webnovel

Gambler Behavior

Entah kenapa suasana makin intens, Aisa masih saja menaruh curiga kepada Sensei. Aku pun mulai berdiri dan menanyakan jika ada yang ingin dituangkan minuman apapun.

Mereka berdua mengangguk bersamaan. Aku pun bergegas menuju dapur, disaat itulah aku berpikir apakah sebelum menjadi wali kelas Sensei pernah bekerja untuk seseorang dalam bidang keamanan? Lalu ada satu hal yang kusadari perlahan, entah kenapa kedatangan nya hampir bersamaan setelah tidak ada kabar berita dari Winter Fox yang kontroversial tersebut karena membantu IDF serta Militer Rusia sebagai prajurit bayaran. Apakah Sensei adalah?

Tidak! Aku yakin Sensei bukan orang seperti itu, walaupun kami baru bertemu kurang dari satu minggu lalu tetapi ia selalu baik kepada ku. Tak mungkin ia seperti itu, mungkin...

Aku pun kembali menuju mereka dimana Aisa masih saja merasa ada yang salah dengan Sensei. Itu menurutnya.

"Jadi Aisa, dari dokumen yang aku baca. Kau dan Rin pernah menghadapi Grimoire Marionette 3 minggu yang lalu. Sensei ini lebih percaya cerita dari kalian tentang insiden lama ini ketimbang kertas tertulis, apakah boleh?" setelah mengatakan hal itu, tatapan nya tiba-tiba teralih kepada ku, diriku hanya terdiam sejenak.

Aku tentu masih ingat, pengalaman pertama bertemu dengan Grimoire itu. Sosok nya yang tidak hanya menguatkan aura kegelapan tersebut, namun kelicikan nya yang bahkan membuat Aisa tak berkutik waktu itu. Aku takut waktu itu bila kami melakukan kesalahan fatal.

Dan disaat itulah Aisa menggebrak meja, aku terkejut dan melihat ia tampak kesal dengan Sensei

"Jangan menakuti Rin seperti itu! Baiklah, akan aku ceritakan apa yang terjadi waktu itu..." Setelah itu, ia menjelaskan kenapa Grimoire Marionette the Puppeteers tak bisa dianggap remeh oleh militer dengan teknologi mutakhir sekaligus.

}={

Mikoto Aisa dan Nekoyama Rin mendapatkan laporan perihal kemunculan Grimoire baru yang membuat warga sipil panik dan berlari keluar dari satu gedung mall di sektor komersial, lantas mereka pun segera masuk kedalam.

Namun tiba-tiba mereka disergap oleh banyak monster asing yang bernama Minions, beruntung saja Rin tanggap dan memunculkan beberapa lemari disekitar mereka berdua. Membuat Minions tersebut menabrak dengan keras.

"Kerja bagus Rin!" ujar Aisa seraya memunculkan pedang listrik nya, namun tanpa disadari para Minions tersebut mengelilingi mereka, membuat posisi berbaris yang memisahkan Rin dari nya.

"Aisa, bagaimana ini?"

"Sialan, singkirkan tangan kotor kalian dari Rin!!!"

Aisa pun dengan sangar menebas satu demi satu para Minions yang berusaha memisahkan mereka berdua, ia berusaha sekuat tenaga agar Rin kembali dalam jangkauan nya.

Ketika barisan minion grimoire berhasil ditebas satu persatu, kini Rin berhasil mendekatkan jaraknya dengan Aisa.

Kini tubuh mereka saling membelakangi dan dalam posisi siaga dengan sekian banyak minim grimoire makin bermunculan.

Aneh namun nyata, pergerakan para Minion grimoire tidak presisi dalam menyerang dan terkesan acak tak terorganisir rapih.

Pergerakan mereka layaknya boneka puppet yang dikendalikan dengan tali.

"Serangan mereka benar benar kacau dan kaku. Mudah di hindari tetapi jelas membuat kita lelah." Ucap Rin

"Benar. Ini membuang buang waktu," jawab Aisa seraya terus mengayunkan pedang dan melontarkan serangan listrik tak henti.

Ketika mereka terus menerobos dan melancarkan serangan demi serangan. Sosok berpakaian gothic hitam menampakan diri.

Wajahnya benar bener tertutup oleh kain putih yang menjadi satu set dengan topi bundar gothic berwarna hitamnya.

Tangan mahkluk itu seraya terangkat dan jari jemarinya bergerak keatas kebawah

"Marionette!" Gumam Aisa,"Rin bantu aku menerobos masuk untuk menebas mahkluk itu. Boneka boneka ini membuatku muak."

Rin mengangguk dan terus membukakan jalan bagi Aisa, Aisa menghembuskan nafas panjang ketika berlari. Tangannya benar benar membentang dan kemudian menjadi fokus ke satu arah, bahkan sekujur tangannya sudah dipenuhi aliran listrik yang menghasilkan suara gemuruh dan kilatan kian menyambar ke tiap sisi koridor, Rin bahkan mulai menjaga jarak dari Aisa setelah memberikan ruang cukup untuk temannya mengakhiri pertarungan.

