Suara heels yang menapak pada
lantai terdengar nyaring. Dari arah kiri berjalan Keluarga Garmond, sedangkan
dari arah berlawanan, sudah ada Keluarga Grissham. Masing-masing menuju ruangan
yang sama.
Guin merasa tidak nyaman dengan tatapan
mata dari pria tampan yang duduk di depannya. Guin menoleh ke kanan dan ke kiri
seperti mencari seseorang.
"Beri salam!" bisik Tuan Garmond
pada Guin.
"Malam, Tuan dan Nyonya
Grissham!" sapa Guin sopan.
"Duduklah!" sahut Tuan Grissham.
Suasana mulai serius ketika kedua Keluarga membicarakan pernikahan yang akan diadakan sangat cepat. Tuan Grissham tidak berhenti memperhatikan Guin dengan saksama.
"Nona Guin. Benar namamu Nona
Guin?" tanya Tuan Grussman.
"Benar, Tuan!" jawab Guin.
"Apa kau dengan sukarela menikah
dengan Putraku?"
"Iya, Tuan! Maaf menyela, tapi
Putra Tuan apa tidak bisa datang?" tanya Guin tanpa mengurangi rasa hormat.
"Ini Putraku yang akan menikah
denganmu!"
Mata Guin terbelalak. Pria tampan dan
memiliki tubuh sempurna itu ternyata pria cacat yang akan menikah dengannya.
Jika dilihat dari penampilan luar, tidak akan ada yang mengetahui kalau pria
itu memiliki kekurangan.
Pria itu sama sekali tidak terlihat
memiliki kecacatan mental. Pandangan matanya tegas, bukan kosong. Wangi
maskulin juga tercium dari tubuhnya, itu artinya pria itu sangat memperhatikan
penampilannya.
Tubuhnya tinggi, tegap, kekar, dada
bidangnya juga membuatnya terlihat sangat gagah perkasa. Wajah tampannya juga
sangat cocok dengan perawakan tubuhnya.
"Apa Nona Guin akan menarik
kembali kata-kata yang sudah diucapkan?" tanya Nyonya Calista tidak sabar.
"Tidak!" jawab Guin.
"Mom, balon!"
Pesona dari pria tampan itu hilang
ketika merengek meminta balon pada Ibunya. Ibunya tersenyum lembut. Entah
kenapa, tubuh Guin bergerak dengan sendirinya tanpa bisa dikontrol. Guin
mengulurkan tangannya pada Gavin.
"Hallo! Mau pergi denganku untuk
membeli balon?" Guin tersenyum tulus tanda adanya niat terselubung.
"Mom!" Gavin menoleh ke arah
Nyonya Calista.
"Pergilah!"
Pria dewasa yang begitu penurut. Hanya
dengan satu kata, Gavin mau menggapai
tangan Guin dan mengikuti langkah Guin.
Guin mengejar Nona yang membawa balon. Kaki Guin yang tidak panjang, membuat langkahnya tidak sepadan dengan kaki Gavin yang jenjang.
"Istriku, bisakah berjalan lebih
cepat? Aku tidak mau kalau balonnya pergi jauh," ucapnya manja.
"Ap—apa katamu? Si—siapa yang
Istrimu?" ucap Guin gugup.
"Jadi, Guin tidak ingin menikah
denganku?"
Mata Gavin mulai berkaca-kaca layaknya
balita yang meminta permen tetangga tapi tidak diberikan oleh pemiliknya. Sesaat,
Guin lupa kekurangan Gavin ketika Gavin memanggilnya ISTRI. Suara Gavin yang
tegas, membuat Guin hampir saja beranggapan jika Gavin adalah pria normal.
"Ayo! Balonnya sudah terlalu
jauh!"
Guin menggenggam tangan Gavin dan
mengajaknya berlari. Untuk pertama kalinya, Guin merasa bisa bergerak bebas
tanpa pengawasan.
"Nona!" teriak Guin bersemangat.
"Bis—bisakah Istriku melepaskan
tanganku?" Guin langsung berhenti setelah mendengar suara Gavin.
"Maaf!" ucap Guin.
"Di sini tidak nyaman. Seperti
ada yang akan meledak," suara dan juga nada bicaranya sama persis seperti
balita.
Guin tersentak mendengar penuturan Gavin
dengan tangan yang menyentuh dadanya dan menunjukan bahwa di dalam dadanya
terdapat perasaan yang tidak nyaman. Seperti ada sesuatu yang meledak, mungkin
jika diartikan dengan bahasa orang dewasa, itu artinya Gavin sedang berdebar
ketikan berdekatan dengan Guin.
"Nona, Anda menginginkan balon?"
"Ahh!" Guin tersentak dengan
kehadiran Nona balon.
"Aku ingin 1," nada suara Gavin
berubah, membuat Guin kebingungan.
