25 Your Story

Suasana sedikit tenang siang ini setelah rentetan aktifitas yang menguras tenaga. Alice selesai mengenakan pakaian kasualnya dia meninggalkan kamar dan leon yang masih dikamar mandi. Dia turun ke lantai bawah menuju dapur membuat beberapa roti bakar dan minuman dingin, membawanya ke ruang keluarga dan menyalakan tv

"ahhh segarnya" alice merasa puas dengan meneguk minuman dingin sambil sesekali menyantap roti bakarnya.

"alice!" teriak leon sembari menuruni tangga dengan tergesa-gesa, dengan setelan kaos overzise dan celana pendek serta rambut hitamnya masih setengah kering leon terlihat sangat segar dan tampan, alice yang mendengar panggilannya langsung mengarah pada leon dia terpanah melihat lelaki tampan yang menuruni tangga itu, sekilas alice terbesit bayangan leon saat tadi hanya mengenakan handuk di pinggang dan badan atletisnya terekspos.

Aish.. alice kenapa kau berfikiran kotor sekarang! Tidak! Tidak boleh! Teriak alice dalam hati seakan menyadarkan kembali pikirannya dia menggeleng dengan cepat.

"kenapa kamu menggeleng?" Tanya leon yang sudah duduk di samping alice

"bukan apa-apa hehe"

"oh.. lalu siapa ken yang tadi kau bicarakan?" Tanya leon sedikit kesal harus menyebutkan nama pria itu.

"hanya pria yang sempat singgah, tidak perlu khawatir.. kami sudah hampir setahun tidak berkomunikasi lagi" jawab alice santai sambil mengigit roti bakar ditanganya

"ceritakan padaku lebih rinci, bagaimana kalian bisa bertemu dan menjalin hubungan"

Ada apa denganmu? Sebegitu pensarannyakah? Gumam alice heran

"boleh saja, asal kau juga akan menjawab pertanyaanku nanti, bagaimana?" Tanya alice

"oke oke" jawab leon cepat karna dia tidak peduli dengan apa yang akan alice tanyakan padanya asalkan alice menjawab pertanyaan leon dia akan menceritakan segalanya pada alice karna leon memang tidak ingin menyembunyikan apapun tentangnya pada alice. Dia ingin kelak alice dapat menerima leon dengan segala kondisi yang dimilikinya.

"sip! Hm.. baiklah kita mulai dari mana ya ceritanya…"

"aku dan ken sempat berpacaran sekitar tiga bulan. jadi ketika aku kuliah ada pemuda yang bisa dibilang terkenal di kampusku, dia kaya tampan.." alice melirik leon, raut wajah leon berubah kesal saat alice mengatakan kata TAMPAN

"hehehe tidak usah khawatir, kau masih seratus kali lipat lebih tampan darinya" jawab alice menghibur leon.

"tentu saja… ketampananku ini limited edision, hanya ada seribu tahun sekali" leon membanggakan dirinya

"hahaha baiklah tuan tampan" tanpa sadar alice mencubit pipi leon. Suasanya sempat canggung sesaat namun alice melanjutkan ceritanya

"dulu karna aku terkenal dengan kecepatan pemahaman segala sesuatu aku jadi sedikit terkenal, banyak teman-teman memanfaatkanku untuk mengerjakan tugas mereka walau tugas dari anak-anak jurusan lain tapi tetap saja aku mengerjakan tugas itu dengan sempurna"

"dan saat itu ken mendengar tentangku, dia menawarkanku untuk mengajarinya beberapa pelajaran dan lambat laun dia memiliki perasaan suka padaku lalu dia menyatakan perasaanya padaku"

"apa kau menyukainya juga?" Tanya leon dengan tatapan tajam

"hm.. tidak juga, dan aku tidak membencinya.. menurutku dia pria yang baik jadi aku terima saja" alice menjawab santai sambil melihat leon sekilas yang ekspresi wajahnya sedari tadi terlihat kesal

"apa kau kesal? Tenang saja dia tidak ada di hatiku sama sekali, aku hanya memacarinya karna ku kira dia lelaki yang baik dan mungkin dengan berjalannya waktu aku bisa mencintainya, namun kenyataannya tidak"

Raut muka leon mulai berubah membaik

"dan juga kira-kita sebulan setelah keluargaku bangkrut sikapnya berubah… sepertinya dia tidak bisa menerimaku yang jatuh miskin, karna ejekan teman-temannya dan juga lingkungan kami berbeda dia memutuskanku. Tapi aku tidak pernah marah padanya lagipula aku tidak mencintainya, namun hatiku tetap sedih saat itu. Aku tidak percaya dia memutuskanku hanya karna aku jatuh miskin" alice tertunduk lesu

"aku kira dia berbeda dengan teman-teman kampusku ternyata dia sama saja, melihat seseorang dari statusnya saja"

"hm… lalu?" Tanya leon santai denga senyuman di wajahnya. Dia terlihat senang karna mendengar alice putus

"lalu?" jawab alice bingung

"ya lalu aku berhenti kuliah karna kendala biaya, dan mencari pekerjaan kesana kemari, tapi aku tidak sedih sama sekali, ayah dan bunda selalu tersenyum dantertawa meski kami miski, bagiku itu sudah cukup" senyum tergambar di wajah cantik alice

"hm.. syukurlah kalau begitu" jawab leon sambil mengelus san memainkan sedikit rambut panjang alice.

