webnovel

His Secret Plan

Rafael adalah seorang pembunuh bayaran yg mendapat tugas untuk membunuh Myesha, istri dari pengusaha bernama Ezra Kalingga. Dengan bantuan Vania, Rafael akhirnya dapat menculik Myesha yang sedang mengandung itu. Bagaimanakah akhir hidup Myesha? Dapatkah Ezra menyelamatkan istrinya itu? Atau Rafael bergerak lebih cepat dari Ezra? Dan semenjak berurusan dengan Myesha, Rafael memiliki ketertarikan yang berlebihan terdapat wanita hamil. Genre : Romance, Family, Mystery, Crime.

anakecilucu · Teen
Not enough ratings
10 Chs

Chapter 1

Ruangan yang berada di lantai dasar bekas gedung hotel itu nampak gelap. Bukan gelap tepatnya tapi remang-remang. Hanya ada pencahayaan lampu meja yang tak akan mampu menerangi semua bagian ruangan tersebut.

Yah, tapi mereka tak peduli dengan semua hal itu. Lagipula suasana gelap seperti ini lebih mendukung kegiatan mereka. "Shh... Ah!" pekik sang wanita tiba-tiba karena sang laki-laki menggigit klitorisnya.

Si laki-laki yang berada di bawah sang wanita hanya menampilkan seringaian kemudian menjilat vagina yang ada di depannya. "Kau jangan berhenti, Vania."

"I-iyaa Rafa... ahh!" sahut sang wanita yang bernama Vania itu kemudian mengulum penis Rafael.

Ranjang yang menggunakan seprai putih itu selalu menjadi saksi bisu atas kegiatan mereka. Berbagai macam gaya sudah sering mereka gunakan dan sekarang posisi 69 sedang menjadi kesukaan mereka.

"Au! Ahh, Rafa, ak-ak-ku ahh..." Vania kembali menghentikan kulumannya pada penis Rafael saat dia merasa akan mencapai klimaks.

Mendengar suara desahan Vania yang terputus-putus membuat gerakan Rafael semakin menggila. Laki-laki itu tidak hanya memasukkan satu jari ke dalam lubang vagina Vania tetapi tiga sekaligus dengan ibu jari yang senantiasa terus mengusap klitoris Vania. "Bagus, Sayang, teruslah mendesah," ucap Rafael kemudian semakin mempercepat gerakannya.

Karena gerakan liar Rafael, Vania sudah tidak bisa fokus. Ia hanya mendesah dan menunggu klimaksnya tiba. "Rafa, ah, ah. AHH!" pekiknya kencang. Seketika itu juga cairan vagina Vania membasahi tangan pucat Rafael.

Laki-laki bernama Rafael itu mendengus pelan kemudian menjilati tangannya. "Kau manis," ucapnya menggoda. "Sekarang bangunlah."

Vania segera menuruti perintah Rafael dengan napas masih terengah-engah. Ia mendudukkan dirinya di sebelah Rafael sedangkan laki-laki itu sedang sibuk mengaduk-ngaduk laci di sebelah tempat tidur.

"Kau sedang senggang?" tanya Vania tiba-tiba. Mata coklatnya menatap laptop yang terletak di sudut ruangan. "Tidak ada pesanan?"

Rafael mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan wanita yang baru ia kenal sebulan yang lalu itu. Ia menoleh ke arah Vania sambil menatap mata coklat yang selalu mampu membuatnya mabuk itu. Tak ada rasa takut di dalamnya. "Kau tahu? Sejak kapan?"

Sebuah senyuman miring terpatri di wajah cantik Vania. "Kau pikir aku bodoh, hah?" tanyanya balik sambil menyelipkan anak rambutnya di balik telinga. "Aku sering mendengar gosip tentangmu di diskotik. Dan aku beruntung karena berhasil bertemu denganmu sebulan yang lalu."

"Lalu? Kau tidak takut?"

