webnovel

I Love You, Goodbye

"Teruntuk calon suamiku di masa depan, Aku mencintaimu. Aku ingin menjadi Ibu dan madrasah pertama untuk anak-anak kita kelak." -‐------------------‐‐-‐------------------‐‐-‐------------------‐‐-‐---- Hidup Thalita Afifa Assegaf berubah 180 derajat ketika Ia menginjakan kakinya pertama kali di Turki. Ia tak menyangka jika Ia akan betah tinggal di Kota Istanbul dan membuatnya akhirnya benar-benar menetap di Istanbul. Demi menghapus kenangannya di Jakarta, Thalita pun melabuhkan Kota Istanbul. Bertemu dengan Furqan Athagul, CEO Perusahaan provider seluler ternama di Turki. Ia adalah seorang Pria yang bisa dengan mudahnya menaklukan hati wanita. Ketampanan Furqan sudah tak perlu diragukan lagi di seantero Turki, gadis mana yang tak jatuh hati. ** Keadaan Turki yang carut marut karena pertikaian politik membuat banyak kerusuhan dimana-mana, imbasnya banyak para imigran di Turki yang harus menerimanya. Thalita pun karena satu hal harus bertransformasi menjadi Thalita yang baru. ** Mata Furkan tak bisa lepas dari wanita berbaju merah tersebut, wanita itu mengibaskan rambut lurus panjangnya dan melengos di depan Furkan. Furkan sangat yakin jika wanita yang Ia lihat adalah wanita yang sama, wanita yang merupakan mantan tunangannya. Ia benar benar terkejut akan perubahan wanita itu. ** "Sayang, maafkan aku... Jangan pernah ucapkan selamat tinggal! Aku tak pernah siap dengan perpisahan sampai kapan pun denganmu!" ujar Furqan. Thalita menitikkan air matanya. "Aku mencintaimu, tapi aku tak sanggup selamanya bersamamu! Selamat tinggal!" Apa yang sebenarnya terjadi dengan Thalita dan Furqan? **

HYEONA · Urban
Not enough ratings
166 Chs

50. Ingin Bertemu

"Hentikan omong kosongmu mengenai identitasku Dilla... Semua akan kembali seperti semula, seperti sedia kala namun Aku akan menyelesaikan misi ini sebelum semua itu terjadi. Aku jamin tak akan mungkin Dilraba yang asli akan kembali sebelum misiku terselesaikan." Dilraba mencoba tenang menjawab pertanyaan Dilla.

Dilla menatap Dilraba dengan penuh tanda tanya. "Seandainya hal tersebut terjadi... Aku hanya mengandaikan..."

"Aku tak ingin diandai- andai. Dilla, misi yang sedang kujalani ini adalah sebuah misi yang sangat penting. Kumohon Kau mengerti."

"Aku minta maaf jika itu amat mengganggumu. Aku sendiri harus bisa memahami semua keadaan ini, mulai dari nol. Aku bahkan tak mengerti apa yang kukerjakan ini akan bagaimana endingnya. Kau tahu sendiri jika semua ini sangat membuat kehidupanku berubah drastis."

Dilla seakan- akan ingin memutar waktu ke beberapa bulan lalu sebelum semua bencana ini menimpanya.

"Aku akan menemukan keberadaan Maxim, jika Dia tertangkap Aku akan kembali menjadi Yasemin."

Dilla menatap ke arah kanannya dimana tampak pemandangan laut. Mereka makan malam di Restaurant di Ortakoy yang merupakan tempat megah dan indah di Besiktas.

Ia mencari sesuatu di dalam tasnya dan menemukan sebuah pulpen dan kertas. Ia mencatat sesuatu pada secarik kertas dan memberikannya kepada Dilraba.

Istana Yildiz, besok jam 2 siang

"Istana Yildiz?" tanya Dilraba.

"Sampai bertemu besok di sana, Dilraba! Aku pamit duluan!" ujar Dilla sembari berdari dan mencangklongkan tasnya ke bahunya.

Istana Yildiz masih terletak di sekitar area Ortakoy. Istana tersebut merupakan Istana peninggalan Kerajaan Turki Utsmani yang sangat indah dan menjadi pusat pemerintahan Turki Utsmani pada jaman dahulu.

"Dilla sangat aneh! Ada apa dengannya tiba- tiba mengajakku bertemu di Istana Yildiz?" gumamnya.

**

Thalita menggengam smartphonenya dengan erat.

Ia baru saja mendapati pesan dari Rayhan yang mengatakan jika besok lusa akan berlibur ke Turki. Ia mengajak Thalita bertemu.

Thalita tak bisa tidur di kamarnya sebab Ia memikirkan bagaimana mungkin Ia bertemu dengan Rayhan dalam waktu dekat.

Tiba- tiba Sang Ibu masuk ke kamarnya.

"Thalita, Kau belum tidur sayangku?" tanyanya sembari tersenyum lembut.

"Anne, Aku masih belum mengantuk."

"Dari raut wajahmu, sepertinya Kau tengah mencemaskan sesuatu?"

"Hayir! Tidak... Aku tak memikirkan sesuatu yang serius kok!" ujarnya berbohong.

"Mengapa Kau nampak grusak- grusuk? Aku ini Ibumu, Aku bisa membaca tanda di wajahmu tanpa Kau harus mengucapkan sesuatu!" ujarnya sembari duduk di kasur Thalita dan mencoba membelai rambut panjang sang Putri.

"Anne, apa Aku harus tetap melanjutkan rencana pernikahanku dengan Tuan Furkan?" tanyanya sembari ragu.

