webnovel

I Want A Children

Ada satu hari paling bahagia saat Ibu terima kabar kalau putri kecilnya telah lahir ke dunia dengan baik dan Ayah gemakan suara dengan lantang karena bahagia sekali. Darah Indonesia mengalir di nadi dan juga darahnya, sempurna dengan iris netra coklat dan rambut hitam yang tebal. Gadis cantik, yang terlihat tak akan pernah hidup dengan nestapa. Ayah dan Ibu menghabiskan malam itu dengan lemparan doa dan harapan pada malam yang kelam namun dengan bulan yang indah. Namanya Kanaya Maheswari sejak lahir di balut hangat oleh kecupan sayang dan juga sweater berwarna merah. Nama akhirnya menjadi harapan bagi keluarganya dan besarnya punya banyak memori yang menyenangkan. Tapi semesta berbalik dengan cepat, Kanaya yang lahir dewasa malah di ukir dengan banyak pilu mesji selalu pasang senyum hangat. Dia berantakan, hidupnya telah di renggut tetapi dunia tak pernah ingin mengerti. Umur tujuh belas tahun sama sekali tak terdengar cerah seperti yang orang lain katakan, dia benar-benar tak paham soal rona remaja. Di mata Kanaya saat redup penuh duka, semakin hatinya hancur terluka. Keluarganya tak lagi secerah matahari mereka harus merasakan nestapa yang terus menghantui. Mengharuskan Kanaya menjadi milik orang lain tanpa keinginan nya untuk membayar hutang yang melilit keluarganya. Nyatanya, dunia tak sampai di sana. Kanaya harus merasakan terluka sebab saat dia mengandung anak gadisnya, suaminya malah membuang dia dan meninggalkan nya entah kemana.

saturnanteam · Teen
Not enough ratings
8 Chs

Lembaran ketujuh

Rafka berdecak sebal. Rajendra tetaplah Rajendra, dia selalu mengingat masa lalu yang seharusnya dia lupakan. Rajendra terus saja terbelenggu oleh masa lalu nya dengan seseorang yang dulunya dia sayang. Hanya saja, semuanya harus berakhir karna hal yang tak seharusnya terjadi. Pernikahan yang di tata rapi dan juga sudah siap di laksanakan akhirnya malah hancur begitu saja. Membuat hari Rajendra semakin suram terlebih ketika Ibu nya terus meminta dia untuk mencari pasangan.

"Lo udah kayak orang yang gila Dra, masa nggak mau cari pacar? Banyak orang yang suka sama lo gila. Eh lo nya malah kayak gitu," ujar Rafka.

Rafka memang tahu bagaimana masa lalu yang terus menghantui teman nya itu. Bagaimana Rajendra terus merasa bersalah terhadap orang tua nya. Mereka semua sangat bangga dan juga bahagia ketika akan bawakan kabar baik bahwa pernikahan mereka akan di mulai, sayang semuanya harus pupus karna gadis itu ternyata hanya bermain-main.

"Gue nggak gila Raf. Cuman ya gitu aja, Bunda setiap harinya minta istri. Gimana gue nggak pusing coba?"

"Ya lo mah, padahal banyak cewek yang mau sama lo. Emang nya lo nggak mau gitu?" tanya Rafka dengan sedikit menjadi lebih serius.

"Demi, gue nggak mau. Tapi ya gitu gue juga mau bikin bunda gue diem." Rajendra duduk dengan wajah yang resah.

Kemarin malam saat dia baru saja selesai melakukan pekerjaan nya dan lelah menghantuinya. Bunda nya malah datang ke kamar dan terus meminta hal yang terus membuat nya memegang kepala pusing. Rajendra tahu di umur nya sekarang dia sudah harus memiliki anak dan juga menikah. Tapi, mau bagaimana jika masa lalu terus menjadi bayang-bayang Rajendra.

Bukan nya tak ingin untuk melanjutkan hidup dan memiliki istri. Tetapi semesta tak berjalan sesuai dengan apa yang dia inginkan. Semuanya terlalu sulit untuk di atur dengan begitu apiknya, bahkan jika Rajendra bisa dia ingin segera menikah dan menggendong sebuah bayi yang tentu saja sangat menggemaskan baginya. Dia tak tahu semuanya terlalu sulit untuk dirinya.

"Terserah lo deh Dra, mending kita makan aja gimana? Gue laper begi dari tadi di suruh kerja mulu." Rafka berucap sambil mengumpat terhadap Rajendra.

Teman nya itu sejak tak jadi menikah selalu fokus pada pekerjaan dan tentu saja itu membuat Rafka tersiksa sebagai teman sekaligus sekretaris nya. Jika ada salah sedikit saja mungkin akan menjadi sesi marah-marah yang panjang. Entah apa yang ada di pikiran Rajendra, kadang dirinya saja tak pernah habis pikir dengan apa yang terjadi pada semuanya.

