webnovel

GUE MAU CERAI!!

Sebagai seorang istri Hanin, bangun pagi seperti biasanya, dirinya sudah terbiasa seperti ini menyiapkan semua keperluan orang-orang yang ada di rumah. Dulu saat dia masih tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, Hanin lah yang sibuk di dapur bersama dengan asisten rumah tangga yang bekerja. Dewi sang ibu sambung, hanya sesekali membantu hal itu juga terjadi jika ada acara kumpul keluarga, jika tidak maka Hanin sudah seperti pembantu di rumahnya sendiri.

Jangan pernah berharap jika Bagaskara papanya Hanin akan membantu atau memerintahkan istrinya untuk menolong Hanin, karena hal itu tidak akan pernah terjadi. Bagaskara seolah lupa akan kehadiran anaknya sendiri.

"Mas Galang suka nasi goreng, nggak ya. Aku bingung mau masak apa, bahan-bahan di kulkas hanya ada bumbu nasi goreng dan telur saja," gumam Hanin.

Semalaman Hanin, menunggu kepulangan Galang pria itu pulang sangat larut bahkan bisa dikatakan hampir pagi. Namun, meskipun seperti itu, Hanin tetap menunggu suaminya pulang. Saat pulang Galang tidak masuk ke dalam kamar mereka, pria itu lebih memilih untuk masuk ke dalam kamar tamu.

Hanin menoleh ke arah belakang, ketika melihat keberadaan suaminya yang berjalan ke arah kulkas.

"Mas kamu mau apa? Biar aku buatkan?" tanya Hanin. Galang hanya menoleh sejenak lalu kembali fokus dengan apa yang dilakukan sebelumnya. Setelah selesai dengan urusannya, Galang lalu berlalu dari tempat pergi menuju ke arah luar. Melihat hal itu, membuat Hanin segera matikan kompornya dan menyusul sang suami.

"Mas kamu mau kemana, aku sudah masak nasi goreng. Kita sarapan lebih dulu," ucap Hanin. Wanita itu juga menyetuh lengan Galang, dan sontak saja hal tersebut membuat Galang semakin tidak menyukai Hanin.

"Lepaskan! Aku tidak sudi di pegang oleh wanita seperti kamu.!" Perkataan yang disampaikan oleh Galang membuat Hanin menjauhkan tangannya. Setelah itu, Galang kembali berjalan menuju ke arah mobil tanpa mau mendengarkan ucapan dari Hanin yang terus memanggil dirinya.

***

"Argh," pekik Galang. Pria itu sangat kesal, semua hidupnya hancur sejak Hanin masuk ke dalam kehidupannya. Rencana demi rencana yang sudah dirinya pikirkan sejak dulu, harus hancur hanya karena pernikahan yang tidak diinginkannya. Jika bukan karena memikirkan kesehatan sang mama, tidak akan pernah Galang mau mengikuti permainan konyol dari keluarganya.

"Gue gak akan pernah membiarkan lo hidup tenang. Sekali lo masuk ke dalam kehidupan gue, merusak semua impian gue, maka dari itu lo juga harus menderita. Gue pastikan tidak ada kebahagian dalam hidup lo." Galang tidak akan pernah membiarkan sebuah kebahagian ada di dalam kehidupan Hanin, pria itu masih terus menyalahkan istrinya. Padahal Hanin juga, korban dari ketidakadilan yang sudah terjadi.

Pria itu lalu mengetikkan sesuatu di sana, senyum licik terlihat jelas di bibir pria itu. Setelah itu dirinya segera beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Galang segera mengendarai mobilnya dengan sangat kencang seolah dirinya memiliki nyawa yang banyak. Tiga puluh menit berlalu, mobil yang dikendarai olehnya sudah sampai di depan sebuah cafe.

Galang berjalan menuju lantai dua, di sana sudah ada para sahabatnya menunggu kehadirannya sejak tadi. "Hoi pengantin baru, mukanya biasa aja kali, gak dapat jatah lo," ucap Tian. Galang tidak peduli dengan apa yang baru saja dirinya dengar dari mulut sang sahabat. .

"Berisik," jawabnya.

Saat ini Galang dan teman-temannya sedang berkumpul di tempat favorit mereka bersama. Ketiga orang didepannya yang saat ini menatap Galang dengan tatapan bingung, tidak ada orang yang baru saja menikah memasang wajah seperti saat ini, tapi berbeda dengan pria yang baru saja datang, dan duduk di depan mereka. Cukup lama mereka terdiam, tidak ada satu orang pun yang membuka suara, hanya gerakan mata yang mewakili mereka semua. Hingga akhirnya Bagus, orang yang paling dewasa menurut mereka semua mencoba membuka suara. Terdengar jelas helaan napas berat Bagus lalu menatap semua temannya secara bergantian. "Lo mau ngomong apa? Sampai kita semua dikumpulkan di sini, ada hal penting apa?" tanyanya dengan nada penekanan.