'Gavin, kau orang yang seperti
apa?' batin Guin.
Setelah mendapatkan balon yang berbentuk hati, Gavin memberikannya untuk Guin. Ekspresi dingin yang sempat terlihat
sekilas, kembali berubah seperti semula, manja dan lugu.
"Istriku, ini hadiah untukmu!"
ucapnya dengan nada suara persis seperti anak-anak yang membagi jajannya.
"Untukku?" Guin menunjuk dirinya
sendiri karena tidak percaya.
"Istriku, kita harus makan. Aku
lapar! Lapar!" rengeknya.
"Panggil aku Guin kalau kau masih
ingin dekat denganku," ucap Guin.
"Guin, aku lapar," Gavin kembali
merengek dengan menarik-narik tangan Guin.
'Mungkin aku yang terlalu banyak
berfikir,' batin Guin.
***
Satu minggu telah berlalu sejak pertemuan
Keluarga dua belah pihak. Tanggal pernikahan sudah ditetapkan 10 hari sejak
pertemuan, itu artinya hanya sisa waktu 3 hari.
"Tiga hari lagi. Anak itu akan
menikah 3 hari lagi. Kita bisa kalah kalau kau tidak segera bertindak," ucap
Nyonya Amber dengan marah.
"Ibu, kau percaya padaku, bukan?
Dengan rayuan yang aku miliki, juga pesona yang tidak tertandingi, pernikahan
anak cacat itu tidak akan bertahan dalam 3 bulan," ucap Aland dengan tipu
muslihat yang terlihat dari senyum liciknya.
"Aku tidak salah mempercayaimu.
Ingat, wanita itu pilihan Ayahmu."
"Aku sudah menyelidikinya. Wanita
itu menerima pernikahan ini karena sebuah kesepakatan. Apa Ibu memikirkan hal
yang sama denganku?" lirik Aland.
Dua iblis tengah berbicara dengan rencana
yang begitu licik bahkan Nyonya Amber yang tidak tahu malu terus menerus
menyombongkan dirinya.
Setelah segala tipuan licik selesai
dibicarakan, Nyonya Amber menghampiri Nyonya Calista yang tengah menemani Gavin
bermain bola di halaman rumah.
"Putraku sudah bekerja keras
membantu Ayahnya, sedangkan apa yang dilakukan oleh Putramu? Menyusahkan saja!"
lagi-lagi kedatangan Nyonya Amber tidak pernah memberikan hawa baik.
"Amber, ikut aku!" bentak Tuan
Grissham.
Nyonya Amber tidak sadar bahwa Tuan
Grissham juga berada di tempat yang sama, sehingga ketika Nyonya Amber mencari
masalah, Tuan Grissham langsung turun tangan tanpa berbasa-basi.
"Tutup pintunya!" ucap Tuan
Grissham tegas setelah mereka berdua masuk ke dalam ruang kerja.
"Baik!"
"Amber, apa kau pikir
peringatakanku main-main? Rumah ini bukan milikku tapi milik Calista. Kau yang
merengek ingin tinggal di sini dan Calista sudah mengijinkannya. Apa kau sama
sekali tidak tahu caranya berterimakasih?" suara yang datar memberikan
peringatan yang tidak bisa dihindari lagi.
"Kau selalu menghabiskan waktumu
dengannya tanpa memikirkan perasaanku!" lawannya.
"Karena dia Istriku dan kau bukan
siapa-siapa bagiku. Kalau bukan karena kesalahanmu hingga menghadirkan Aland,
apa kau pikir aku akan menduakan Calista?"
"Bagaimana bisa kau berbicara
seperti itu? Aku memberimu Putra yang normal, tidak seperti Putra Calista yang
cacat mental itu!"
PLAKKK!
"Jangan melewati batasmu! Jangan
menguji kesabaranku! Aku sudah berusaha adil dalam pembagian untuk
Putra-putraku. Bukankah harta yang kau inginkan?" Nyonya Amber masih memegang
pipinya yang terasa kebas akibat tamparan keras dari Tuan Grissham.
"Kau menamparku?"
"Apa kau ingin aku menamparmu
sekali lagi untuk menyadarkanmu? Lihatlah dirimu, kau hidup dengan kebencian
yang kau buat."
"Aku tahu sekarang. Kau pilih
kasih. Putraku hanya bertunangan sedangkan anak cacat itu langsung menikah.
Sebenarnya, kau ingin membuat Putraku kalah dalam permainan yang kau buat,
bukan? Katakan Grissham!"
"Wanita itu pilihanmu dan bukan
pilihanku. Kau terlalu menyombongkan diri sampai membuatku muak."
Perdebatan berlanjut. Tuan Grisshman yang selama 27 tahun sudah hidup dalam sebuah penyesal membuat emosinya memuncak dan tidak terkendali.
"Kalau kau berulah lagi, aku akan
menceraikanmu!"