"Kau benar- benar belum yakin ya Putriku?" tanya Sang Ibu dengan cemas.

Cansu pun memegang kedua bahu Thalita. "Anne, hanya ingin Kau bahagia. Feeling Anne tak mungkin salah jika Kau pasti bisa bahagia jika menikah dengan Nak Furkan. Dai punya segalanya di dunia ini, Kau tak akan kekurangna apapun bila menikah dengannya Putriku!" ujarnya dengan semangat memberi wejangan.

"Tapi Anne... Jika seandainya Aku mencintai orang lain..."

Anne pun menggenggam kedua tangan Putrinya. "Siapa Pria yang Kau maksud nak? Benar ada Pria yang lain yang ada di hatimu?"

"Hanya seandainya..." elak Thalita.

"Tidak ada asap jika tidak ada api Putriku... Katakan siapa Pria yang Kau maksud?"

"Tidak ada Anne..."

"Jangan bohong! Aku ingin tahu, siapa Pria lain yang ada di hatimu itu?"

"Anne, Aku memikirkan bagimana cara hidupku dan Tuan Furkan yang berbeda 180 derajat. Aku tidak tahu apakah bisa saling beradaptasi jika Kami menikah. Aku masih ragu karena Kami sangat berbeda dari kultur, budaya, dan kebiasaan."

"Yang namaya menikah menyatukan dua orang yang berbeda dan memberikan jalan tengah dari perbedaan itu. Anne pernah gagal saat membina rumah tangga dengan Ayahmu, namun Anne belajar dari kesalahan di masalalu sehingga Anne benar- benar berhati- hati di perikahan kedua ini! Anne tahu jika semua ini sangat sulit untukmu namun Anne percaya Kau bisa melakukannya!"

Sang Ibu terus meyakinkannya dan menguatkannya.

"Anne, Aku berjanji tidak akan membuatmu kecewa! Kau harus percaya padaku!" ujar Thalita sembari mencium tangan Sang Ibu.

"Aku percaya Thalita... Kau adlah anak yang sangat berbakti dan tak mungkin mengecewakanku!" ujar Ibu sembari memeluk erat Sang Putri.

Batin Thalita. Anne, mungkin Aku akan mengecewakanmu sedikit, maafkan Aku Anne karena ku harus berbohong paadamu.

**

Di depan pelataran sebuah Bangunan megah yang merupakan Istana Yildiz ini, Dilla berjalan di depan gerbang istana yang kini dijadikan tempat tinggal dari Presiden Turki.

Istana yang di dalam terdiri dari banyak paviliun serta villa dan juga adanya taman cantik di halaman tersebut tentu menarik perhatian banyak orang, namun tentu istana tersebut tak bisa dimasuki oleh sembarnag orang karena dijaga ketat oleh para pengawal dan juga polisi keperesidenan tentunya.

Ia hanya bisa berjalan di samping gerbang yang langsung memperlihatkan taman Istana Yildiz yang begitu indah.

Dari kejauhan, Dilraba melihat Dilla yang sedang sendirian berjalan.

Dilla pun menghampiri Dilraba.

Dilla tersenyum karena kedatangan Dilraba. "Tesekkur ederim! Aku senang Kau datang kemari!"

"Dilla, apa maksudmu mengajakku bertemu di Istana Yildiz? Ini di luar nalarku!" Dilraba menatap istana megah tersebut dengan pandangan sinis.

"Kita harus masuk ke dalam!" ujar Dilla.

"Apa? Kau sudah gila ya?!" Dilraba sangat terkejut dengan ide gila temannya. "Aku yang bekerja sebagai bodyguard dan.." Ia melirihkan nadA suaranya. "Mata- mata saja, masih harus pikir panjang jika menghadap langsung ke Presiden! Kau... Kau sedang sakit ya?!"

"Hayir! Kita minta keadilan langsung kepada Kepala negri ini!" ujar Dilla lantang.

"Dilla, Kau ingin berdemo di depan Istana?" tanya Dilraba yang hanya bisa geleng- geleng saja.

"Dilaraba, Aku hanya ingin menuntut keadilan ke keluargaku juga untukmu..."

"Sudahlah, Dilla... lupakan ide gila itu?! Kau pikir Tuan Ahmed akan mendengarmu? Kau bahkan bukan asli warga Turki? Jangan mengada- ada! Ayo Kita pergi dari sini!" ajak Dilraba.

"Dilraba, Aku serius! Aku juga tidak sakit!" ujar Dilla.

Dilraba menarik tangan Dilla. "Sakt sih Kamu!"

Ia pun menarik tangan dan menyeret Dilla.

Di pinggir jalan tersebut sebuah mobil tiba- tiba berhenti menepi dan seorang Ppria un turun dari dalam mobil tersebut.

Pria tersebut berjalan menghampiri Dilla dan Dilraba.

"Ada apa ini? Kenapa Kalian berdua bisa berada disini?" tanya Pria yang merupakan Yusuf tersebut.

"Yusuf, kebetulan sekali Kau berada disini..." Dilraba tersenyum menyambut Yusuf.

"Yusuf, Kau bisa masuk ke dalam kan? Bawa Kami berdua ke hadapan Tuan Ahmed..." pinta Dilla.

Yusuf keheranan. "Iya tentu Aku bisa masuk dengan mudah ke dalam."

Dilraba mencegah. "Dilla sedang aneh hari ini, Yusuf! Tolong jangan hiraukan gadis ini! Aku akan ssegera qmembawanya pulang untuk istirahat!"

"Hayir! Aku tidak sakit!" elak Dilla. "Aku hanay ingin bertemu Presiden!" ujarnya bersikeras.

**