Semesta kadang memang sulit di tebak. Antara bahagia atau luka bisa saja terjadi begitu cepat, antara jatuh cinta atau benci kadang berputar tanpa tahu tempat. Meski begitu mungkin saja semesta memang punya kejutan yang cukup hangat. Entah kebahagiaan baru atau cuman pelukan hangat.

Rajendra dan Rafka pergi ke luar. Menuju cafe untuk sedikit mencari makan, perut mereka berdemo meminta di isi. Wajar saja sudah waktu makan siang yang seharusnya di isi dengan makan dan istirahat. Bukan lagi pikiran yang terus membuat kepala kacau dan rusak.

Sesampai mereka di cafe. Rajendra memesan secangkir americano. Jika orang akan mencari hal manis yang membuat pikiran kembali tenang. Rajendra akan mencari sesuatu yang berbeda, tanpa sebuah pemanis dan hanya tersisa kopi pahit.

"Dra, hidup lo udah pahit minum nya kayak gitu." Rafka menggeleng melihat Rajendra yang malah meminum secangkir Americano ketika pikiran nya berkecamuk.

"Kata siapa hidup gue pahit?" tanya Rajendra tak terima dengan ungkapan teman nya itu. Hidupnya bukan pahit hanya saja belum berubah, warna kemarin masih berganti kelabu lagi. Sebab nya masih sama tentang masa lalu dan kenangan yang ada.

"Kata gue tadi Dra, lo nggak denger apa yang gue bilang?" Alih-alih menjawab pertanyaan teman nya itu. Rafka malah kembali bertanya yang membuat wajah Rajendra menjadi datar tanpa senyuman atau pun eskpresi lain nya.

"Lo mau gue pecat Raf?" ancam Rajendra yang membuat Rafka membelalak kan matanya terkejut. Enak saja dia mengatakan hal seperti itu perihal bercandaan di luar kantor.

"Lah? Lo mah gitu. Ini di luar kantor yah pak boss, jadi jangan aneh-aneh atau pun minta hal lain nya."

"Terserah gue," ucap Rajendra acuh tak acuh.

Rafka yang mendengar itu tak membalas hanya sedikit berdecak membuat sang empu menatap dengan tawa yang tertahan. Bagi Rajendra Rafka sedikit sangat kekanak-kanakan. Meski begitu kehadiran teman nya itu mampu membuat suasana kembali hangat dan mencair. Hal yang paling Rajendra bahagia kan yaitu ketika dia bertemu dengan Rafka bahkan sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Rajendra terdiam dengan pikiran nya yang meminta jawaban. Dia sedang membuat keputusan yang mungkin saja akan menjadi hal baru baginya,bisa saja dengan hadirnya keputusan ini dia bisa kembali mendapatkan kebahagiaan meskipun setitik kemungkinan.

"Raf, lo mau bantuin gue cari cewek nggak?" tanya Rajendra. Membuat Rafka terkejut dan terbatuk mendengar pertanyaan nya.

"Lo nggak lagi ngelindur kan Dra? Masa gue harus cari jodoh gitu aja?" tanya Rafka dengan wajah yang mulai serius. Meski dia yakin setiap ucapan Rajendra selalu saja benar dan tak akan pernah berbohong.

Hanya saja, perihal perempuan dan juga jodoh semuanya tak mungkin semudah membeli rumah yang sudah jadi. Pernikahan bukan lah hal yang sangat mudah di beli dengan harta atau pun kekayaan, harus ada sedikit cinta yang tergores di dalam nya. Entah untuk mempertahan kan suatu pernikahan atau pun melanjutkan kehidupan.

"Gue nggak ngelindur Dra. Jujur gue nggak ngerti gimana harus cari cewek, kemarin aja lo tahu sendiri dia duluan kan yang deketin gue," ucap Rajendra kembali mengingat sang masa lalu. Kali ini dia tak ingin mengucapkan namanya. Untuk sekedar mengucapkan saja rasanya enggan untuk dirinya. Dia terlalu sakit dan terluka meski ada sedikit rasa sayang dan cinta yang masih tersimpan begitu apik.

"Mau gimana pun, lo harus mulai semuanya dengan cinta Dra. Nggak ada sesuatu yang instan yang bisa lo dapetin gitu aja, semuanya butuh perjuangan. Kalau hubungan tanpa cinta nanti nya lo mau bertahan pake apa?" tanya Rafka membuat Rajendra terdiam dan merenung.

Rafka yang melihat teman nya terdiam tersenyum. "Dulu lo juga sayang kan sama dia? Karna itu sampe sekarang lo masih mau pertahanin namanya di hati lo. Tapi, mulai sekarang hal yang pertama yang harus lo lakuin adalah lupain dia. Nggak ada cewek yang mau suami nya terikat masa lalu Dra. Semuanya pasti mau punya suami yang sayang dan cinta sama dia."