webnovel

NAMANYA CHAE

Hidup terlalu singkat untuk memikirkan hal buruk yang datang secara beruntun.

Misalnya saja seperti bertemu pria aneh yang datang entah darimana bisa berada di atap rumah. Kemudian membuat kekacauan hingga akhirnya berada di sidang disipliner nyonya kost. Ditambah lagi terlambat masuk kerja part time pertama. Hingga menyebabkan dirimu dipecat sebelum kau sempat bekerja.

Yah..itulah kira-kira nasib buruk seorang Jung Eunha.

Sial. Sial. Sial.

Eunha kini hanya bisa meratapi nasib. Duduk menyendiri di salah satu minimarket ditemani satu cup mie instan super pedas. Eunha benar-benar menyepi hingga tak sadar tengah diperhatikan oleh seseorang di seberang jalan.

Orang tersebut menyeberangi jalan dengan pongah hingga nyaris membuat satu tabrakan beruntun. Beruntungnya orang tersebut punya sebuah anugerah sehingga dirinya bisa cepat sampai ke tujuan seperti angin tanpa menyelakakan orang lain ataupun dirinya sendiri. Setibanya di sana, ia hanya bisa berdiri tegak —bingung— mencari cara bagaimana menembus dinding transparan di hadapannya.

"Apa ini kotak? Kenapa gadis itu bisa ada di dalam?" tanya Chae bingung.

Beberapa kali ia mencoba membenturkan diri. Namun yang ada hanya rasa sakit muncul di kening mulusnya. Bersikap seolah burung pelatuk juga menggagalkan aksinya. Menembusnya dengan mengerahkan segala kekuatan malah tak terjadi apapun. Hingga satu-satunya cara yang bisa ia lakukan adalah memukuli dinding transparan alias kaca itu dengan sebilah pedang peraknya.

"Apa dia bisa bernapas lama-lama di dalam sana? Baiklah..aku akan coba menyelamatkannya," monolognya dan bersiap mengayunkan pedang.

Belum sempat pedang itu terbentur di kaca, penjaga toko muncul dan langsung meniliknya bingung.

"Hei bung. Ada yang bisa aku bantu?"

Chae mengerjap. Takjub melihat kemampuan pria itu dapat menembus dinding keras itu.

"Kau datang dari dalam?"

Penjaga toko itu mengangguk. Tentunya ia tak sepenuhnya paham dengan perbincangan ini.

"Tolong panggilkan gadis itu —"

"Masuklah. Apa kau tidak kedinginan?"

Pria itu menunjuk selimut yang ia sampirkan dari pinggang ke lutut. Chae terperenyak, begitupun dengan Eunha yang akhirnya menyadari kedatangannya.

Si penjaga toko juga tak mau kalah. Ia kini saling bergantian melihat keduanya yang sama-sama terkejut.

"Kalian saling kenal?"

"Tidak!" jawab Eunha. Dan,"Ya!" untuk Chae.

Penjaga toko yang diketahui bernama Juna itu mengangguk paham.

Eunha meniliknya tajam.

"Sebaiknya kau usir dia sebelum membuat kekacauan Jun —" pintanya sambil berbisik.

"Tapi dia tadi mencarimu."

"Apa peduliku? Dia itu orang gila yang...eh kemana dia?"

Juna menunjuk dengan hidungnya, "Tuuuuh di mejamu."

Chae masuk tanpa sepengetahuan mereka berdua. Lagi-lagi itu membuat Eunha takjub dan familiar dengan caranya menghilang dengan cepat itu.

Tapi itu bukanlah hal penting lagi. Yang mendesak adalah pria itu harus mengembalikan selimutnya dan juga martabatnya.

Yah. Martabat Eunha yang di cap sebagai anak gadis yang bukan-bukan!

Nyonya kost mengancam akan mengeluarkannya dari kost jika pria aneh itu tak memberikan keterangan apapun tentang kesalahpahaman itu.

"Hei! Kau kemana saja?"

"Kau mencariku?"

"Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan!" ujar Eunha kesal.

