Suasana hiruk pikuk Ibu kota tentu sudah menjadi makanan setiap pekerja yang harus menerjang padatnya arus balik setelah bekerja. Asap kendaraan serta bunyi klakson kendaraan yang beradu tentu sudah tidak asing di gendang telinga.
Hari sudah sore, semua orang ingin segera sampai kerumah dan istirahat. Sosok laki-laki yang mengendarai mobil pribadi miliknya itu juga merasakan hal yang sama. Dirinya sudah lelah dengan semua agenda perusahaan Ayahnya itu, dilimpahkan sebagian padanya.
Lampu lalu lintas berhenti di warna merah, Naka terpaksa harus menghentikan laju kendaraan miliknya sambil menunggu lampu hijau. Dirinya mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil miliknya.
Banyak sekali orang berjualan di kisaran kendaraan yang berhenti, menggambarkan bagaimana kerasnya hidup hingga membuat orang-orang harus turun ke jalan untuk berjualan. Naka langsung menghembuskan napasnya, dia seketika merasa sangat beruntung bisa kerja di perusahaan keluarganya.
Tidak terasa perjalanan panjang menuju kediamannya sudah berlalu, mobil yang dikendarai Naka mulai memasuki pekarangan rumah keluarganya itu. Lampu-lampu sudah menyala dengan terang menunjukkan bagaimana indahnya bangunan yang begitu megah itu.
Naka langsung melangkah menuju pintu utama rumahnya, membuka pintu tersebut dengan pelan. Sepertinya semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, Naka langsung berlalu begitu saja menaiki tangga menuju kamarnya.
Pakaiannya bahkan sudah tidak serapih saat berangkat bekerja, Naka bahkan langsung berbaring di kasur miliknya yang terasa dingin karena tidak ia tiduri. Naka yang merasa sejuk terkena udara malam dari jendela kamarnya tanpa sadar langsung memejamkan kedua mata miliknya.
Sebenarnya saat Naka masuk ke dalam rumah sudah menjadi perhatian Laras. Melihat bagaimana penampilan Naka yang awut-awutan tentu membuat Laras merasa sedikit kasihan dengan anaknya itu. Naka pasti kelelahan untuk acara kantor besok hari.
Laras sudah menyiapkan beberapa lauk pauk untuk makan malam keluarga mereka, dirinya harus segera memanggil semua anggota keluarga untuk berkumpul. Dirinya sangat yakin sekali kalau Naka pasti sedang tidur di kamarnya, biarlah nanti Naka makan sendiri.
Suasana meja makan keluarga sangat tenang di malam ini, seluruh anggota keluarga bahkan makan dalam diam. Laras merasa senang dengan suasana makan malam hari ini, Ibu mertuanya biasanya selalu membicarakan sesuatu tetapi kini mereka diam saja.
Laras menuangkan segelas air untuk Aldo, suaminya.
"Ras, Naka di kamarnya?" tanya Aldo kepada Laras karena dirinya tahu kalau Naka sudah pulang dari kantor.
"Iya Pah, Naka tidur di kamarnya. Nanti biar Ibu yang nemenin Naka makan kalau dia sudah bangun."
Baru juga Laras meletakkan teko yang dia pegang, suara milik Ibu mertuanya itu langsung membuatnya tanpa sadar meremat ujung meja dengan kencang.
"Kebiasaan, selalu manjain anak kalian yang sudah dewasa. Ibu bukannya melarang kalian untuk memberikan perhatian pada Naka, cucuku. Kalian juga harus sadar kalau Naka itu sudah waktunya menikah," ucap Viona, Ibu mertua Laras.
Aldo langsung meletakkan alat makan yang digunakannya, dirinya beralih menatap wajah Ibunya yang sudah serius untuk membahas kembali masalah Naka yang belum menikah hingga saat ini.
"Ibu, saya sama Laras juga tahu kalau Naka sudah seharusnya menikah diusianya sudah terbilang matang tetapi kita juga gak bisa maksa Naka dengan seenaknya Bu."
Laras kembali merasa pusing berada di kedua sisi Aldo dan Ibu mertuanya yang sedang membahas pernikahan Naka kesekian kalinya.
