webnovel

Chapter 25

Beberapa hari belakangan ini jiwa dan pikiran saya sangat tertekan. Manajemen perusahaan yang payah dan sok tahu dalam mencegah corona. Dan pendapat saya sebagai dokter selalu ditolak mentah-mentah oleh orang-orang yang "terlalu cerdas" itu. Mereka bahkan dengan hebatnya membuat protokol medis tanpa melibatkan satupun dokter perusahaan atau paramedis. Hasilnya? Ketololan murni. Kami, dokter dan paramedis yang jadi korban ketololan mereka.

Yaaaak... Selamat menikmati ceritanya!

_____________________________________________

"Kalian... Siap? Haha... Nggak ngaruh, sih."

*Sssshhh*

Suara angin berhembus. Di saat yang sama, Arka sudah tidak lagi berada di posisinya semula. Dimana dia?

*Bhugg!*

"Ghookkk!"

*Bhaakk!*

"Hoekk!"

*Praakk!*

"Aghakk!"

Ternyata, Arka sudah berada di sekitar para Oni. Menendang pantat, meninju perut, dan menampar wajah para Oni. Dalam sekejap, tiga Oni tersebut sudah menggelepar di lantai seperti ikan yang diangkat dari air dan dilempar ke tanah.

Hanya menggunakan tangan kosong. Kuroshi, katana kesayangan Arka, bahkan belum sempat menghirup udara di hutan ini.

"Hahaha... Bosnya udah makan pasir... Sekarang, giliran kroconya! Hup!" Ujar Arka lalu melompat tinggi ke atas mereka.

Saat sudah berada di atas, Arka langsung mengeluarkan dua pasang sayap burung berwarna hitam dan melayang di tempat. Kemudian muncul sebuah wujud makhluk yang menyerupai tanaman penuh bunga di sebelahnya. Dan sesaat kemudian, muncul magic circle dan keluarlah ribuan batu kecil-kecil dengan kecepatan tinggi.

Skill magic tersebut adalah Rock Bath. Normalnya, skill ancient magic dari Elemental Spirit ini akan mampu menghancurkan semua pasukan musuh dalam skala sangat besar. Tapi, Arka sama sekali tidak ada rencana untuk melakukan genosida di sini, jadi dia meminimalisir output dari energi magic ini seminimal mungkin.

Rock Bath, seharusnya bisa jauh lebih dahsyat daripada Meteor Shower. Tapi Rock Bath kali ini hanya berupa hujan kerikil kecil saja.

Saja? Terlalu meremehkan jika disebut hujan kerikil kecil saja. Memang, hanya berupa kerikil kecil yang keluar dari magic circle. Akan tetapi, damage yang ditimbulkan juga lumayan.

*Trak darr trak tak tak tak trak darr!*

Saking tingginya kecepatan dari batu-batu kerikil tersebut, banyak diantaranya yang pecah saat kontak dengan tubuh para Demihuman.

"Huaaaaa!"

"Aaaarrrgh!"

"Aaaaaaahh!"

"Ghah!"

"Taaahh!"

Tak satupun dari pasukan Demihuman yang sudah diimobilisasi dengan membekukan kakinya oleh Undine tadi yang selamat dari Rock Bath Dryad. Benjol, robek, memar, hingga patah tulang adalah pilihan nasib yang mereka dapatkan dari skill ini.

"Woohoooo! Seru juga yak pake spirit magic gini! Hahaha!" Arka tertawa kegirangan menikmati para Demihuman yang sedang kesakitan tersiksa oleh lemparan batu-batu kerikil.

"Ampuuun! Ampuni kami, Demon Looorrrd!"

"Maafkan kami, Demon Lord!"

"Tolooong! Hentikan batu-batu iniii!"

"Aaakkk! Kepalakuuu! Aduuuh!"

"Aduuuh! Sakiiit! Ampun, Demon Looord!"

Jiwa-jiwa lemah yang tersiksa itu memohon ampunan kepada Arka. Tapi, dilihat dari ekspresi Arka yang semakin beringas dan puas melihat situasi di bawahnya, sepertinya ini tidak akan berakhir dalam waktu singkat.

Benar saja. Masih berjalan sekitar satu menit sampai akhirnya Arka pun bosan menyiksa mereka dan menghentikan magic-nya Dryad.

"Hmm... Mereka udah kayak ikan asin yang lagi dijemur. Tunggu. Bukan ikan asin. Goblin asin... Babi asin... Anjing asin... Ada cicak asin juga."

Semua Demihuman yang tadi menyerang Arka, kini telah berbaring nyaman di tanah. Sedikit menggeliat, banyak yang meraung kesakitan. Arka membuat semuanya jadi babak belur.

"De-Demon Lord! Kami mohon! Jangan siksa kami lagi! Kami mohon ampun!" Ujar Dal, Oni yang memiliki defense tertinggi diantara dua lainnya.

"Oh? Udah bisa bangun lagi? Lumayan juga kamu, ya... Ok, ayo kita ngobrol." Ucap Arka, lalu mendarat di dekat Dal, kemudian mepenyapkan empat sayapnya.

