webnovel

Melekat ke dalam Jiwa

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Detak jantung Ye Banxia tiba-tiba berubah menjadi lebih cepat dan intensif seperti tabuhan drum. Suara Mo Chenyan yang begitu rendah dan serak, dengan nada yang ambigu namun sangat kuat, terdengar seperti bisikan penuh kasih di antara sepasang kekasih. Ye Banxia sudah sejak lama menyadari bahwa pria itu seperti racun dan bisa membuat orang kecanduan jika menyentuhnya.

Tubuh Ye Banxia yang lembut dan halus melekat pada tubuh Mo Chenyan dan pancuran air hangat terus mengalir turun dengan kecepatan yang sesuai, tidak cepat dan tidak lambat, hingga terus membasahi tubuh mereka. Suhu air tidak rendah, tapi Ye Banxia jelas dapat merasakan bahwa suhu pria itu lebih panas dibandingkan dengan air. Bahkan, ia dapat dengan jelas merasakan sosok Mo Chenyan tanpa melihatnya.

Ye Banxia bisa merasakan otot-otot perut Mo Chenyan dan garis tulang selangkangan yang membentuk V dengan indah. Tubuhnya ramping dan sangat sempurna, memenuhi sosok standar pria ideal. Mo Chenyan terlihat ramping saat mengenakan pakaian, namun otot-otot yang sangat kekar terlihat begitu ia melepaskan pakaiannya.

Ye Banxia menutup matanya dan bergumam, "Tidak, jangan di sini…"

Kamar mandi terasa begitu aneh karena tempat ini bisa membuat seseorang merasa malu dan membuat jantung berdetak kencang. Ye Banxia sebenarnya tidak ingin menggunakan gerakan yang sulit ketika berhubungan untuk pertama kalinya.

"Mo Chenyan, jangan di sini. Tunggu aku selesai mandi, kita—"

Ye Banxia belum sempat mengucapkan 'kembali ke tempat tidur' ketika Mo Chenyan menghalangi semua perkataannya dengan sebuah ciuman. Lidah Mo Chenyan yang terasa membaca masuk di antara bibir Ye Banxia dan memulai pengembaraanya, seakan mengaduk sebuah mata air. Mata Ye Banxia terbelalak lebar dan tidak mampu bereaksi. Namun, tiba-tiba matanya menggelap. Telapak tangan Mo Chenyan yang kering dan panas menutupi matanya hingga membuatnya perlahan memejamkan mata. 

Saat telapak tangan Mo Chenyan menyapu bulu mata Ye Banxia yang panjang, pria itu merasakan suasana hati yang indah. Mata Mo Chenyan yang dalam seakan menumpahkan tinta hitam dan hampir meneteskan air di batu. Perasaan sesak di perut bagian bawahnya sangat kuat. Ia terus menjarah aroma manis di mulut Ye Banxia hingga merasa hampir gila. Sampai wanita itu kehilangan kekuatan dan melemah di lengannya, barulah Mo Chenyan melepaskannya.

"Jangan," sepatah kata perlahan-lahan keluar dari bibir tipis Mo Chenyan. Pria itu menarik tangan Ye Banxia ke arah sesuatu yang keras seperti besi, lalu tangan yang lemah itu bergetar. Mo Chenyan mengerang dan alisnya sedikit mengkerut, namun senyuman yang dalam muncul dari tenggorokannya. "Ye Banxia, ​​lihat. Aku sudah tidak bisa menunggu."

Betapa polosnya perkataan Mo Chenyan. Ye Banxia tidak bisa melihat ekspresinya, tapi nada polos pria ini membuatnya sangat malu hingga membuatnya ingin marah dan menggeram, "Mo Chenyan!"

"Hng," Mo Chenyan menjawab dengan suara rendah dengan senyum yang ikut terbit di alis dan sudut matanya. Jari-jari kasar di atas perut Ye Banxia membuat getaran ringan. Namun, ekspresi wajah pria itu tidak berubah. "Bagus. Jangan berisik. Aku akan memandikanmu."

Ye Banxia hanya terdiam, padahal ia membatin, Aku ingin mandi sendiri! Ia menggigit bibirnya dengan keras, tapi pria itu sangat terampil dalam memijat dan menekan sehingga tubuhnya dipenuhi sensasi yang tidak jelas. Ia tidak tahu ia sedang merasa nyaman atau tidak. Gerakan pria itu membuatnya gelisah seakan ingin melarikan diri, namun sebaliknya ia seperti tidak ingin pria itu berhenti melakukan. Siapa bilang tidak ada wanita di sekitar anak kedua keluarga Mo? Jelas-jelas jika seperti ini, berarti dia sudah sering melakukannya sampai berkali-kali! rutuk Ye Banxia dalam hati.

Setelah sekian lama Ye Banxia berbicara dengan Mo Chenyan tentang topik ini, Mo Chenyan berkata bahwa seorang pria akan memahami hal semacam ini tanpa bantuan orang lain. Terlebih lagi, bukankah masih ada film panas antara pria dan wanita di atas ranjang?

"Mo Chenyan, kau, kau jangan memandikanku lagi... Aku akan melakukannya sendiri. Kau bersihkan saja tubuhmu sendiri…"

Ye Banxia mengangkat lehernya dengan tidak sabar dan matanya terasa panas. Bukan karena ingin menangis, hanya saja tiba-tiba matanya basah.

"Nyonya Mo, apakah kau yakin?" tanya Mo Chenyan. Gerakan tangan pria itu tidak berhenti dan pria itu terus berbaik hati membantu Ye Banxia 'mandi' sambil menundukkan kepalanya dan mencium kelopak mata Ye Banxia dengan lembut. "Aku khawatir jika aku berhenti sekarang, kau benar-benar akan menangis."