Masih dengan senyumannya yang menawan, Vania menjawab, "Tidak. Aku yakin tidak ada orang di luar sana yang mau menyewa seorang pembunuh bayaran untuk melenyapkanku. Aku hanya manusia biasa yang tak pernah diperhatikan oleh siapapun."

Rafael membalas senyuman Vania dengan seringaiannya. Sepertinya ia sudah mendapatkan barang yang sedari tadi ia cari dari dalam laci. Dengan perlahan ia mendekat ke arah Vania dan menarik pinggangnya kemudian menghisap payudaranya cepat.

"Uh!" desah Vania. "Ke-kenapa kau su-ka ah mem-membuatku ah ah kaget uhhh..." ucap Vania di sela-sela desahannya.

Rafael semakin mendekatkan tubuhnya dengan Vania. Ia semakin gencar menghisap dan menjilat kedua payudara Vania. Bukan hanya wajah Vania yang ia suka, ia juga sangat menyukai tubuh seksinya.

Saat tanpa sengaja ujung penisnya bersentuhan dengan lubang vagina Vania, Rafael menghentikan gerakannya dan menyatukan dahi mereka berdua. "Hei, mau coba tanpa pengaman?"

Vania mengerutkan dahinya kemudian memukul pelan bahu laki-laki di hadapannya itu. "Dalam mimpimu!" balas Vania dingin. "Tapi... mungkin aku bisa mempertimbangkannya kalau..."

"Hm?"

"Kalau kau mau memperkerjakanku sebagai asistenmu misalnya?" tanya Vania menggoda sambil menjilati bibirnya.

Mata hitam Rafael memperhatikan lidah Vania yang sedang menjilati bibir kemerahan itu. Setengah otaknya sudah kehilangan fokus saat ini. Tanpa aba-aba ia segera mengulum bibir kemerahan itu. Tak dibiarkannya Vania yang ingin melepaskan diri. Dan akhirnya Vania menyerah, pada akhirnya ia juga ikut terhanyut dalam permainan lidah Rafael.

"Hmn... jadi?" tanya Vania saat Rafael menghentikan aktivitas bibirnya. Kali ini tangan laki-laki itu yang bermain-main di sekitar payudara Vania. Hanya sebuah elusan tapi mampu membuat tubuh Vania berdesir.

"Kenapa? Pekerjaanku ini menyeramkan."

Vania tersenyum miring. Ia mendekati Rafael kemudian menjilati cuping telinganya. "Aku menyukai pekerjaan menantang, Sayang. Minggu lalu aku baru saja dipecat, sekarang aku sedang krisis uang."

"Dasar perempuan!" ejek Rafael. "Baiklah, terserahmu saja, Sayang."

Vania memekik senang kemudian mencium bibir Rafael sekilas. "Hei, boleh aku lihat webmu?"

"Silahkan," sahut Rafael sambil menunjuk laptop yang sejak tadi diperhatikan Vania.

Vania mengikuti telunjuk Rafael. Dengan tubuh telanjangnya ia kemudian pergi ke arah laptop itu. Tangan lentiknya menggerakkan tetikus di atas meja. Seketika itu juga layar laptop itu menyala. Vania pikir laptop itu sejak tadi mati, tapi sepertinya tidak.

Mata coklatnya kemudian menjelajahi sebuah laman yang terbuka di hadapannya. "Deep web ya?" gumamnya kemudian membuka laman request dan terbukalah daftar permintaan dengan harga yang ditawarkan. "Hei Rafael, yang ini membayarmu dengan sangat besar."

Rafael melirik sekilas ke arah Vania sambil memasang kondom pada penisnya. "Hmm... Myesha Prameswari, kan?"

"Iya," sahut Vania. "Kau akan membunuhnya?"

"Dalam waktu dekat ini kurasa. Aku sudah cukup lama berlibur," sahut Rafael kemudian membaringkan dirinya di atas tempat tidur. "Vania, cepat bawa vaginamu ke sini, penisku sudah siap," perintahnya.