"B-baik, Yang Mulia Demon Lord... Sebelumnya, p-perkenalkan. Hamba adalah Dal. Ini Gun, dan yang satu lagi adalah Lak. K-kamilah yang memimpin Demihuman selama Yang Mulia tidak di sini..." Dal memperkenalkan teman-temannya yang masih kesakitan dan tergeletak di tanah, setelah itu menuntun Arka menuju rumah mereka.

Arka mensupresi energi dark magic dari tubuhnya hingga seminimal mungkin yang bocor keluar. Hal itu membuat aura kekuatannya nyaris lenyap. Dampaknya, semua Demihuman yang ada di balik pagar palisade hanya melihat Arka sebagai sosok manusia biasa.

"I-ini tempatnya, Yang Mulia..." Ucap Dal, berdiri di depan pintu rumahnya.

"Emmm... Coba jangan panggil aku Yang Mulia ataupun Demon Lord. Panggil Arka aja."

"Ti-tidak mungkin hamba memanggil Yang Mulia hanya dengan nama! Hamba--!"

"--husssssaah! Berisik. Terserah mau manggil apapun, asal jangan Yang Mulia ataupun Demon Lord. Ngerti, kan? Aku nggak perlu ngulang kata-kataku lagi, kan?" Arka mendekatkan wajahnya ke depan Dal, menatapnya dengan tajam dan juga dengan senyuman penuh intimidasi."

"Hiii! B-b-b-baik! Engg... Uhh... Tuan Arka!" Dal ketakutan dan kebingungan untuk sesaat, lalu memutuskan untuk hanya memanggil Arka dengan tuan saja.

"Ok deh."

Dal dan Arka masuk ke dalam rumah. Di ruangan yang sepertinya merupakan ruang tamu di rumah ini, Dal mempersilahkan Arka duduk dengan membantu menarik kursi untuk Arka.

Setelah Arka duduk, Dal menyiapkan minuman untuk Arka. Di saat minuman itu selesai dihidangkan, Lak dan Gun pun tiba di rumah itu. Mereka memperkenalkan diri lagi walaupun tadi sudah diperkenalkan oleh Dal.

"Yak, ceritakan semuanya. Kenapa kalian menyerang manusia yang nggak bersalah?"

Lak, Gun, dan Dal mulai menceritakan selengkapnya tentang penyebab mereka terpaksa menyerang manusia dan juga segala informasi yang mereka miliki terkait permasalahan ini.

Kesimpulannya ada dua. Yang pertama, seperti yang sudah Arka duga adalah Hutan Goturg tidak lagi mampu menyediakan bahan makanan yang cukup bagi para Demihuman sehingga mereka terpaksa memangsa semua makhluk hidup yang ada di luar wilayah Hutan Goturg.

Dan yang kedua, yang menjadi sumber dari semua itu adalah hilangnya batu permata yang selama ini memberikan energi magic pada Dragon Vein yang merupakan saluran aliran energi magic yang membuat Hutan Goturg menjadi subur akan segala sumber daya alam.

Dengan hilangnya permata itu, Dragon Vein menjadi ibarat sungai yang menyusut. Tetap ada aliran energi magic, namun tidak sederas ketika kristal tersebut masih ada di Bukit Sakral yang terdapat di jantung Hutan Goturg.

Menurut info dari para Oni, kristal tersebut berukuran sebesar kepalan dua tangan yang disatukan, berwarna dasar ungu dengan serat-serat berwarna emas yang memancarkan sinar terang berwarna keemasan juga. Kristal tersebut bernama Ameth-Or.

A/N : Kristal Ameth-Or pernah disinggung di volume 2. Pasti tidak ada yang ingat kan... Hahaha~

Para Demihuman tidak tahu siapa yang mencurinya. Tapi dugaan mereka, pencurinya datang dari ras Manusia. Tapi, dugaan seperti itu tidak bisa ditelan mentah-mentah. Sebelum benar-benar terbukti, hal tersebut hanya merupakan sebuah praduga tak bersalah.

Berarti, sementara yang bisa dilakukan sambil mencari pelakunya dan menemukan kristal tersebut, adalah memecahkan permasalahan kekurangan bahan makanan.

Makanan. Sumber makanan adalah nabati dan hewani. Demihuman memang lebih suka memakan daging monster. Tapi mereka juga bisa memakan buah dan sayuran. Hanya saja, itu bukan favorit mereka.

Namun, melihat kondisinya seperti ini, mereka sudah tidak punya hak lagi untuk memilih-milih makanan. Mereka harus mau makan makanan nabati. Omnivora harus bisa menjadi omnivora.

"Bentar, bentar... Di antara kalian, apa ada yang bisa bahasa manusia?" Tanya Arka.

"Sa-saya bisa, Tuan Arka..." Di antara tiga Oni, hanya Gun yang mampu berbahasa manusia.

"Nahh! Siiiplah kalo gitu!"

Arka tersenyum sambil melirik ke langit-langit di sudut kiri atas lapang pandangnya. Senyuman licik penuh ide culas.