Namun Marionette malah mengerahkan sesuatu yang menjadi kelemahan Aisa

"Aku tidak ingin mati, tolong aku ibu." Ucap gadis kecil sekiranya berumur 8 tahun mencoba menghalangi jalan Aisa dan tangan kecil nya serasa memegang bilah besi berusaha tuk menyerang mengenai Aisa.

Mata Aisa terbelalak, giginya saling beradu dan nafas Aisa benar benar tak beraturan sekarang. Dengan terpaksa dia menghentikan serangan pedang listriknya, namun wajahnya benar benar memerah layaknya ketel mendidih.

Marionette tersenyum sinis dan kemudian melarikan diri. Rin berusaha mengejar dengan langkah kaki yang tak gentar dan benar-benar kuat bahkan berhasil meretakkan lantai.

"Rin! Biarkan mahkluk berdebah itu melarikan diri! Jangan biarkan emosi menguasaimu!"

Aisa tidak sanggup menengok wajah Rin. Aisa benar benar melihat mata gadis 8 tahun itu terpaku, meskipun air mata anak itu menetes namun tidak menangis seraya gemetar hebat sekujur tubuh.

Rin berusaha menahan emosinya semampunya, namun dia dapat dengan jelas melihat tangan Aisa benar benar gemetar luar biasa.

(+)

"Seperti itu cerita nya, lalu bagaimana dengan mu? Apakah kau mempunyai petunjuk tentang kelemahan dari Grimoire menjijikan ini?" Aisa terlihat kesal setelah mengingat hal tersebut, aku paham perasaannya. Ia sangat kesal mengetahui dirinya tak selalu bisa menyelamatkan orang tak bersalah. Contohnya anak kecil itu, begitu juga dengan ku yang waktu itu tak bisa menggunakan kekuatan ini dengan maksimal.

Entah kenapa Sensei terlihat tersenyum, aku dan Aisa pun heran.

"Tentu saja, waktu itu aku sedang dalam posisi berjaga. Saat itulah para tahanan lepas dari sel nya akibat ulah Marionette dan beruntung seluruh rekan ku melarikan diri. Namun beda dengan ku yang terjebak di tengah kerumunan tahanan, mereka menatap diriku dengan tatapan menjijikkan. Tak peduli kalau mereka telah terjerat oleh benang pengendali yang digenggam oleh Marionette dari jarak yang tak bisa ku jangkau. Saat itu pun aku pun memilih tak berpikir serta tak peduli dengan omong kosong Hak Asasi Manusia itu. Aku menembak satu per satu kepala mereka hingga tak tersisa satu pun yang hidup selain diriku." Aku tak percaya dengan semua kalimat yang dilontarkan olehnya, apakah benar Sensei bisa melakukan hal sekejam itu untuk bertahan hidup?

Berbeda dengan cerita yang diberitakan oleh media pers bahwa para tahanan dipaksa bunuh diri oleh Marionette setelah dikendalikan melakukan kekacauan dan teror bagi sebagian warga lokal Leeds.

"Miria, ternyata kau bisa segila itu?" ujar Aisa masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, Sensei yang melihat ekspresi nya pun mengucapkan sesuatu sebari meremehkan nya.

"Aku masih heran dengan mu, Padahal performa mu sebagai Dark Railgun sangat bagus, tapi kenapa tak bertindak untuk menyelamatkan anak itu?" Aisa yang mendengar cemoohan nya pun marah.

"Apa... Maksudmu mengatakan hal itu sialan?!"

"Maksudku seperti ini, kau lebih hebat memiliki kekuatan yang bahkan lebih bagus dari ku waktu itu. kenapa tidak tembak dengan listrik mu itu? Aku dulu menyelamatkan seorang gadis dari jeratan Marionette dengan pistol, dan kuberi tahu saja bahwa perbandingan saat momen itu terjadi adalah 50:50." Apa yang baru saja ia katakan?

Ia bertaruh terhadap... nyawa seorang gadis kecil?!

"Karena kau yang tidak kompeten, dimana ia sekarang? Marionette memutilasi tubuh gadis malang it-"

BUK!

Sebelum Sensei menyelesaikan kalimat nya, Aisa pun memukul wajah nya. Ia marah, kesal, frustasi, serta menangis. Lalu berlari keluar tanpa mengatakan apapun.

"Sensei, kau keluar." tanpa sadar, aku menyuruhnya keluar.

"Rin, kau ikut-ikutan dengan Aisa yang bahkan tak bis-"

"SUDAH KUBILANG KELUAR SENSEI!!!" hening pun tercipta setelah diriku tuk pertama kalinya membentak Sensei. Ia hanya diam lalu pergi, setelah itu aku terduduk lemas.

Aku tak percaya Sensei memiliki mental tanpa ragu bertindak entah karena peluang 50:50 yang dipercayai oleh nya atau bagaimana.

Setelah mengontrol pernafasan ku karena rasa marah ku terhadap nya, aku lantas duduk di kursi belajar sehari menggengam paket yang waktu itu dikirim oleh ayah.

Apa sebaiknya ku buka?

To be Continued...