Ada satu hari paling bahagia saat Ibu terima kabar kalau putri kecilnya telah lahir ke dunia dengan baik dan Ayah gemakan suara dengan lantang karena bahagia sekali. Darah Indonesia mengalir di nadi dan juga darahnya, sempurna dengan iris netra coklat dan rambut hitam yang tebal. Gadis cantik, yang terlihat tak akan pernah hidup dengan nestapa. Ayah dan Ibu menghabiskan malam itu dengan lemparan doa dan harapan pada malam yang kelam namun dengan bulan yang indah. Namanya Kanaya Maheswari sejak lahir di balut hangat oleh kecupan sayang dan juga sweater berwarna merah. Nama akhirnya menjadi harapan bagi keluarganya dan besarnya punya banyak memori yang menyenangkan. Tapi semesta berbalik dengan cepat, Kanaya yang lahir dewasa malah di ukir dengan banyak pilu mesji selalu pasang senyum hangat. Dia berantakan, hidupnya telah di renggut tetapi dunia tak pernah ingin mengerti. Umur tujuh belas tahun sama sekali tak terdengar cerah seperti yang orang lain katakan, dia benar-benar tak paham soal rona remaja. Di mata Kanaya saat redup penuh duka, semakin hatinya hancur terluka. Keluarganya tak lagi secerah matahari mereka harus merasakan nestapa yang terus menghantui. Mengharuskan Kanaya menjadi milik orang lain tanpa keinginan nya untuk membayar hutang yang melilit keluarganya. Nyatanya, dunia tak sampai di sana. Kanaya harus merasakan terluka sebab saat dia mengandung anak gadisnya, suaminya malah membuang dia dan meninggalkan nya entah kemana.