"Tuan Arka, apa yang harus kami lakukan untuk mencari makan selain memangsa manusia dan hewan ternak mereka?" Kali ini, Dal yang bertanya.

"Saat ini saja, persediaan makanan kami sudah habis akibat serangan para manusia itu..." Lak menambahkan dengan ekspresi getir.

"Kalian tunggu aja di sini. Jangan ngirim-ngirim pasukan lagi untuk menyerang manusia. Besok lagi aku balik kesini. Ngantuk aku tuh." Jelas Arka sambil beranjak dari tempat duduknya.

"""Kami akan mematuhi Tuan Arka! Tuan Arka adalah jawaban dari doa kami semua!""" Mereka berkata sambil menunduk memberi hormat kepada Arka yang sedang bersiap melakukan sesuatu..

"Okelah kalo gitu, aku pergi dulu ke camp orang-orang itu. Teleportation Gate."

Arka membuka gerbang magis dan masuk ke dalamnya. Karena Arka sudah mengetahui lokasi persis dari camp pasukan, dia bisa kembali dengan menggunakan Teleportation Gate.

***

Hmm... Aku memiliki sebuah rencana simpel. Tapi, aku tidak bisa melaksanakannya sendiri. Hanya sebuah ide.

Aku sudah memikirkan bahwa aku akan membuat para Demihuman mampu menghasilkan makanannya sendiri. Baik itu nabati maupun hewani. Mereka tidak bisa selalu mengharapkan Hutan Goturg yang mulai pelit dalam memberikan bahan makanan kepada mereka untuk selamanya.

Setidaknya, sampai kristal Ameth-Or bisa didapatkan kembali.

Pasti para Pembaca sudah bisa menebak rencanaku. Bukan begitu?

Ha? Tidak tahu? Kalian masih belum bisa menebak apa ide brilianku? Baiklah, baiklah... Aku akan menjelaskannya.

Jadi, rencana simpelku adalah dengan membuat agar para Demihuman bisa menghasilkan makanan mereka sendiri dengan cara bercocok tanam dan beternak. Tapi, aku tidak begitu mengerti banyak hal tentang bercocok tanam, apalagi beternak.

Oleh sebab itu, aku harus mencari orang yang mampu melakukan dan mengajarkannya kepada para Demihuman.

Nah, di sinilah permasalah baru muncul. Siapa?

Itu akan kupikirkan sambil jalan. Tapi, malam ini aku mau pulang dulu. Kasian juga bocah-bocah ingusan itu kalau aku tidak pulang segera.

Sedetik setelah aku masuk Teleportation Gate, aku sampai di camp pasukan. Semua Siswaku juga sudah menunggu.

"Arka!"

"Gimana, Ar?"

"Tuan Arka sudah kembali!"

"Pelatih!"

Ah, aku akan memberikan mereka sisiripris. Surprise, maksudnya.

"Yoo... Yooo... Tenang... Semuanya tenang... Hahaha... Sekarang, kalian semua pulang." Kataku sambil nyengir kuda.

Semua diam, semua hening untuk beberapa saat. Wajah mereka kebingungan.

"....... Maksudnya?" Garen bertanya kebingungan.

"Ya pulang. Nggak tau arti kata pulang? Kembali ke rumah. Pulang. Balik." Kataku setengah mengejek Garen.

"Nggak, nggak... Kalo itu aku tau. Tapi... Pulang... Maksudmu, masalah selesai?"

"Untuk sementara, selesai. Tapi besok aku mau balik ke Desa Demihuman itu lagi. Karena, penyebab mereka nyerang penduduk sekitar itu..."

Aku menjelaskan apa yang disampaikan Dal, Gun, dan Lak kepadaku. Lalu aku juga menyampaikan ideku untuk mengajarkan Demihuman agar mereka mampu memenuhi kebutuhan makan dengan beternak dan bercocok tanam. Mungkin juga mengolah bahan-bahan yang tidak bisa dimakan, supaya jadi bisa dimakan.

"Nah, sekarang masalahnya tinggal satu... Siapa yang bisa?" Tanyaku kepada semua orang yang ada di sini.

"Arka... Kalo rencanamu begitu, ada satu orang yang sangat cocok untuk pekerjaan itu... Dia adalah..." Kemudian Garen berbisik di telingaku.

"Ha? Seriusan?"

"Aku serius."

"Hahaha... Bercanda kamu, Gar! Lucu, itu lucu banget..."

"Em-em." Garen menggelengkan kepalanya.

"Dia? Bercocok tanam? Beternak?"

"Sebelum dia jadi Petualang, seluruh hidupnya hanya digunakan untuk mengerjakan itu. Yaa selain berlatih juga..."

"Wahhh... Kalo emang bener.... Gaskaaan!" Aku mengangkat tangan kananku dan mengacungkan jari telunjukku ke langit sambil berteriak penuh semangat.

***BERSAMBUNG***

______________________________________

Hellaaaw Pembaca yang setia! Tsssaahh setia... Vote, dong! Tengkyu!

Update berikutnya sangat tergantung situasi dan kondisi saya. Mari berdoa semoga semua keribetan Covid-19 ini cepat selesai.

Next chapter