Juna yang notabene teman akrabnya itu hanya bisa duduk mengamati. Cerita lengkap dari drama ini mungkin akan segera dimulai.

"Ini apa?" Chae menelan ludah. Ia bahkan sudah mengambil dua bungkus pokcoy untuk mengganjal perut.

Eunha merebut makanannya, "Hei. Memangnya kau punya uang untuk membayar sayuran ini?"

"Bayar? Ooh dengan koin kan? Aku punya banyak. Bisa kau berikan aku makanan ini?" pintanya pada Juna yang tak berkedip melihat pertengkaran kecil antar keduanya.

Eunha memijit kening, Juna tersenyum santai. Tapi sebelum ia benar-benar menuruti permintaan Chae itu, ia lebih dulu meminta bayarannya. Dan Chae dengan senang hati mengeluarkan koin emas yang tak mereka kenali sama sekali.

Eunha meringis.

"Sudah kukatakan. Dia ini aneh!"

"Siapa namamu? Darimana asalmu?" tanya Juna mencoba serius.

Chae merengek, "Apa tidak bisa bertanyanya nanti saja? Aku ingin makanan ini —"

"Annie! Katakan yang sebenarnya dulu atau kami akan melaporkanmu pada polisi!" ancam Eunha yang mungkin sebenarnya sudah tak bisa mengendalikan diri lagi dengan tingkah Chae yang sesuka hatinya itu.

Juna mencoba menenangkan. Lebih tepatnya dia mengambil pesanan Chae dulu — menyeduh mie instan, memasukkan bumbu — kemudian duduk bersiap untuk mendengarkan kisah.

"Namaku Chae."

"Kau berasal dari bintang?" tanya Juna asal.

"Dia bukan Do Min Joon si alien!" hardiknya.

"Atau jangan-jangan dia Goblin?" ujarnya yang tentu saja mendapatkan jitakkan dari Eunha.

Juan pura-pura tertawa lucu. Ia lantas kembali fokus pada Chae yang kini menyantap dengan khidmat mie instan buatannya itu.

"Kau ini manusia, kan?"

Chae meletakkan sumpitnya. Terdiam sesaat mengamati pria asing yang sepertinya begitu tertarik dengannya. Dalam arti kata sebagai pemburu berita.

"Menurutmu?" Chae balik bertanya.

Juna mengamati dari ujung rambut hingga ujung kepala. Pengamatnnya terhenti karena ada pengunjung minimarketnya yang tak sabar untuk dilayani.

"Jangan kemana-mana! Aku masih ingin berbincang denganmu. Oke??"

Eunha menggeleng tak percaya. Dan daripada ia harus bersama dengan Chae di tempat itu, Eunha memilih berkemas.

"Kau sepertinya marah padaku."

Eunha berbalik, "Akhirnya kau menyadarinya? Oh ya ampun!"

"Tenanglah. Apa kau marah karena nyonya kost itu?"

"Ya! Apalagi? Karena kau tak mau menjelaskan padanya, aku terancam di keluarkan dari kost itu! Kau tahu?"

Chae tertunduk. Ia agak menyesal karena kabur begitu saja dan melimpahkan kesalahannya pada gadis yang tak dikenalnya itu.

Chae meminta maaf dengan tulus.

"Maaf."

Eunha tertegun. Walaupun sebenarnya ia tak yakin kalau Chae melakukan ini tanpa ada niatan apapun.

Eunha memicingkan mata, "Kau akan ikut denganku kembali ke kost?"

Chae mengangguk mantap.

Eunha bertanya lagi, "Menjelaskan bahwa kita tak saling kenal dan tak memiliki hubungan apapun?"

Chae mengangguk lagi. Setelah puas dengan mie instan itu, Chae memeluk cup itu dan berkeinginan untuk membawanya serta. Eunha melarangnya dan berjanji akan membuatkannya mis instan lagi jika ia tak melanggar janjinya itu.

"Ikutlah denganku. Setelah urusan kita beres, aku akan membuatkan mie instan sebanyak yang kau mau."

