webnovel

Hayati

Hayati adalah seorang gadis yang tengah mencari jati diri. Dia mencari kasih sayang yang begitu berarti dari seorang pria yang mau mengerti. Dalam perjalanan hidupnya, begitu banyak hal yang terjadi. Hayati yang di jodohkan dengan Akbar sewaktu masih sekolah, membuat beban bagi keduanya. Hanya karena alasan persahabatan orang tua tidak hilang, orang tuanya menjodohkan mereka berdua. Mama Hana dan Papa Sandi adalah orang tua Hayati, Sedangkan Mama Ara dan Papa Iyan adalah orang tua Akbar. Hayati begitu membenci Akbar, begitu pun sebaliknya. Akbar adalah seorang pemain basket dan juga mempunyai cewek yang disukainya, bernama Reva. Reva yang ambisius dan punya berbagai cara untuk menaklukkan cinta Akbar. Lambat laun, salah satu dari mereka mampu mengikis hati.

Degk_Nur · Teen
Not enough ratings
311 Chs

Bukit Teletubbies

Selesai memanjakan mata, para wisata dan wisatawan pun turun dari anak tangga. Setelah mereka semua berfoto dan mengabadikan momen indahnya hamparan gunung Bromo di dalam kamera. Rasa lelah pun terbayar dengan pemandangan yang indah, keindahan alam dari atas gunung Bromo terlihat jelas. Terlebih, saat kabut sudah menghilang bersamaan dengan cahaya matahari yang bersinar. Perlahan semuanya menuruni anak tangga, menuju tenda. mereka menikmati perjalanan dan menikmati indahnya alam, apalagi suasana pagi masih sejuk. Tidak ada yang tercemar, semuanya masih terasa sejuk. Tempat ini jauh dari polusi udara, cukup menyegarkan badan. Kali ini, Hayati dan sahabat-sahabatnya berbaris bersama Reva dan Akbar. Akbar semakin perhatian kepada Reva, tiba-tiba saja kaki Reva terkilir.

"Duh... Sakit!" ucap Reva memegang pergelangan kakinya.

"Kamu kenapa?" tanya Akbar khawatir.

"Kakiku sakit," jawab Reva.

"Kalau begitu, kamu duduk saja dulu di sana!" ucap Akbar sembari merangkul Reva. Mereka berdua istirahat dan Akbar menemani Reva, sedangkan Hayati dan sahabat-sahabatnya ikut beristirahat. Itupun karena Sofia meminta untuk beristirahat terlebih dulu.

"Kenapa tuh!?" Bisik Sofia.

"Kakinya sakit katanya," jawab Marwah.

"Paling juga Reva pura-pura saja," kata Sofia.

"Hus... Jangan berprasangka buruk, tidak baik." ucap Hayati.

"Bukan berprasangka buruk, aku kesal saja dengan tingkahnya yang manja," jawab Sofia.

"Sudah, kamu itu sebenarnya cemburu." kata Hayati.

Mereka pun terdiam, melihat dan menyaksikan Reva dengan Akbar. Reva yang terlihat tidak mampu untuk melanjutkan perjalanannya, akhirnya menaiki kuda. Akbar menemaninya, sedangkan Hayati dan sahabat-sahabatnya melanjutkan perjalanan juga.

Langkah kaki sudah lelah, gurun pasir mulai berterbangan kembali. Kaki terasa berat dan penuh pasir, matahari juga semakin meninggi. Padahal rute selanjutnya masih ke bukit Teletubbies sebelum mereka kembali pulang.

Perjalanan memang cukup melelahkan, akan tetapi para wisatawan senang. Begitu juga semua teman-teman Hayati. Setelah beberapa menit, mereka pun sampai di tenda mereka masing-masing. Mereka kembali masuk dan mengemasi barang-barang mereka, dan bersiap-siap melanjutkan rute selanjutnya. Hayati mengembalikan alat dapur yang dipinjamkan oleh Brian sebelumnya.

"Ini piringnya, Kak. Terimakasih banyak," ujar Hayati.

"Iya, sama-sama. Langsung pulang?" tanya Brian.

"Tidak, Kak. Masih melanjutkan ke Bukit Teletubbies," jawab Hayati.

"Oh ya sudah, hati-hati. Aku dan teman-temanku lanjut ke rumah paman terlebih dulu, sampai bertemu dilain waktu." ujar Brian.

Itulah akhir perpisahan mereka berdua, mereka berdua berpisah di tempat pertama kali mereka bertemu. Brian yang masih menjadi sosok misterius dan tidak memiliki nomor Hayati pergi begitu saja. Hayati berharap jika takdir mempertemukan mereka kembali, semoga saja mereka bisa menjadi sahabat baik.

"Sudah?" tanya Marwah.

"Iya sudah," jawab Hayati.

Mereka pun menaiki mobil yang sudah disewa sebelumnya, mereka semua melanjutkan rute selanjutnya.

