webnovel

IRONA

18+ "Gue sumpahin suatu saat lo bakal naksir dan ngejar-ngejar gue." Dua tahun berada di kelas yang sama, menjadikan Irona sebagai bulan-bulanan Zio. Gadis yang bernama Steffani Irona Najma adalah gadis mungil berparas cantik, imut dan lucu. Dengan poni depan dan rambut yang tergerai indah. Rambutnya yang indah ini, justru mengundang tangan-tangan jahil untuk menyentuh, menarik atau bahkan menjambak. Zio Aksadana, seorang laki-laki berparas tampan, bertubuh tegap dan atletis, rahang yang kokoh serta bibir yang sangat memesona. Zio merupakan musuh dari Irona, tetapi bukan musuh yang diselimuti rasa benci. Tetapi justru dengan keusilan dan kejahilan, Zio sangat senang menggoda Irona. Baginya, ada kesenangan sendiri ketika melihat Irona mengerang kesal. Sumpah serapah yang tidak sengaja Irona lontarkan, membuat keduanya berada di dalam lingkaran kasih sayang. padahal dulu Irona tidak benar-benar ingin membuat Zio jatuh tepat di hatinya, bahkan ia berdoa, semoga Tuhan hanya menganggap ini sebuah lelucon.

Fenichaan · Teen
Not enough ratings
309 Chs

Balada Tali Sepatu

Drrtt.. Drrtt..

Ponsel Aksa yang ditaruh diatas nakas bergetar pertanda ada panggilan yang masuk. Ia segera mengambil ponsel tersebut.

"Halo, yah" Aksa menyapa ayahnya diseberang sana. Dengan ponsel yang diapit oleh telinga dan bahunya, tangan Aksa sedang sibuk dengan telur yang sedang ia goreng sendiri.

"Kamu lagi apa, nak?" tanya ayah Aksa diseberang sana

"Aksa lagi goreng telur"

"Ayah kangen. Kapan kamu ke Jakarta?" Wisnu Aksadana, ayah dari Zio Aksadana. Sudah hampir dua tahun berpisah dengan putra sematawayangnya itu, ia merindukan putranya, walaupun sudah tumbuh dewasa Aksa selalu dimanjakan oleh ayah dan bundanya.

"Nanti, yah. Kalau udah liburan" jawab Aksa sebari meniriskan telur yang sudah matang dan memindahkannya ke atas piring.

"Yaudah ayah tunggu. Ayah tutup ya, nak"

"Iya"

Aksa memang sudah terbiasa memasak oleh seorang diri, kecuali pagi. Setiap pagi selalu ada asisten rumah tangganya namun pulang disore hari.

"Not bad lah" ujar Aksa yang melihat hasil dari masakannya. Telur yang digoreng setengah matang itu pecah sebelah, membuat hasilnya menjadi kurang sempurna. Tapi jangan pernah melihat sesuatu dari penampilannya, coba saja rasakan, pasti kalian ketagihan, eh.

Aksa memakan telurnya dengan lahap, sejak sore tadi merasa sangat lapar. "Oh iya, gue kan harus ke toko sepatu" Aksa ingat kalau tali sepatu hilang sebelah pasca ia keluar dari toilet siang tadi, yang dengan terpaksa Irona harus berjalan tanpa menggunakan alas kaki.

***

"Mbak, sepatu yang cocok untuk perempuan yang mana, ya?" Aksa bertanya kepada pelayan toko yang sedari tadi mengikutinya. Begini memang rasanya ketika masuk sebuah toko, selalu ada orang yang bertugas untuk mengawasi.

"Yang ini, Mas" pelayan teresebut membawa sepasang sepatu berwarna putih tulang yang terlihat sangat elegan. Apalagi jika Irona yang memakainya.

"Kayaknya cocok buat Irona" batinnya.

"Saya mau yang ini satu dan yang itu satu" Aksa menunjuk ke arah sepatu yang berada diatas rak deretan ketiga, sepatu yang dikhususkan untuk anak sekolah.

Pelayan tersebut dan mengambil sepatu yang ditunjuk oleh tuan nya.

"Mau ukuran berapa, Mas?" tanya pelayan itu dengan sopan

"37, Mbak" jawab Aksa

Pelayan itu pun berlalu dengan maksud membungkus pesanan tersebut.

Aksa keluar dari toko tersebut dengan menenteng kantung belanjaan yang berisikan dua pasang sepatu wanita.

"Gue harus cepet kerumah Irona" batinnya. Senyumnya mengembang, ia tidak sabar untuk bertemu dengan kekasihnya itu. "Irona pasti suka."

Aksa membelah Kota Bandung dengan motornya, dengan kecepatan sedang ia mengendarai motor ninja nya itu.

Semburat senja mulai terlihat, waktu memang sudah menunjukan pukul 17.00. Aksa selalu jatuh cinta dengan keindahan Kota Bandung, dan juga seseorang didalamnya, yaitu Irona.

***

Irona sejak tadi merasa gelisah, pasalnya sudah satu jam lebih Aksa tidak membalas pesannya. Sudah ribuan kali ia berguling-guling diatas tempat tidurnya.

"Aksa kemana sih?" sudah ratusan kali pula ia mengintip layar ponsel yang sejak tadi tidak ada pemberitahuan apapun.