"Kamu juga harusnya kasih nasihat ke Naka, kemarin tahu sendiri siapa yang bikin malu keluarga kita. Kamu harus tegas Do, Ibu udah bilang sama kamu kalau Naka penerus kamu jadi dia harus tahu dimana dirinya ada."
Baik Aldo maupun Laras keduanya sama-sama terdiam mendengar omongan Ibu mereka. Aldo tahu perannya sebagai orang tua tentu harus memberikan nasihat pada anak. Aldo bukannya tidak tegas menjadi orang tua tetapi dirinya tidak mau memaksa Naka.
"Sudah Mas, Ibu mau nambah makannya?" tanya Laras pada Ibu Mertuanya itu guna mengakhiri perdebatan mereka berdua.
Viona, Ibu mertuanya itu masih diam. Dilihat dari raut mukanya saja Laras sudah bisa menebak jika Ibu mertuanya itu merasa kesal saat ini.
"Ibu mau langsung ke kamar saja, jangan lupa kamu panggil Naka buat makan malam."
Kepergian Ibu mertuanya itu langsung membuat Laras merasa lega lantaran dirinya merasa gemetar saat mereka berdua membicarakan Naka. Laras serasa sedang naik rollercoaster.
"Mas, kalau ibu ngomong begitu kamu jangan sautin apa-apa. Kamu cukup jawab IYA," ucap Laras pada Aldo.
"Kamu tahu sendiri kalau bicara sama Ibu tuh gimana, aku juga gak mau maksa Naka buat menikah apalagi sejak kejadian gagal menikah untuk kedua kalinya."
Itulah yang menjadi ketakutan bagi Laras, ia takut Naka akan gagal menikah untuk kesekian kalinya. Ia memilih untuk menyerahkan semuanya saja pada Naka jika anaknya itu sudah menemukan calon yang dia inginkan.
"Yasudah, aku mau manggil Naka dulu buat makan malam," ucap Laras.
Laras langsung meninggalkan ruang makan begitu sudah selesai membereskannya. Naka kalau tidak ia bangunkan untuk makan malam pasti sampai pagi masih tidur di kamar.
Laras mengetuk pintu di depannya itu dengan lumayan kencang agar Naka bisa mendengarnya dan bangun. Lumayan lama Laras berdiri di depan pintu tetapi Naka belum juga bangun.
Terpaksa Laras membuka pintu kamar Naka, benar saja Naka sedang tertidur pulas bahkan sampai mendengkur lumayan keras.
"Naka, bangun. Makan malam dulu yuk biar Ibu temani. Ayahmu juga nunggu di bawah," ucap Laras sambil menepuk pelan pundak Naka.
Naka yang merasakan tepukan pada pundaknya itu langsung membuka matanya pelan. Dirinya bisa melihat dengan jelas keberadaan Ibunya di depannya.
"Makan malamnya sudah selesai? Naka mah tidur aja Bu, ngantuk. Besok ada acara kantor kan jadi Naka mau istirahat aja, Ibu sama Ayah juga istirahat," ucapnya pelan dengan suara serak.
"Yaudah lanjut tidur aja, besok pagi kamu harus sarapan jangan enggak. Bangunkan Ibu atau Ayah kalau kamu laper di jam tengah malam ya," ucap Laras sebelum keluar dari kamar Naka.
Naka langsung kembali tidur, dirinya bahkan sulit untuk membuka kedua matanya karena terasa berat sekali.
Laras yang sudah kembali menutup pintu kamar Naka masih memperhatikan pintu kamar tersebut. Dirinya hanya bisa menghembuskan napas dengan kasar saja, ia lelah jika terus-terusan meminta Naka melakukan seperti keinginannya.
"Gimana Ras? Naka sudah bangun?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Aldo itu langsung dijawab dengan gelengan pelan oleh Laras.
"Naka milih buat tidur tapi tadi aku udah bilang buat bangunin kita kalau butuh sesuatu tapi Naka pasti milih buat gak bangunin kita,"ucapnya.
Harus diingat kalau Naka sudah dewasa, ja bukan anak kecil lagi. Naka bisa melakukan segalanya sendirian dengan usahanya.
"Yasudah gak masalah Ras, Naka juga sudah dewasa. Kalau dia laper ya bisa manasin lauk sendiri ini, ayo istirahat."
Laras masih merasa kalau Naka itu anak-anak yang memerlukan bantuan dari dirinya dan juga Aldo.