Tidak mungkin! Ye Banxia berteriak dalam hatinya. Setiap kali ia ingin berbicara, suaranya yang lembut selalu terkoyak karena ia tak berdaya. Mo Chenyan diam-diam tersenyum dan matanya memancarkan rasa cinta yang seolah tak berujung. "Ternyata tubuhmu lebih jujur," gumam Mo Chenyan.

Ye Banxia tidak dapat berkomunikasi sama sekali. Ia bahkan tidak tahu apakah ia sedang marah atau sedang 'dibersihkan' oleh Mo Chenyan. Ia menggigil dan menatap pria itu dengan mata merah. Namun, jika dilihat dari sudut pandangan seorang pria, pemandangan ini lebih terlihat seperti seorang wanita yang sedang merajuk manja. Jakun Mo Chenyan yang seksi sedikit bergulung dan tatapan matanya yang suram tak lagi menunjukkan kesabaran. Lalu, ia mengekang Ye Banxia dan tatapan matanya sesaat mendarat di wajah Ye Banxia.

"Ah…" Ye Banxia berteriak karena terkejut. Tubuhnya tiba-tiba dimasuki oleh benda asing dan kedua matanya seperti kehilangan fokus.

"Bagus. Jangan takut," Mo Chenyan mencium dahi Ye Banxia dan berbisik untuk menenangkannya. Otot-otot di sekitar pelipisnya berdenyut. Jari-jarinya bergerak perlahan, lalu bibir tipisnya tiba-tiba sedikit tersenyum. "Banxia, ​​kau sudah basah."

Tidak heran jika Ye Banxia begitu. Tubuhnya sudah cukup lama dicumbu Mo Chenyan. Jika tidak ada reaksi, Mo Chenyan pasti akan curiga bahwa Ye Banxia ternyata adalah seorang yang lemah syahwat. 

"Mo Chenyan, tutup mulutmu!" kata Ye Banxia. Darah dari seluruh tubuhnya seakan langsung mengalir ke otaknya dalam sekejap. Ketika Ye Banxia mendengar kata-kata itu, ia merasa malu dan marah hingga rasanya ia ingin mati. Tubuhnya secara naluriah ingin mengusir benda asing dan perasaan sakit membuatnya tidak nyaman. Ketika jari kedua atau bahkan ketiga masuk, ia hampir tidak bisa menahan tangisnya. "Kau, bagaimana bisa kau menyiksaku seperti ini…"

Mo Chenyan ingin menggoda Ye Banxia, tapi suara wanita itu terdengar tidak jelas dan seperti ingin menangis. Mo Chenyan benar-benar membuat Nyonya Mo merasa sakit di seluruh tubuh. Wanita itu tampak kebingungan dengan tatapan yang menggairahkan. 

Mo Chenyan mengumpat dengan suara rendah dan segera menarik jarinya keluar. Tubuh Ye Banxia tiba-tiba diliputi oleh perasaan hampa yang sangat besar, lalu matanya yang indah terbuka lebar dan kosong. Namun, Mo Chenyan kemudian menarik Ye Banxia dalam pelukannya. Seluruh tubuh Ye Banxia tampak tidak berdaya dan ia hanya bisa distabilkan ketika tubuhnya ditekan oleh Mo Chenyan.

Mata Mo Chenyan sedikit menyipit dan tawa pelan lolos dari bibirnya. "Apakah kamu benar-benar ingin disiksa?" tanya Mo Chenyan. Napasnya yang panas menyembur ke daun telinga Ye Banxia yang sensitif dengan tidak hati-hati. "Nyonya Mo, katakan padaku. Iya atau tidak?"

Mo Chenyan terus menggilas titik masuk Ye Banxia dengan kejam, tapi ia sengaja menolak untuk masuk. Seakan-akan jika Ye Banxia tidak mengatakan 'iya, Mo Chenyan akan tetap menyiksanya seperti ini. Setelah sangat lama, barulah Ye Banxia tersadar dan tiba-tiba menggertakkan giginya. Mereka saling memahami satu sama lain.

Ye Banxia terdiam, tapi Mo Chenyan bisa melihat dari alis Ye Banxia yang bertaut bahwa wanita itu merespons rangsangan yang tak terduga ini. Aku sudah bekerja keras dan menahan kesulitan ini! Wanita ini! pikir Mo Chenyan. Kedua alisnya yang tampan terangkat dan matanya memancarkan kilat yang berbahaya. "Karena Nyonya Mo begitu berinisiatif "

Kemudian, Mo Chenyan tidak melanjutkan perkataannya dan tubuhnya tiba-tiba tenggelam. Saat Ye Banxia sedang menarik napas, Mo Chenyan tiba-tiba memasukan sesuatu ke dalamnya. Warna merah cerah tersapu oleh air panas dan perlahan-lahan memudar. Semua isak dan tangis Ye Banxia ditelan oleh pria itu.

Mo Chenyan mencium Ye Banxia dengan ganas sambil menggunakan tangannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan Ye Banxia. Wajah Mo Chenyan semakin lama semakin memerah dan akhirnya gerakannya semakin dangkal. Ye Banxia terdorong hingga punggungnya menempel dengan sangat erat di dinding. Dinding yang dingin dibasahi oleh air panas dan seolah-olah menjadi panas juga. Tubuh mereka berdua semakin lama semakin dekat, seakan saling melekat ke dalam jiwa satu sama lain.