Wajahnya sudah tidak berbentuk, rambutnya sudah tidak beraturan seperti bulu-bulu singa yang mengembang. Sekacau itukah wanita ketika tidak diberi kabar?

"Oh iya, tali sepatu gue kan lepas satu. Besok gue sekolah gimana?" Irona baru ingat kalau tali sepatunya dipakai untuk mengikat gagang pintu, sedangkan ia hanya memilik satu pasang sepatu saja.

"Gue beli tali sepatu aja deh di pasar malem" ia beranjak dari tempat tidurnya untuk merapikan diri. Irona harus segera pergi ke pasar malam yang berada diujung jalan gang rumahnya sebelum gelap. Kalau tidak begitu mana mungkin besok ia memakai tali rapia? atau membeli sepatu baru? ah tidak, itu akan membebankan ibunya.

Irona sudah siap dengan mengenakan celana joger berwarna hitam dan hoodie berwarna coklat. Rambutnya sengaja ia gerai agar tidak merasa dingin. Irona hanya perlu menyisir sedikit rambutnya agar terlihat lebih rapi daripada sebelumnya.

Ia menyemprotkan minyak wangi beraroma strober diarea tertentu. "Kalo cewek bau kan ngga lucu, ya" ia menatap wajahnya dari pantulan cermin. Irona kadang merasa aneh jika ada wanita yang tidak pernah memakai minyak wangi, sedangkan baginya wanita itu harus terlihat rapi dan wangi, baru akan dikatakan cantik.

"Dah ah ntar kemaleman" Irona mengambil tas selempang berwarna coklat senada dengan hoodie yang ia kenakan, untuk alasnya ia memakai slip on yang senada pula dengan celananya.

"Ma, Rona pergi dulu" Irona sedikit berteriak, ia tidak ingin Selvia tahu kemana dan untuk apa ia pergi. Irona tidak ingin membuat ibunya khawatir atau berpikiran untuk membeli sepatu baru.

Baru saja membuka pintu, ia dikejutkan dengan kedatangan Aksa.

Irona menaikan sebelah alisnya, "Ngapain kamu kesini sore-sore?"

Aksa tidak menjawab, ia hanya tersenyum dan berjalan kearah Irona.

"Mama ada?" Aksa bertanya pada Irona yang sedari menatapnya kebingungan

"Ada" jawab Irona singkat

"Yuk, masuk!" Aksa menarik lembut tangan Irona.

Irona yang diperlakukan seperti itu pun hanya mengkerutkan dahinya, "Tumben banget nih orang" ucapnya dalam hati.

"Assalamualaikum" ucap Aksa sopan ketika bertemu dengan Selvia

"Waalaikumussalam. Eh ada calon mantu" Selvia menerima uluran tangan Aksa, seperti biasanya ia akan mengusap lembut bahu dan punggung Aksa ketika bersalaman.

"Sok silakan, mama mau ke dapur dulu" Selvia mempersilakan Irona dan Aksa diruang tamu, sedangkan ia pergi untuk membuat minuman.

"Kamu mau kemana?" Aksa mengernyit heran melihat Irona yang sudah berpakaian rapi, cantik dan wangi.

"Aku mau ke pasar malem, mau beli tali sepatu" Irona menjawab dengan memainkan jari-jarinya

Aksa tersenyum, "Ngga usah. Nih aku ada hadiah buat kamu" ia memberika kantung belanjaan berisikan kotak besar.

Irona menatap Aksa bingung, "Ini apa?"

"Buka aja" Aksa memegang tangan Irona yang tak kunjung menerima pemberiannya.

"Sepatu?" Irona menautkan alisnya dan melihat ke arah Aksa, ia bingung padahal sama sekali Irona tidak minta pemberian apapun dari kekasihnya itu.

Aksa mengangguk seraya tersenyum hangat, ia sangat senang dapat memberikan sesuatu untuk Irona. Selama mereka berhubungan, Aksa merasa menjadi lelaki yang tidak berguna. Karena tidak pernah memberikan apapun pada Irona, bukan Aksa yang pelit tetapi karena memang Irona tidak ingin meminta apapun pada Aksa.

"Ini buat aku?" Irona memegang sepatu berwarna putih yang menarik perhatian Aksa saat ditoko tadi.

Aksa mengangguk lugu, ia takut Irona tidak menyukainya. Sedari tadi gadisnya itu tidak memancarkan rona bahagia, hanya kebingungan yang dipancarkan oleh kedua matanya.

Irona menghembuskan nafas berat, "Ini gimana cara gantinya, Aksa" ia berkata sebari menekuk wajah

"Ini buat kamu, sayang. Hadiah buat pacar aku" Aksa mengusap lembut surai Irona, ia sungguh tidak berharap balasan apapun.

"sshhh.." Irona mendesah, "Tapi ini mahal banget" lanjutnya ketika melihat bandrol harga yang masih tertera disana.

Aksa sedikit terkejut, ia lupa untuk melepas label harga tersebut. "Ya ampun gue malu banget. Kenapa sampe lupa" batinnya.

Aksa menggenggam kedua tangan Irona dan mengangguk meyakinkan.

Irona bukan tidak menghargai Aksa, tapi ia takut menjadi korban seperti cerita novel. Ketika pria nya memberikan sesuatu, semuanya ditarik seteleh mereka berpisah. Irona takut, bagaimana kalau sepatu yang Aksa berikan rusak?