"sekarang giliranmu, apa yang terjadi padamu?" alice bertanya dengan mengarahkan badannya menghadap leon seperti sedang penasaran

"aku?"

"iya.. kenapa kau jadi seorang pembunuh dan kenapa saat usia 10 tahun kau sudah belajar menggunakan senjata?"

"hm… cerita ini mungkin akan sangat panjang jika diceritakan" leon mengambil minuman dingin alice dan meneguknya

"ah… ayo ceritakan! Kamu sudah berjanji bukan?" rengek alice

"haha oke, jadi saat umurku 10 tahun papa dan seorang wanita datang ke panti asuhan dimana aku tinggal"

*15tahun lalu di sebuah panti asuhan

Seorang anak lelaki tampan bermata coklat indah berumur sepuluh tahun sedang berlarian dan tiba-tiba menabrak sesuatu.

"au.." anak itu melihat ke atas dan dilihatnya sesosok wanita berumur sekirar 30tahunan, dia terlihat sangat cantik dan anggun dengan dress panjangnya.

"apa kau tidak apa-apa nak?" jawab wanita itu lembut. Suaranya sangat hangat ditelinga yang mendengarnya garis halus muncul di sekitar bibirnya saat dia tersenyum, membuat wanita itu terlihat dewasa dan anggun

"aku tidak apa-apa, maafkan saya bibi karna tidak berjalan dengan hati-hati"

"siapa namamu?" Tanya lelaki disebelah wanita itu, lelaki itu sangat gagah dan tampan namun ekspresi kerasnya membuat leon sedikit takut

"leon.."

"leon? Nama yang bagus sekali,.." jawab wanita anggun itu

"ehem.. leon kamu bisa bermain lagi" kata penjaga panti sambil membawa kedua orang itu pergi menuju kantor panti.

Beberapa menit berlalu leon kecil memasuki kantor penjaga panti karna di panggil oleh penjaga panti.

"ada apa bibi?" Tanya leon pada penjaga panti

"kemarilah.. ada yang ingin bertemu denganmu"

Leon kecil masuk ke ruangan. Dilihatnya bibi cantik yang tadi dia tabrak dan juga pria tampan dengan wajah kerasnya.

"ini paman jeremi dan ini bibi yonaa" petugas panti memperkenalkan sepasang suami istri di depannya. Dengan sopan leon memberi salam

"halo paman halo bibi"

"leon kemarilah" yonaa membuka kedua tangannya seolah ingin mendekap leon. Leon sedikit ragu namun menuruti perkataan wanita cantik nan anggun itu.

"leon sayang maukah kamu memanggilku mama sekarang?" suara lembut itu terdengar oleh leon. Dekapan lembut wanita itu membuat hatinya hangat

Mama? Sebelumnya aku tidak mempunyai mama, dan pelukan hangat ini apakah seperti ini rasanya pelukan seorang ibu?

"dan bisakah kamu memanggil paman ini dengan papa?" tambah yonaa

"benarkah?"

"ya tentu saja…"

"mama.. papa" kata leon lirih

"anak pintar" jawab lelaki tampan itu. Sekilas leon dapat melihat senyuman di wajah pria itu.

Ternyata dia tidak semenakutkan seperti yang aku pikirkan, aku yakin papa orang yang baik.

"leon, maukah kamu tinggal bersama kami?" Tanya yonaa dengan senyum lembutnya

Hati anak kecil itu merasa tersentuh. Setelah sekian lama dia tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini dan sekarang dia bisa memiliki orangtua untuk dirinya sendiri.

"ya.. aku mau" jawab leon tanpa ragu. Leon menjawab tanpa ragu karna dia bisa melihat ketulusan hati dari kedua orang tua ini. Meski baru sebentar tapi yonaa sudah seperti ibu yang dia idam-idamkan.

Trimakasih tuhan kau telah menjawab semua doa yang aku panjatkan setiap malam,

"baiklah leon, bibi akan menyiapkan berkas-berkasmu. saya akan meninggalkan kalian bertiga disini, saya permisi" jawab penjaga panti dengan ramah

Mereka bertiga saling bercengkramah dan bermain bersama, penuh canda tawa, leon banyak menceritakan segalanya yang di alamninya di panti mulai dari saat dia belajar menaiki sepeda dan saat mengasuh adik-adik panti yang lebih kecil darinya dan masih banyak lagi. Yonaa dan jeremi sangat senang melihat leon gembira. Di dalam hati mereka leon sudah menjadi anggota keluarga baru mereka setelah sekian lama belum di karuniai anak.