Mata Chae berbinar. Ia hanya mengangguk saja mencoba untuk tetap terlihat stay cool.

"Kau janji, kan?"

"Kenapa kau terus bertanya?" keluh Chae.

Eunha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia segera bergegas sekalian berpamitan pada Juna yang masih tidak bisa meninggalkan meja kasirnya.

Juna jelas tampak kecewa dengan kepergian mereka berdua.

.

.

Angin keberuntungan sepertinya belum berpindah pada Eunha. Gadis itu berharap akan segera menyelesaikan masalah ini, tapi nyonya kost malah tak berada di tempatnya. Hingga ia harus menahan Chae sementara ini di kamar kostnya.

Tentu saja tanpa sepengetahuan penghuni lain.

"Masuklah —"

"Kenapa kau mengendap-endap begitu?" tanya Chae tanpa sedikitpun mengurangi volume suaranya.

Eunha terbelalak hingga tanpa sadar memukul lengan pria itu karena terlalu ceroboh.

Oh Tuhan , keluhnya.

"Diamlah! Di sini ada peraturan bahwa tidak boleh membawa pria masuk ke dalam kamar kost!"

Chae mengangguk asal. Setelah dirasa aman, Eunha segera mengunci pintu lalu menyalakan lampu dan pendingin ruangan.

Kamarnya tidak terlalu besar. Tapi untuk menampung tiga orang, mungkin masih cukup. Tapi karena ini terpaksa, ia harus menampung Chae satu malam ini dulu. Menunggu esok agar dirinya bisa menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dan nyonya kost.

Suasana hening mendera. Chae berdiri saja tanpa banyak melakukan apapun. Bukan merasa sungkan, tapi ia terlihat masih asik mengamati kamar Eunha yang serba pink pastel itu.

"Kenapa kau berdiri saja? Duduklah di mana saja kau mau."

Chae mengangguk dan iapun segera menuju tempat tidur Eunha yang terlihat nyaman. Dan benar saja, Chae yang masih berselimutkan selimut dengan santainya berbaring di sana menampakkan dadanya yang bidang.

Eunha tercengang, "Hei! Jauhi kasurku!"

Eunha membuat Chae terjatuh dari kasur empuk itu. Hingga yang terjadi, selimutnya terlepas dari tubuhnya.

"Kau ini kasar sekali."

"Cepat pakai pakaianmu!" Eunha berteriak sembari berbalik menutup mata.

Sehun bereaksi bingung, "Aku tidak punya pakaian."

Eunha menyesali ucapannya sendiri. Ia lupa dengan hal itu. Dengan cepat Eunha membongkar beberapa tas yang sepertinya menyimpan pakaian adik lelakinya yang pernah tak sengaja terbawa olehnya.

"Pakailah ini. Aku harus ke kamar mandi dulu."

Berbalik Chae yang kini kebingungan. Ia sama sekali merasa asing dengan pakaian yang tak memiliki kancing ataupum tali itu. Hingga Eunha selesai dari kamar mandi pun, Chae tak kunjung bisa memakai pakaian itu dengan benar.

Eunha kembali meringis.

"Kau ini benar-benar aneh ya! Begini cara pakainya —"

Eunha memakaikan kaos putih itu dari atas kepala Chae. Sebelum dia nyaris mengangkat tangan Chae, keduanya saling bersitatap begitu dekat.

Terlalu dekat hingga Eunha bisa mencium aroma wangi yang terkuar dari rambut Chae yang panjang. Begitupun dengan Chae yang dapat mendengar detak jantung Eunha yang tiba-tiba berdetak dengan kencang.

Suasana menjadi semakin canggung. Eunha merasakan tangan Chae menyentuh kulit lengannya. Gadis itu gemetar hingga memilih untuk memalingkan wajah.

Chae mendekati wajah Eunha yang sudah tampak seperti udang rebus. Ia lalu berbisik, "Ada aroma tak sedap di sini. Apa kau buang angin?"

Eunha terbelalak, malu.

"PABOYYA!"

.

.

.

Bersambung

Next chapter