Vania berbalik dan segera meninggalkan laptop milik Rafael tersebut. Wanita berambut sebahu itu segera memposisikan dirinya di atas Rafael. Tangannya membuka lubang peranakannya dan kemudian memasukkan penis Rafael. "Akh!" pekiknya saat Rafael menarik tubuhnya. "Jangan menarikku tiba-tiba."

Rafael mendengus kecil. Wajahnya masih menampilkan sebuah seringaian. Mata hitamnya terus memperhatikan Vania yang sedang bergerak naik turun dengan cepat. Laki-laki yang sejak sepuluh tahun lalu bekerja di dunia hitam itu meringis kecil saat dinding vagina Vania meremasnya.

"Shh... cepatlah, Vania," suruhnya. Kedua tangannya kemudian meremas pantat Vania dan memaksanya bergerak lebih cepat. "Aku mau grr..."

Vania sendiri keadaannya sudah di ujung tanduk. Sebentar lagi ia akan orgasme kembali. "Rafael~ ahhh~" desahnya lantang saat orgasme menyerangnya dan diikuti dengan orgasme Rafael. Tubuh Vania terkulai lemas di atas tubuh Rafael dengan napas yang masih terengah-engah. Wanita itu memejamkan matanya sambil menikmati orgasmenya yang sudah hampir selesai.

Kedua tangan Rafael tiba-tiba memeluk Vania. "Kau tahu? Awalnya aku pikir kau itu polisi yang sedang menyamar saat aku bertemu denganmu di diskotik."

Vania tertawa kecil mendengar ucapan Rafael. "Wah, sepertinya kau berbakat menjadi penulis, Rafael. Kemudian kapan kau tahu tentangku?"

"Keesokannya," sahut Rafael. "Aku dengar kau sering bolak balik penjara dan sering mengubah namamu. Kudengar kau juga sudah berhenti berjualan narkoba."

Vania mendesah panjang dalam pelukan Rafael. "Karena itu aku ingin kau memperkerjakanku. Aku dengar polisi bahkan tidak pernah mencium baumu. Aku lelah kalau harus dipenjara lagi. Aku juga lelah kalau harus bekerja di restoran itu lagi."

"Haha... kau memang tidak cocok menjadi orang baik, Sayang," ucap Rafael sambil mengelus wajah Vania. "Jadi sekarang ikuti kata-kata seniormu ini, mengerti?"

Vania mengangkat wajahnya sedikit agar bisa menatap wajah Rafael. "Tentu. Apa yang harus kulakukan kalau begitu?"

"Tugasmu hanya menculik mangsa kita tapi dengan cara yang sangat halus."

"Hm? Maksudmu?"

Rafael menyeringai masih sambil mengelus wajah cantik Vania. "Kau tahu perusahaan Prameswari Group, kan? Awalnya itu milik keluarga Prameswari tapi karena satu-satunya pewaris mereka menikah dengan Ezra Putra Kalingga, sekarang perusahaan itu dipimpin oleh Ezra. Aku ingin kau melamar pekerjaan di sana dan saat waktunya tiba bawa Myesha padaku."

Vania memandang ke atas seakan berpikir. "Hm, kurasa itu mudah," ucapnya kemudian.

"Bagus, aku tahu kau dapat diandalkan."

"Ngomong-ngomong, siapa yang ingin membunuh Myesha ya?" celetuk Vania tiba-tiba.

Rafael mengedikkan bahunya. "Entahlah. Semua klienku bersifat anonim. Aku akan bekerja setelah mereka memberiku bit coin yang mereka janjikan."

"Kalau begitu kau sudah menerima bit coin dari klienmu yang ini?"

"Sudah, tadi pagi," sahut Rafael.

Vania tertawa kecil. "Padahal kau bisa saja diam dan tidak membunuh Myesha, kan?"

"Hei, aku ini seorang profesional. Harga diriku tinggi, Sayang."

Vania masih saja tertawa kecil, entah apa yang ia tertawakan. Tapi tiba-tiba saja matanya menatap Rafael menggoda. "Kau keras kembali."

Ucapan Vania dibalas dengusan Rafael. "Ronde berikutnya menantimu, Sayang."