"Gue mau cerai," ucap Galang. Sontak hal itu membuat ketiga pria yang duduk di sana menatap tajam ke arah Malik, apalagi Tian yang sedang minum jusnya kaget dan hampir saja memuntahkan semua isi minuman tersebut.

"Gilak. Mati aja lo, baru nikah sehari udah mau cerai aja, gila ini manusia gila," sahut Anton kesal. Pria itu ngomelin Galang tidak ada hentinya, Anton yang sering bersikap dewasa itu memberikan pencerahan akan semuanya. Bukan hanya Anton tapi juga Tian, ikutan ngomelin ucapan dari Galang yang tidak masuk akal. .

"Gue emang sering main, tapi kalau soal pernikahan gue punya komitmen brother. Lo kalau cuman mau menyakiti dia, kenapa harus menikah. Ingat bro, tante Anita bisa aja sakitnya kambuh kalau lo bertindak gegabah, harusnya lo memikirkan hal itu sebelum, mengambil keputusan untuk menikah," kata Tian. Pria itu tidak pernah habis pikir, dengan mudahnya Galang bisa berbicara seperti itu.

Galang hanya diam, saat ini di dalam pikirannya hanya ingin membuat Hanin hancur, dan dirinya segera menikah dengan Wina. Wanita yang menurutnya adalah wanita terbaik.

"Gue gak bakalan menggurui lo, yang gue mau bilang hanya satu hal lo harus pikirkan apa yang akan terjadi ke depan, orang yang lo puja belum tentu dia terbaik buat lo. Jangan karena kesenangan sesat jadi buat loe menyesal." Bagas menjeda perkataannya. "Mungkin saat ini di dalam pikiranmu hanya dia, dia, dan dia. Tapi lo gak pernah tahu kalau apa yang lo pikirkan tidak sebaik itu, ingat penyesalan selalu datang diakhir. Jangan sampai loe menyesal mengambil sebuah keputusan secara gegabah dan ketika lo ingin memperbaikinya semua terlambat," lanjut Bagas.

Setelah mengatakan hal itu, Bagas beranjak dari tempatnya, tak lama di ikuti oleh Tian dan juga Anton meninggalkan Galang seorang diri. Ketiganya tidak suka dengan pikiran dangkal seorang Galang. Mereka semua memang belum ada yang menikah, dan sering bergonta ganti pasangan. Namun, jika sudah berkomitmen ketiganya tidak mungkin berkhianat. Apalagi pernikahan adalah hal yang begitu sakral bagi mereka.

"Menyesal?" ucapnya sinis.

"Tidak ada di kamus gue, kalau gue bakalan menyesal. Bukan penyesalan yang akan diterima, tapi kebahagian dan kemenangan," lanjutnya dengan penuh percaya diri. Baginya saat ini adalah menyakiti Hanin dan membangun cinta bersama dengan Wina. Galang selalu dibutakan dengan cinta semu yang berikan oleh Wina wanita yang menurutnya adalah wanita sempurna.

***

Hari menjelang malam, tadi sore Anita mengirimkan paket kepada anak dan menantunya, wanita itu begitu bersemangat ketika menelpon Hanin dan memberikan kabar bahwa dirinya baru saja habis memasak. Hanin juga begitu bahagia, ketika mendengarkan setiap ucapan yang dilontarkan dengan semangat oleh Anita. Untuk pertama kalinya, Hanin kembali merasakan rasa sayang yang begitu dalam dari seorang ibu setelah mendiang sang mama meninggal dunia.

Saat ini Hanin sedang menatap makanan yang sebelumnya, sudah dirinya panaskan supaya ketika sang suami pulang semuanya sudah siap. Baru saja Hanin akan menghidupkan kompor untuk memasak air, bel rumah berbunyi dengan segera Hanin berjalan menuju pintu. Senyum di bibirnya tidak pernah luntur.

"Itu pasti Mas Galang." ucap Hanin dengan begitu bahagia. Langkah kaki Hanin menuju ke arah pintu. Wanita itu segera membukakan pintu rumah mereka, hingga pintu terbuka pemandangan yang tidak diingin terlihat di depannya.

"Wina," gumam Hanin.