webnovel

GUMIHO AND THEIR LOVER

Sepasang rubah berekor sembilan mendapat serangan misterius pada malam pernikahan mereka. Serangan itu membuat Chaeyoung (Rena) dan Chae terpaksa berpisah setelah mereka terlempar ke masa depan dengan waktu dan tempat yang berbeda pula. Akankah mereka bertemu kembali di dunia asing yang tak pernah mereka duga sama sekali? Pertemuan Chaeyoung dengan tuan muda berhati dingin — Kaiho , membuatnya lambat laun melupakan Chae yang tak kunjung mencarinya selama hampir 10 tahun. Sedangkan Chae sendiri masih berusaha mencari hingga ia juga tak menangkis bahwa dirinya mulai menaruh hati pada Eunha — gadis polos dan lucu yang tulus merawat dan melindunginya selama ini. Akankah cerita cinta mereka akan berubah? Gumiho and their lover, garis cinta yang bisa saja merubah segalanya bila takdir telah bersabda.

nonakwon · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

SEORANG KAIHO

Kaiho mengeryit.

Jika biasanya dia akan mencium aroma lavender ketika Rena datang untuk menyiapkan segala urusannya, pagi ini ia merasakan aroma yang berbeda masuk ke kamar pribadinya. Aroma itu adalah aroma citrus. Wewangian khas pelayan tertuanya di rumah ini.

"Selamat pagi tuan muda. Pagi ini saya akan menggantikan Rena untuk menyiapkan —"

"Kemana dia?" potong Kaiho yang tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

Pak Lee yang telah mengurus rumah ini lebih dari tiga puluh tahun itu tersenyum tipis. Terlihat sinkron sekali dengan matanya yang tinggal segaris dan kerutan jelas di pelipis.

"Nona Rena? Dia ijin beberapa hari untuk tidak bekerja tuan."

Kaiho jelas terbelalak. Tidak biasanya gadis itu bersikap seperti itu. Setelah sepuluh tahun bekerja dengannya, dia amat tahu jika gadis itu tak memiliki tujuan atau keluarga untuk meminta cuti liburan. Jadi, untuk apa ia mengajukan cuti di saat pekerjaan tengah menumpuk?

"Kenapa dia tak mengatakan itu padaku?"

"Rena sudah mengajukannya tuan, tapi tuan muda tak kunjung membaca pesannya. Dan sekarang ia terpaksa melakukannya karena dia bilang pinggangnya sakit."

Kaiho memijit kening. Belum tuntas ia mencari pesan yang Pak Lee maksud tersebut, Kaiho dikejutkan kembali dengan kabar tak terduga itu.

"Rena sakit pinggang?"

"Yah. Pagi ini ia bahkan tak bisa berjalan dengan benar. Sepertinya cukup parah dan kami membawanya ke rumah sakit pagi-pagi sekali."

"Kenapa kalian tidak membangunkanku!"

Kaiho membentak. Untuk pertama kalinya di hadapan Pak Lee. Pelayan tua tersebut hanya tersenyum saja dan mengatakan maaf berulang kali. Begitupun dengan Kaiho yang tak sengaja membentaknya tadi.

"Ma—maafkan aku Pak Lee. Aku membantakmu—"

"Tidak apa tuan."

Kaiho menarik napas dalam-dalam untuk meredam emosinya. Kekacauan paginya ini sepertinya akan berlanjut hingga ia sampai ke kantor nanti. Sehingga ia memutuskan untuk menelpon sekretarisnya dan mengatakan sesuatu dengan bahasa asing. Kaiho panik dan bingung. Ia terlihat mondar mandir memikirkan sesuatu.

Dan dia baru menyadarinya ketika mengingat kejadian tadi malam. Penyebab Rena masuk rumah sakit itu pasti dikarenakan dirinya. Dia yang melempar tubuh Rena yang malang ke kaki nakas —

Kaiho bergegas turun setelah selesai membersihkan diri. Seluruh pelayan menyambutnya, namun agak berbeda tanpa adanya Rena dibarisan tersebut. Pak Lee terus mendampingi hingga ke pintu belakang mobil yang tengah menunggunya itu.

"Batalkan semua janji rapat. Antarkan aku ke rumah sakit tempat Rena dirawat," pintanya pada supir yang membawanya pagi ini.

Pak Lee yang mendengar itu tersenyum misterius lagi. Pria tua itu seperti ingin mengatakan sesuatu, namun bibirnya tertahan untuk menyampaikannya hingga mobil sedan hitam itu melaju pergi melewati pagar tinggi. Seorang wanita paruh baya mengendap-endap mendekati Pak Lee yang masih memantau kepergian tuan mudanya itu.

Wanita itu berbisik sembari ikut tersenyum misterius, "Rencana kita berhasil kan pak Lee?"

.

.

Rena memang terlihat tak baik-baik saja. Melihatnya jalan dengan pincang ditambah sedikit membungkuk, jelas menjadi perhatian orang sekitar. Beberapa bahkan menyayangkan mengapa wanita cantik sepertinya harus berada dibarisan para lansia yang mengantre untuk terapi penyakit dalam dan sendi itu.

"Kau masih sangat muda nak. Kenapa jalanmu seperti itu?" tanya seorang nenek bersama sang cucu yang sejak tadi tak bisa menahan diri untuk tak tertawa melihat bagaimana Rena berjalan sambil terbungkuk-bungkuk.

"Aku bahkan lebih tua darimu nek," ucap Rena dalam hati.

