16 Sunset

"Capek sekali," kata Marwah ketika mereka sampai ke tenda.

"Iya, aku juga capek." Ucap Sofia sembari membaringkan tubuhnya. Hayati dan Marwah juga ikut serta membaringkan tubuh mereka. Perlahan mereka terlelap dalam tidurnya, semua tertidur nyenyak. Hingga salah satu teman mereka Andin, akhirnya membangunkan mereka.

"Bangun..! Sudah sore, Ayo! Lihat sunset yang indah," ucap Andin. Karena tidak ada respon, akhirnya Andin menarik kaki mereka yang berada di ujung pintu tenda. Seketika Hayati kaget.

"Ada apa?!"

"Ayo! Lihat sunset, Hayati." kata Andin berlalu pergi. Hayati membangunkan Sofia dan Marwah, mereka berdua akhirnya bangun.

"Ada apa?" tanya Sofia.

"Ayo! Lihat sunset, aku dengar pemandangan sunset begitu indah," jawab Hayati.

Tanpa berpikir panjang, akhirnya Hayati dan ke dua sahabatnya keluar dari tenda. Sebelumnya mereka melaksanakan kewajiban agama, sholat asar berjamaah. Romansa sholat di alam, memberikan sesuatu yang begitu berbeda. Ada hal istimewa yang bisa dirasakan. Kini, di samping kiri tenda mereka sudah banyak siswa-siswi yang sudah berjejer rapi, untuk menyaksikan sunset yang akan tenggelam. Begitu beruntungnya mereka, di spot itu, mereka bisa mendapatkan matahari terbenam yang indah. Terbenam tepat di belakang Gunung Bromo.

"Sungguh indah ciptaan Tuhan," ucap Hayati takjub.

"Iya, tidak menyangka bisa lihat fenomena yang bagus itu.

" Bagus, ya." ucap Brian mengagetkan.

Hayati tertegun, kenapa Brian tiba-tiba ada di sebelahnya. Hayati pun menjawab

"Iya, bagus."

"Aku sering melihat sunset di sini ketika bermain ke rumah saudara, kalau kamu?" tanya Brian.

"Aku baru pertama kali ke Bromo, jadi lihat sunset di sini baru kali ini saja."

"Kalau kapan-kapan kita bertemu lagi, kamu mau gak? Aku ajak ke sini lagi? Akan aku ajak kamu ke seruni," tanya Brian.

"Seruni?" tanya Hayati.

"Iya, seruni. Seruni berada di samping gunung Bromo itu! Puncak seruni bisa membuat kita melihat keindahan gunung Bromo dari atas sana!" kata Brian menunjuk ke arah seruni poin.

"Nanti aku pikir-pikir lagi," jawab Hayati.

"Oke, aku tunggu sampai kita berjumpa lagi," ucap Brian. Meskipun begitu, Brian tidak meminta nomor Hayati. Sebab Brian yakin, suatu saat nanti takdir pasti mempertemukan mereka kembali. Brian kembali berbaris dengan teman-temannya di ujung tepatnya di sebelah kanan Hayati, Hayati memandangnya. Hayati menganggap Brian adalah laki-laki yang aneh yang pernah dia temui.

"Apa katanya?" tanya Marwah.

"Tidak apa-apa," jawab Hayati.

"Biasa, laki-laki. Paling ya minta nomor atau ingin pendekatan," ucap Sofia.

"Sok tahu!" ujar Hayati.

Sofia hanya tersenyum, dan berkata.

"Yang jelas aku masih jengkel sama Akbar, kenapa dia harus bersama Reva segitu dekat."

"Cie... Cemburu!" kata Marwah.

"Kamu memang benar-benar suka sama Akbar?" tanya Hayati.

"Entahlah, aku juga bingung. Kalau Akbar sama kamu, mungkin aku gak akan jengkel, lah itu sama Reva! Apa istimewanya dia?" kata Sofia.

Mendengar akan hal itu, Hayati terkejut dan bertanya-tanya sendiri. 'Apa mungkin Sofia tahu? Bahwa aku dijodohkan sama Akbar?'

"Kamu seperti gak tahu saja. Jelas, Reva lebih cantik dari pada kamu," ucap Marwah.

Sofia geram dengan ucapan Marwah yang begitu jujur. Namun, Sofia memaklumi. Bahwa Marwah memang ada benarnya, mungkin saja Marwah berharap agar Sofia tidak menyimpan rasa kesal terlalu lama.

"Jangan terlalu jujur, Marwah. Kasihan Sofia," kata Hayati. Seketika itu mereka tertawa, suara tertawa mereka justru terdengar gaduh, sehingga menjadi pusat perhatian teman-teman lain. Semua sorotan mata telah melihat ke arah mereka, mereka terdiam dan terpaku. Melanjutkan melihat pemandangan sunset yang sebentar lagi akan menghilang. Cuaca hari itu begitu dingin, angin sepoi-sepoi juga turut hadir. Beruntung mereka sudah membeli syal yang mereka rencanakan sebelumnya.

"Kalian syalnya kok bisa samaan?" tanya Hayati.

"Iya, dong. Kita tadi lama ke toilet sembari beli syal," jawab Marwah.

