragu ketika akan meraih amplop yang terletak di atas meja, saat melihat mimik wajah kedua kakaknya tak terlihat sedih atau pun bahagia.

Karena, penasaran dengan isi di dalamnya akhirnya anak bawang itu pun memberanikan diri untuk membuka di depan Farhan dan Lisa.

"Kak Lisa, Mas Farhan!" sontak Gisell dengan mimik yang sumringah.

"Iya itu buat kamu," gumam Lisa.

"Makasih banget kak," ungkap Gisell. Sangking bahagianya ia pun langsung memeluk Lisa dengan erat.

"Aku kira kakak gak bakalan setuju dengan keputusan aku," sambil melepaskan pelukannya.

"Awalnya sih gitu tapi, Mas Farhan yang terus bujuk aku dan akhirnya ya inilah," jelas Lisa.

Hatinya terasa pilu ketika harus melepaskan Gisell, adik satu-satunya yang selama ini ia rawat selama bertahun-tahun.

Baginya Gisell adalah harta paling berharga yang senantiasa selalu di jaga dan di lindungi.

Karena, sejak dini adiknya itu tak lagi mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtua.

"Mas Farhan makasih ya, mas udah bela-belain bujuk Kak Lisa," ungkap Gisell.

"Iya. Kamu di Jakarta jaga diri baik-baik ya. Kak Lisa sebenarnya sulit ngelepas kamu pergi jauh karena, dia sayang banget sama kamu," tutur Farhan dengan mengelus kepala adik iparnya.

"Iya, aku janji. Aku bakal jaga diri baik-baik dan makasih banget untuk tiket dan uangnya. Gisell sayang banget sama Kak Lisa dan Mas Farhan," ucap Gisell sambari merangkul mereka berdua.

Setelah mendapatkan tiket Gisell pun segera membereskan semua barang yang akan di bawa pergi. Hatinya tak sabar untuk segera pergi ke Jakarta, bayangan kota itu sudah memenuhi benak Gisell hingga tak bisa tidur dan tak sabar untuk menantikan pagi hari.

"Kak Lisa!! Mas Farhan!!! Buruan nanti aku bisa telat," jerit Gisell dengan nada yang keras.