webnovel

TERPURUK

Di kelas dua yg kebetulan masuk siang itu Ara lebih sering kelelahan karna paginya ia harus mengerjakan pekerjaan rumah dulu sebelum berangkat ke sekolah, tak ada cukup waktu untuknya beristirahat. Tak jarang pula Ara kadang terlalu mengantuk ketika mengikuti pelajaran, dan tentu saja semua itu menghambat kinerja otaknya. Ini juga yang menyebabkan penyakit Ara kambuh, Belum lagi keadaan keluarganya yg semakin hari semakin membuat dirinya tertekan dan sesak nafas, Alhasil ketika kenaikan kelas tiga tiba prestasi Ara merosot jauh, ia tak masuk dalam 10 besar umum sekalipun apalagi harus 3 besar seperti kelas 1dulu. Ara memang mendapat peringkat 1 di kelasnya namun jumlah nilai raportnya terlalu kecil tuk bisa masuk dalam kategori 10 besar dari seluruh kelas 2 yg berjumlah 8 kelas. Sedang juara 1 &2 umum masih di pegang Anis dan Mega. Namun hal demikian tak membuat Ara patah semangat, ia masih tetap berjuang Apalagi di kelas 3 ini yg menentukan Ara lulus atau tidaknya. Teman-teman Ara sangat menyayangkan keadaan Ara tersebut, ia merasa miris dan prihatin. Mereka bertanya tanya apa yg sebenarnya terjadi pada Ara, namun gadis kecil yang mulai beranjak remaja itu hanya bisa tersenyum menyembunyikan beban hidupnya seorang diri.

Fisik Ara yg semakin mungil, lelah dan rapuh menjadikan dirinya ejekan bagi teman-teman yg tak menyukainya.. ada saja yg mengejek Ara seperti kucing kurus tercebur got, atau tengkorak hidup. Semua hinaan itu di telan Ara mentah-mentah, memang menyakitkan baginya namun Ara bisa apa.. ia hanya gadis lemah dan teraniaya. Mungkin hanya airmata yg mampu menenangkannya, perjuangan hidup Ara dalam meniti impian yg tengah di kejarnya itu sungguh sangat membuat Ara semakin miris. Ia tak yakin jika ia mampu melewatinya meski hasrat dan niatnya kuat namun materi tak bisa berpihak padanya, keraguan mulai merasuki otaknya. Ia bimbang kacau dan bingung mungkin Ara memang harus mengubur mimpinya itu. Namun Ara masih bertekad tuk bisa menyelesaikan pendidikannya di sekolah tersebut meski ia berniat tuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.

Perjuangan Ara Di kelas tiga kali ini lebih berat dari 2 tahun sebelumnya karna banyak kegiatan dan bimbel yg di adakan pihak sekolah sebagai program tambahan, meski sang kepala sekolah menyarankan kepada murid kelas 3 tuk bisa melakukan les privat di luar sekolah tuk menunjang kelulusannya. Namun bagi Ara dari pada ia harus les privat seperti yg di lakukan teman-temannya lebih baik ia tabungkan uangnya karna les tersebut cukup memakan biaya banyak, Ara menyadari akan kekurangannya itu hingga ia lebih memilih hanya mengikuti bimbel di sekolah saja. Di kelas tiga ini Ara masuk pagi karna semua kelas 3 d jadwalkan masuk pagi dengan program bimbel seminggu hampir 5 kali di pukul 14:00_15:00 dan 15:00_16:00.

Jika Ara sedang berada di jadwal 14:00 mungkin tak mengapa baginya tidak pulang ke rumah terlebih dahulu dengan alasan ongkos pulang_perginya yang lumayan menguras kantong, karna sama halnya dengan jatah hariannya setiap pagi meski Ara harus menunggu hampir 2 jam tuk bisa mengikuti bimbel tersebut. Maka tak jarang Ara sering melewatkan makan siangnya, ia hanya membeli cemilan dan air mineral tuk bisa mengganjal perutnya yang kosong. Namun ternyata di jadwal 15:00 pun Ara tak mau pulang terlebih dahulu, ia benar-benar tak ingin menambah jatah hariannya yang sudah pasti akan lebih menambah beban ibundanya yang mencari nafkah. Untuk mengisi kekosongan jam tersebut Ara sering menghabiskan waktunya di perpustakaan umum di sebuah ruang kecamatan yg lokasinya tidak jauh dari sekolahnya, atau ia harus rebahan di sebuah Aula atau pun musholla. Apa saja yg bisa ia lakukan untuk menunggu jadwal masuk bimbelnya, memang miris bahkan berkesan seperti orang gila yg luntang lantung tak tentu arah karna teman-temannya sudah pasti pulang terlebih dahulu. Tapi itulah Ara, Ara dengan semua usaha dan perjuangannya ia gadis lemah yg berusaha tegar menghadapi kerasnya hidup. Sebenarnya ia pernah membawa sepeda ke sekolahnya namun ketika pulang ia dapati sepedanya dalam keadaan kurang angin, Ara pun menuntun sepedanya kurang lebih 2 KM ke bengkel namun abang si ampunnya bengkel itu menolaknya karna Alat pemompa anginnya tidak sesuai dengan ban sepeda Ara, Ara berusaha menuntunnya kembali namun ia tak berusaha mencari bengkel lain karna bengkel tersebut satu2nya bengkel yg di laluinya jika ia harus kembali sepertinya lebih jauh dari jarak menuju rumahnya. Akhirnya dengan sangat terpaksa Ara tetap menaiki dan mengayuh sepedanya karna sudah merasa sangat lelah dan ia pun ingin cepat sampai di rumah, namun sesampainya di rumah Ara melihat ban dalam sepeda tersebut hancur karna ban luarnya pecah dgn sangat parah. Keesokan harinya ketika ia hendak berangkat sekolah Ara di tanya Ayahnya karna ia tak membawa sepedanya lagi, namun gadis itu hanya menjawabnya dgn senyum sambil berkata:

"Iya yah, Ara hanya ingin cepat sampai di sekolah.. jika naik sepeda Ara sering terlambat..". Alasan yang masuk akal dan kongkrit, sedangkan Ayahnya percaya begitu saja. Dengan keadaan sepedanya yg demikian Ara merasa orang tuanya tidak harus tahu dan baginya cukup dirinya saja yg menanggung setiap butir ketidakberdayaannya itu..

Dalam mengarungi pendidikan yang tinggal selangkah lagi itu harusnya orang tua Ara bisa menguatkan hati dan perasaan Ara, mampu mendukung mental dan semangatnya namun dengan adanya kejadian-kejadian belakangan ini Ara justru semakin mengubur mimpinya. Ia sudah bertekad dan memantapkan hatinya untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, karna bagi Ara 3 tahun perjuangannya itu sudah sangat menyusahkan kedua orang tuanya apalagi jika harus di tambah 3 tahun lagi, sudah pasti akan lebih menyakitkan. Ara tidak dapat membayangkan keadaan keluarganya kedepan akan seperti apa, mungkin akan lebih parah dari yg sudah terlewati. Karna sekarang pun Ara masih selalu menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya.. yang semakin hari sikap Ayahnya semakin memuakkan, bahkan laki-laki itu lebih kasar dari biasanya.

Minggu pagi itu ketika di bulan ramadhan seperti biasa setiap habis sholat subuh Ara selalu melanjutkan tidurnya, kali ini Ara tidur bersama adik kecilnya yang sekarang sudah berusia tiga tahun. Sementara bundanya sedang membersihkan halaman depan, sayup-sayup Ara mendengar ocehan bundanya itu yang di balas kemarahan Ayahnya hingga keduanya saling sahut menyahut. Semula Ara hanya terdiam namun lama kelamaan perkataan sang Bunda semakin tajam di dengar mungkin karna saking emosinya, hingga menyebabkan sang Ayah seakan gelap mata. Ia menghampiri wanita tersebut yang hendak masuk kedalam rumah dan dengan geramnya ia langsung membekap mulut sang istri, tentu saja wanita itu pun tak tinggal diam ia memukulkan serokan yang sedang di pegangnya namun laki-laki itu mampu menangkis dan langsung berbalik memukulkan serokan itu ke kepala istrinya, spontan wanita itu menutup kepalanya dengan kedua tangannya hingga tangan kanannya yang cacat berdarah tergores serokan tersebut. Ara langsung berteriak histeris melerai kedua orang tuanya yang tengah berkelahi, Ayah Ara langsung membanting serokan itu lalu kemudian pergi.. bunda Ara tersungkur di tanah sambil tetap memegangi tangannya yang msih berdarah, Ara hendak membangunkan sang Bunda dan ingin mengobati luka itu namun wanita tersebut buru-buru bangkit dan masuk ke kamarnya meninggalkan Ara sendiri di tempat itu. Airmata Ara semakin tak terkendali rasa sesaknya semakin memuncak bahkan rasa keram di perutnya kembali terasa, namun panggilan sang adik yg terbangun menguatkan Ara tuk bisa berjalan menghampiri adiknya.

"Iya sayang...". Jawabnya pelan dengan tetap memegangi dadanya yang terasa sesak.

"Bunda kenapa ka Ala..??". Tanya bocah itu dengan suara yang masih sedikit cadel. Ara menatap wajah polos itu, raut wajah yang lugu dan belum mengerti apa-apa. Ara langsung memeluk tubuh kecil sang adik, tangisannya semakin keras tak beraturan. Sementara sang Adik hanya mengerjapkan matanya beberapa kali seolah bingung Dengan kelakuan sang Kakak. Dengan peristiwa senaas itu Masih sanggupkah Ara menjalani kehidupannya.