"Kalian curang! Aku ditinggal dengan waktu yang cukup lama," kata Hayati.

"Tenang saja, Hayati. Kita juga punya satu kok untukmu," kata Sofia. Sofia masuk ke dalam tenda dan membawa syal yang sudah digenggaman tangannya.

"Terimakasih! Kalian memang sahabat yang baik," kata Hayati.

"Iya, Dong. Pasti!" kata Marwah.

Hayati memakai syal pemberian teman-temannya, sesuai warna yang telah mereka rencanakan sebelumnya. Hayati senang, sebab hidupnya di kelilingi dengan orang-orang baik yang sayang padanya. Seperti teman-temannya yang setia menemani dari awal masuk SMA. Mereka kemudian berpelukan layaknya teletubbies.

"Aku lapar!" kata Marwah.

"Aku juga!" kata Sofia.

Hayati sebenarnya juga merasakan hal yang sama, namun kali ini Hayati bingung harus berbuat apa. Mie instan memang dibawanya tapi Hayati gak tau harus memasaknya lewat apa. Dia lupa tidak membawa kompor mini dan alat-alat memasak, sedangkan teman-teman yang lain sudah mulai menyalakan api dan siap merebus mie instan.

"Hayati, kamu punya solusi?" tanya Sofia.

"Tidak, aku lupa membawa kompor." jawab Hayati. Mereka tidak punya pilihan lain selain masuk ke dalam tenda kembali dan menghangatkan diri di dalam, mengingat cuaca semakin dingin.

"Hayati!" Panggil Brian saat mereka baru saja duduk bersila di tenda dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Iya." Jawab Hayati dan keluar dari tenda.

"Ini ada kompor, kebetulan temanku juga bawa. Kamu bisa menggunakannya selama kamu membutuhkannya." kata Brian memberikan kompor mini yang dibawanya.

"Terimakasih, cara menggunakannya bagaimana?" tanya Hayati. Brian hanya tersenyum dan mengajari Hayati menggunakan kompor itu. Hayati memanggil teman-temannya dan meminta tolong agar semua mie instan dikeluarkan. Hayati, Marwah dan Sofia mengamati Brian yang tengah mengajari mereka. Betapa baik hati Brian, tidak hanya kompor yang dipinjamkannya. Akan tetapi, koreknya juga. Brian dengan telaten mengajari mereka, dengan kebaikannya membuat Sofia berhenti berprasangka buruk padanya. Sofia akhirnya menerima kehadirannya sebagai kakak kelas yang baik.

"Sudah bisa?" tanya Brian.

"Bisa, gampang ternyata." jawab Marwah.

Brian pamit dan meninggalkan mereka bertiga yang merebus mie instan.

"Nanti kalau mateng, ditiriskan di mana?" tanya Sofia.

"Iya, kita tidak bawa alat dapur satupun." kata Hayati.

"Coba saja pinjam sama Akbar," kata Marwah.

"Kamu saja yang meminjam," kata Sofia.

"Hayati saja," ujar Marwah.

Karena desakan itu, akhirnya Hayati memberanikan diri ke tenda Akbar. Hayati berjalan penuh ragu, namun gengsinya hilang saat dia sadar bahwa perutnya sudah mulai keroncongan. Sebelumnya Hayati berusaha meminjam sama teman-teman sekelasnya, namun semua piring dan sendok digunakan. Terpaksa hanya ada Akbar yang mungkin bisa membantunya, setelah Reva menolak membantu saat Hayati datang ke tempat ke tenda Reva. Padahal, Reva membawa lima sendok dan piring bersih.

"Permisi! Akbar aku boleh pinjam piring dan sendok?" tanya Hayati.

"Kamu mau pinjam piring dan sendok? Ha.. Sudah tahu ke gunung, kenapa gak bawa alat makan? Wajah aja dirawat tapi otak gak dipake!" ucap Akbar. Hayati terdiam saat Akbar dan teman-temannya tertawa lepas setelah mengejek Hayati.

"Kalau tidak mau memberi bantuan ya sudah, tidak usah menghina seperti itu." Jawab Hayati dan berlalu pergi ke tandanya. Hayati berjalan dengan wajah yang masih kesal dengan ucapan Akbar.

"Bagaimana? Dapat?" tanya Sofia.

"Boro-boro dapat, dihina iya!" jawab Hayati kesal.

"Sabar saja," kata Marwah.

"Dihina bagaimana?" tanya Sofia.

Hayati terdiam, dia malas bercerita. Dia memilih mengaduk-aduk mie rebus dalam panci. Di tengah suasana yang masih tidak nyaman, Brian datang membawa sendok dan piring untuk mereka.

"Ini, bisa kalian gunakan," kata Brian memberikan alat makan kepada mereka.

"Terimakasih, kamu bagaikan malaikat penolong bagi kita," ucap Marwah kegirangan. Hayati spontan mencubit kecil Marwah, Marwah terdiam.

"Terimakasih." kata Sofia dan Hayati barengan. Ucapan terimakasih itu mengakhiri pertemuan mereka dengan Brian, Brian tersenyum dan berlalu pergi. Sedangkan dari arah kejauhan, Akbar melihat Brian begitu perhatian kepada Hayati.

avataravatar
Next chapter