Gunung Bromo memang tempat yang indah, banyak wisawatan yang berlibur ke sana. Selain bisa melihat kawah dan sunrise, di sana juga ada hamparan padang rumput yang hijau dan menyejukkan mata yang melihatnya. Karena hamparan padang rumput yang hijau dan bukit yang berjajar jajar indah sekali ditumbuhi rerumputan yang menyelimuti perbukitan itu mengingatkan pada film anak-anak asal Inggris yang berkibar di tahun 90-an yaitu Teletubbies. Oleh karena itu Bukit ini di namakan Bukit Teletubbies. Tempat ini kerap kali dibuat untuk berfoto ria, hanya sekedar mengabadikan momen yang indah bersama keluarga, kerabat, sahabat bahkan kekasih tercinta.

"Pemandangan yang sangat indah!" Seru Hayati.

"Iya, cantik sekali," imbuh Sofia.

Mereka semua tampak menikmati pemandangan alam yang asri, mereka memanjatkan syukur atas apa yang telah mereka alami. Jam masih menunjukkan pukul 09.00, mereka semua beristirahat di hamparan rumput hijau sembari memakan bekal yang tersisa.

"Kamu sudah sarapan, Hayati?" tanya Akbar menghampiri.

"Ini mau sarapan," jawab Hayati.

Tidak ada mendung dan tidak ada hujan, Akbar tiba-tiba menghampiri dan bertanya tentang Hayati. Hayati bingung dibuatnya, dia hanya tertegun melihat tingkah Akbar yang selalu berubah-rubah.

'Tumben Akbar peduli, mungkin memang Mama yang nyuruh,' gumam Hayati.

"Kalau kurang sarapannya, ini aku bawakan roti untukmu. Kebetulan aku mempersiapkan dan membawa roti banyak, kamu bisa memakannya," ucap Akbar menyuguhkan roti yang dibawanya.

"Terimakasih," ucap Hayati dengan mengambil roti pemberian Akbar.

"Kenapa kamu perhatian sama Hayati, Akbar!?" tanya Reva seketika itu dia datang dan raut wajahnya begitu menyeramkan.

"Tidak apa-apa, kasihan Hayati. Mungkin dia dan sahabat-sahabatnya dalam kesulitan dan kurang persediaan makanan," jawab Akbar.

"Tidak usah mengasihi mereka! Biar rotinya untukku saja," ujar Reva sembari merampas roti yang sudah berada di tangan Hayati.

Hayati hanya pasrah tanpa membela apa-apa, sedangkan Sofia yang melihat akan hal itu, langsung berkata.

"Sana! Ambil saja rotinya, kita tidak butuh belas kasihan kalian." Sofia mendorong Reva dan Akbar agar mereka berdua menjauh pergi dari pandangan mereka.

"Sudah kamu yang sabar," ucap Hayati saat Akbar dan Reva berlalu pergi.

"Sabar gimana, Hah! Lagian aku heran sama Akbar, kok bisa cowok sepopuler dia suka sama Reva. Kalau aku jadi Akbar, amit-amit aku menyukai dia," celetuk Sofia.

"Sudahlah Sofia, tidak usah terlalu diambil hati," ucap Marwah.

"Habisnya aku kesal," jawab Sofia.

Mereka bertiga berbicara sembari melihat Akbar dan Reva berjalan, Akbar yang merasa tidak enak hati selalu menoleh ke belakang untuk melihat Hayati dan teman-temannya.

"Akbar juga, apa maksudnya coba bilang kasihan kepada kita!? Tambah menyebalkan saja!" ujar Sofia. Sofia mengutarakan semua kekesalannya kepada Hayati dan Marwah, dia tidak terima di perlakukan seperti itu. Dia sudah tidak tahan dengan Akbar yang awalnya dia sukai, justru sekarang Akbar lah orang yang paling dia benci.

"Aku sadar sekarang! Kenapa aku bisa ngefans sama orang seperti dia!?" imbuh Sofia.

Hayati dan Marwah hanya bisa menenangkan Sofia yang semakin kalang kabut membenci Akbar, mungkin karena kecemburuan yang dia rasakan dan sifat Akbar padanya tidak seperti yang dia inginkan. Jadilah Sofia seperti itu, dengan lahap dia memakan rotinya seperti halnya kesurupan. Beruntung Hayati bisa mengambil hati Sofia, sehingga Sofia yang pertama marah, sekarang justru kembali ceria dan melupakan Akbar. Mereka semua melanjutkan aktifitasnya menikmati bukit yang indah itu, dengan bermodalkan handphone genggam mereka kembali berfoto-foto. Di tengah mereka asik membuat konten youtube tentang persahabatan mereka, tiba-tiba handphone Hayati mendapatkan sinyal dan ada notifikasi pesan whatsapp masuk. Satu pesan dari Akbar, yang berisi, 'Maafkan atas sikapku.' Hayati ingin membalasnya, namun pesan itu tiba-tiba hilang karena Akbar sudah menarik dan menghapus pesan itu.

'Kenapa Akbar jadi labil seperti itu? Apa yang sebenarnya dia pikirkan tentang ku? Sikap dan sifatnya juga sering berubah. Ah.. Sudahlah, terserah dia saja.' Gumam Hayati dan melanjutkan senang-senang bersama sahabat-sahabatnya.

Setelah semuanya sudah selesai, mereka akhirnya kembali pulang. Dengan sejuta kenangan yang tak mampu untuk dilupakan.