"papa…" jawab leon ragu

"ada apa sayang?" jawab jeremi dengan senyum tulusnya. Itu membuat wajah kerasnya menghilang begitu saja.

"kau sanngat tampan dan mama kau sangat cantik, trimakasih telah menerimaku sebagai bagian keluarga kalian. Aku berjanji akan melindungi kalian ketika aku dewasa" kata leon kecil dengan tulus

"oh kau anak yang baik sekali,kamu juga tidak kalah tampan dari dia, lihat mata coklatmu yang indah ini" usap yonaa penuh kasih pada anaknya

"tapi untuk sekarang mama dan papa yang akan melindungimmu sayang" peluk yonaa

"loen maafkan papa, sepertinya kami harus pergi sekarang.. tapi seminggu lagi kami akan menjemputmu. Sampai waktu itu kamu bisa sekalian berpamitan dan membereskan pakaianmu, bagaimana?"

"em.." angguk polos anak kecil itu.

"anak pintar" usap jeremi ke kepala anaknya

"jika urusan kami sudah selesai kami akan menjemputmu lagi sayang,.. mama akan sangat merindukanmu" yonaa memeluk leon dan mencium kedua pipi leon

"aku juga.. cepatlah selesaikan urusan kalian ma.. pa.. leon akan menunggu kalian disini" leon mencium kedua pipi mama dan papa barunya

Mereka saling bepelukan sebelum jeremi dan yonaa masuk kedalam mobil mewahnya dan pergi meninggalkan si leon kecil

1 minggu kemudian…

"leon kemarilah papamu sudah datang" kata penjaga panti sambil mengemasi barang leon

"benarkah!" leon kegirangan dan segera berlari ke pintu depan panti. Dilihatnya jeremi dengan wajah sedikit lebam dan kesedihan di raut mukanya. Dia hanya datang sendirian tanpa yonaa bersamanya.

"papa!!" leon memeluk jeremi dalam. Pria itu membalas pelukan leon dengan dalam dan sedih di hatinya

"dimana mama?" leon bertanya dengan gembira, dia tidak menyadari senyum sedih jeremi.

"mama tidak bisa datang menjemputmu… tapi kita akan mengunjunginnya setelah ini, ayo" nada jeremi terkesan bahagia namun menutupi kesedihan mendalam dihatinya.

"baiklah papa, bibi kami pergi dulu.. trimakasih atas semuanya" leon memeluk erat bibi panti.

"iya.. jaga dirimu baik-baik leon sayang…" bibi panti merasa sedikit sedih namun dia tau leon akan menjadi lebih baik dengan keluarga barunya.

Beberapa puluh menit leon dan jeremi di dalam mobil, mereka melewati beberapa gedung tinggi dan mulai memasuki jalan yang sedikit sepi penduduk.

"ayah apakah tempat mama masih jauh?" Tanya leon polos. Dia mulai curiga dengan arah kendaraan ini.

"sebentar lagi kita sampai"

Ahirnya mobil yang di kendarai jeremi berhenti. Tepat di sebuah taman lapang dengan beberapa batu nisan yang menonjjol di balik gundukan-gundukan tanah.

Pemakaman. Itulah tulisan di gapura mewah di samping pagar-pagar besi mewah berdiri.

"mari kita masuk.." panggil jeremi pelan

Leon hanya terdiam, walau baru sepuluh tahun tapi nilai akademisnya sangat di atas rata-rata anak seumurannya jadi dia sudah pasti bia membaca tulisan di gapura itu. Dia takut dugaanya benar.

"dimana mama?"

Jeremi menuntun leon di sebuah batu nisa megah dengan taburan bunga segar di atasnya. Disana tertera nama "yonaa"

"sayang… anak kita ingin betemu denganmu" kata jeremi dengan lirih dan menahan airmatanya.

"apa maksud papa!!!!"

"dimana mama?!" leon menangis sambil membaca tulisan dinisan itu

"mama!!!!!!!" dia tidak bisa berhenti berteriak memanggil yonaa wanita yang di panggil mama beberapa hari lalu kini sudah tertidur di dalam gundukan tanah itu. Jeremi tidak menghentikan leon dia juga menangis menerima kenyataan ini. Hatinya masih sakit dan penuh kedendaman atas kematian istri tercintanya.

"apa yang terjadi papa!"

"leon kau harus membalaskan dendam ini untuk mamamu! Apa kau bersedia?" kata jeremi lirih namun nada suaranya penuh kedendaman sangat.

"tentu saja aku akan membalasnya! Siapa yang berani megambil nyawa mamaku! Aku sudah berjanji akan melindungi kalian!" darah leon mendidih dengan kemarahan di dalam tubuhnya, baru seminggu yang lalu dia memiliki mama yang dia mimpi-mimpikan sejak dulu. Tapi sekarang seseorang telah merenggut mamanya. Hati leon kecil sangat sakit dengan kemarahan.

avataravatar
Next chapter