Rena nyengir saja sembari menahan nyeri. Entah bagaimana dia harus menjelaskannya. Ia bahkan tak ingin mengingat kejadian tadi malam.

"I—iya nek. Aku terjatuh sampai pinggangku membentur lemari. Pagi ini aku merasakan sakitnya."

"Apa kau mendapat perlakuan kasar dari seseorang?" tebak sang cucu yang terlihat masih mengenakan seragam SMA.

Gadis itu memicingkan mata curiga. Rena semakin bingung mendengar dan menjawab pertanyaan penuh selidik darinya.

"Katakan saja eonnie. Jika kau mendapatkan kekerasan cepat hubungi orang yang dapat membantumu. Jangan diam saja! Jaman sekarang perempuan jangan mau ditindas terus," ucapnya berapi-api.

Rena mengerti apa yang dipikirkan gadis SMA tersebut. Tapi bagaimana pun, perlakuan buruk yang Kaiho lakukan itu bukan tanpa sebab. Justru itu semua terjadi juga karena dirinya. Andai dia tak masuk ke kamar dan mengusik istirahatnya, mungkin Kaiho tidak akan semarah itu.

"Rena!"

Panggilan Kaiho itu sukses menarik perhatian para lansia yang ada di situ. Melihat Rena duduk bersama mereka, Kaiho menunduk malu.

"Kenapa kau ada di sini?" bisik Kaiho pelan. Menjaga tatapan penuh selidik dari para pasien yang tengah memperhatikannya sejak ia datang tadi. Rena sendiri merasa bingung dengan kedatangan bosnya itu.

"Aku sedang menunggu antrean —"

Kaiho menepuk jidat, "Kau bisa menggunakan akses perawatan kelas utama. Tidak perlu mengantre."

"Tidak perlu. Aku di sini saja."

"Jangan membantah! Ayo ikut aku ke atas —"

"Ahjussie, apa kau ini pacarnya?" tanya anak itu tiba-tiba.

Meski dilarang oleh sang nenek untuk ikut campur, gadis itu sepertinya tak peduli.

"Jin Ah! Jaga sopan santunmu."

"Nek, orang ini juga tak sopan. Dia meneriaki eonnie ini sejak dia datang. Aku yakin, kaulah penyebab kakak ini sakit pinggang seperti ini, kan?"

Keduanya tampak menahan anak SMA itu untuk bicara. Termasuk Rena yang semakin panik karena Kaiho tiba-tiba beraut wajah tak senang dengan ucapan Jin Ah tersebut.

Tapi hal berbeda justru terjadi. Kaiho yang tadinya tampak tegang, kini malah melunak dan bahkan terlihat santai menanggapinya.

"Aku tidak sengaja," ucapnya jujur.

"Tuhkan! Apa dugaanku. Ahjussie baru jadi pacar saja sudah kasar! Bagaimana jika jadi suami? Eonnie jangan mau dengan ahjussie ini!"

"Jin Ah..dia itu bukan pacarku. Dia —"

"Maaf. Ini tidak akan terjadi lagi. Ayo Rena kita naik saja ke dokter kenalanku."

Rena mengeryit tak percaya. Sejak kapan Kaiho sabar menghadapi ocehan orang yang tak dikenalinya?

Terakhir kali Kaiho pernah bertengkar dengan salah satu pelayan restoran yang tak sengaja menyenggolnya — tentu saja karena Kaiho tak suka disentuh apalagi dengan orang yang tak ia kenal — hingga pertengkaran itu berakhir dengan OCDnya yang kambuh.

Lalu pagi ini? Apa yang terjadi? Mukjizat kah?

"Ya..baiklah. Tapi aku harus naik kursi roda dulu karena —"

"Oke. Tunggu sebentar. Aku cari kursi roda dulu untukmu. Tunggu di sini."

Kaiho segera berlari menuju meja resepsionis. Meninggalkan Rena yang menatapnya terheran-heran. Di otaknya terus berputar pertanyaan 'ada apa?' pada bos yang ia kenal tak acuh dan jutek tersebut.

"Sepertinya dia pria yang baik," tukas sang nenek. Tapi bertolak belakang dengan Jin Ah cucunya yang masih menaruh curiga dengan gerak gerik bosnya tersebut.

"Ingat kata-kataku tadi eonnie."

Rena tertawa, "Tidak. Dia itu sebenarnya baik. Tapi aku terima saranmu tadi."

Tak lama Kaiho datang dengan seorang dokter di belakangnya. Dokter itu memperkenalkan diri dan meminta Rena untuk segera pindah ke ruangannya untuk diperiksa lebih cepat. Kaiho bahkan membantu Rena untuk duduk ke kursi roda dan sesegera mungkin mengikuti dokter tersebut sambil mendorongnya.

Rena lagi-lagi menggeleng tak percaya. Apalagi Kaiho juga meminta dokter itu untuk merawat nenek yang mengantre bersama Rena tadi. Ia sekali lagi meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Sungguh terlihat sangat sopan dan meyakinkan.

"Kau tidak sedang kesurupan kan, tuan?"

Kaiho mengeryit. Ia pasrah saja dengan segala konspirasi yang tengah diarahkan padanya itu sambil terus cekatan mendorong Rena ke tempat perawatan.

"Diamlah" ujarnya dingin.

Rena kembali merinding. Sepertinya kewarasan tuannya itu telah kembali.

.

.

.

Bersambung